Jumat, 24 Januari 2014

Pengalaman Masa PPL di SMA Karya Wisata Penarukan-Singaraja

Pengalaman Masa PPL di SMA Karya Wisata Penarukan-Singaraja

Om Suastiyastu,
Setelah selesai palaksanaan kegiatan penyerahan PPL, mulailah saya menjadi keluarga baru SMA Karya Wisata Penarukan. Diawal saya praktek mejadi seorang calon guru, terlebih dahulu saya lakukan adalah observasi sekolah, agar tahu sedikitnya tentang seluk beluk sekolah itu. Pertama-tama adalah mengetahui anggota jajaran sekolah, seperti Kepsek, WKS, dan guru yang lainnya hingga ke pembagian guru pamong masing-masing jurusan. Setelah itu kami pun di bagi lagi untuk pembagian kelas yang diajar,kami hanya mendapat ngajar satu kelas saja, karena tidak banyak jumlah kelas yang terdapat disana. Saya dapat bagian untuk mengajar kelas XI IPB 3 yang jumlah siswanya sebanyak 53 siswa dengan jadwal mengajar setiap hari selasa.
Untuk menempuh pendidikan sebagai calon guru, pertama kalinya adalah saya mengikuti guru pamong untuk mengajar dikelas yang saya dapatkan, agar nantinya bisa mengikuti gayanya mengajar dan mengetahui karakter-karakter siswa. Kemudian setelah itu karena bulan agustus adalah bulan kemerdekaan, tentunya pasti banyak kegiatan, salah satunya adalah mengawas gerak jalan. Megawas gerak jalan itu, saya mendapat bagian disore hari dari jam 3 sampai jam 6, paginya sekolah seperti biasa dengan jam pulang pukul 12.30, dan sorenya kembali ke sekolah untuk ngawas gerak jalan. Hari-hari itu saya lewati hingga selesai lomba.
Untuk selanjutnya saya sekolah seperti biasanya, mengikuti jejak guru-guru lainnya. Masalah mengajar atau masalah menjadi seorang calon guru, nampaknya tidak seperti yang ada dipikiran saya. Menjadi guru itu ternyata enak, kalau memang itu sudah cita-cita juga. Mengajar dikelas XI IPB 3 ternyata asik, siswanya tidak terlalu nakal, dan bisa diajak kerjasama juga. Hari-hari selanjutnya saya lalui seperti biasa sambil berbaur dengan guru-guru lainya, siswanya, satpamnya dll. Setelah lewat dua bulan tiba waktunya untuk saya melakukan ujian PPL, nampaknya ketegangan mulai terjadi, tapi semua itu saya bawa dengan perasaan tenang, karena mau tidak mau ujian harus tetap dilakukan dan sampai akhirnya saya bias mengatasi ketegangan itu menjadi tenang dan senang karena menurut guru pamongnya, saya itu sudah bagus dalam mengajar dan mengelola kelas. Itulah cerita singkat mengenai pengalaman yang saya dapat saat melakukan PPL di SMA Karya Wisata Penarukan.
Om Santih Santih Santih Om.

PROPOSAL PENELITIAN

PROPOSAL PENELITIAN

PERAN TRI GURU
DALAM MENINGKATKAN
KEMAJUAN BELAJAR SISWA
DI SD NO. 1 TEGALLINGGAH
KECAMATAN SUKASADA
KABUPATEN BULELENG




Oleh:

Putu Indra Suartawan
NIM. 10.1.1.1.1.3861





FAKULTAS DHARMA ACARYA
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI 
DENPASAR
2013


JUDUL: Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.
A. Latar Belakang Masalah 
Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur. Memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, 1997:8).
Pendidikan nasional harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta kepada tanah air dan mempertebal semangat dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan hal tersebut perkembangan iklim belajar dan mengajar harus mampu menumbuhkan rasa percaya diri, sikap dan prilaku yang inovatif dan kreatif, sehingga pendidikan nasional mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan masa depan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa  dan negara. Titik berat pembangunan dikenakan pada peningkatan mutu jenjang pendidikan khususnya pendidikan agama karena sangat perlu diperdalam, karena pendidikan agama merupakan dasar untuk melangkah pada pendidikan selanjutnya.
Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dipandang sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri tanpa keterlibatan unsur-unsur penting lainnya. Jadi hormat-menghormati dalam kehidupan dunia pendidikan penting untuk diterapkan, dikembangkan dan dimantapkan melalui pembinaan sehari-hari disekolah. (Departemen Pendidikan dan kebudayan 1995:4). Untuk mencapai tujuan tersebut diatas maka sekolah sebagai tempat siswa belajar mampu membina dan mempersiapkan anak didik agar menjadi anak yang baik (suputra) yang berbhakti kepada Tri Guru. Tri Guru adalah tiga guru yang memberi pendidikan secara jasmani dan rohani baik formal maupun non formal. Tri Guru  itu terdiri dari guru Rupaka, Guru Pengajian dan guru Wisesa.
Guru Rupaka adalah orang tua yang telah melahirkan kita, guru yang merawat kita, guru yang pertama memberikan pendidikan kepada kita, mulai dari dalam kandungan sampai akhir hidup kita, upacara didalam kandungan yang disebut upacara pagedong-gedongan dengan harapan dari orang tua agar bayinya yang dilahirkan sehat jasmani dan rohani dan nantinya akan menjadi anak yang suputra. Dari upacara pagedong-gedongan sampai dengan upacara yang terakhir dalam hidup kita semua itu adalah harapan orang tua kita agar menjadi ornag yangp baik dan dapat mencapai tujuan akhir kita yaitu mencapai moksa (PHDI, 19:54).
Guru pengajian adalah guru yang mengajar kita secara formal di sekolah, atau dipasraman-pasraman di zaman dahulu. Guru pengajian adalah guru yang mendapat penghargaan dua kali atau lebih karena  disampaing memberikan pengetahuan juga memberikan pendidikan secara rohani.  Sedangkan guru wisesa adalah pemerintah. Pemerintah yang bijaksana, welas asih dan adil terhadap rakyatnya, memberikan pengabdian dan kesejahteraan kepada semua rakyatnya. 
Namun dalam kenyataan dimasyarakat tiga pemegang utama dalam kehidupan manusia ini tidak berfungsi atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Dalam keluarga banyak terjadi kekerasan terhadap anak dari orang tua yang tidak memiliki pendidikan atau yang tidak bertanggung jawab. Kekerasan fisik maupun kekerasan kejiwaan sang anak, rasa tertekan dan rasa takut tersebut yang terkadang menjadi penghalang besar dalam kemajuan berpikir dan pekembangan sang akan untuk menjadi lebih dewasa dan cerdas. Pemikiran yang terasing dari kasih sayang orang tua adalah hal pertama yang menghambat perkembanggan pemikiran anak dan mempenggaruhi dari prestasi anak itu sendiri.
Dukungan orang tua itu sangat perlu baik itu dukungan material maupun dukungan secara moril, anak butuh perhatian lebih agar jiwa semangat belajar dan rasa ingin tahunya semakin berkembang sehinggan pemikiran dewasa pun berkembang. Tetapi kenyataan pendidikan pertama di keluarga justru terbalik dari konsep orang tua sebagai guru pertama di dunia pendidikan anak. Terutama di Indonesia anak yang putus sekolah, anak yang bunuh diri, anak yang melawan orang tua dan sebagainya banyak terjadi itu dikarenakan orang tua hanya diseibukkan dengan kesibukan kerja di kantor dan bahkan orang tua ada yang disibukkan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja dan sama sekali tidak memperhatikan perkembangan anak sehingga anak menjadi malas belajar, merasa tersisihkan dan tidak mempunyai jiwa diri yang mau berbeda dari yang lain, tentu akibatnya anak tersbut menjadi anak yang tidak jujur, kurang cerdas, tidak mempunyai pengalaman dan sebagainya. 
Peran yang kedua adalah peran guru disekolah, yang mana peran guru yang utama ini kenyataan tidak sesuai dengan konsep yang sebenarnya. Banyak guru yang dalam pelaksanaan belajar mengajar hanya sekedar mengajar, menuntaskan matari semata, melewatkan jam mengajar dan bulan berlalu tanpa hasil yang memuaskan, sehingg yang menjadi korban pertama adalah anak didik. Dimana siswa minim akan hal yang baru dan tantangan dalam belajar, terbiasa disuap, dilayani dan dimanja oleh guru, kurangnya pengarahan yang sitematis model pembelajaran yang monoton yang mengakibatkan menurunya moral, kecerdasan dan intelektual siswa. 
Peran yang ketiga adalah pemerintah, dimana pemerintah adalah pemegang atau yang melingkupi dua unsur pendidikan sebelumnya itu, pemerintah adalah penyelenggara pendidikan dan penyelenggara masyarakat. Dimana dalam kenyataan pemerintah terutama di Indonesia banyak ditemukan bukti bahwa perhatian pemerintah kurang terhadap kemajuan mutu pendidikan dan kecerdasan anak bangsa, yang mana kurang sesuai dengan undang-undang dasar 1945. Pemerintah lebih memfokuskan perhatian terhadap bidang ekonomi, saham dan politik partainya. Pendidikan menjadi urutan yang jauh dari perhatian serius, padahal pendidikan adalah peran utama dalam mencapai tujuan negara dan kesejahteraan negara. Negara tidak akan berkembang jika SDM nya tidak berkualitas dan bermutu.
Contoh yang nyata adalah sarana pendidikan di sekolah dasar sampai perguruan tinggi belum merata. Masih banyak bangunan yang tidak layak pakai dibiarkan begitu saja tanpa ada perehaban dari pemerintah. Saranan buku, dan saranan lainnya di sekolah masih kurang. Guru yang profesional, peletakan sekolah yang tidak melihat seberapa pentingnya sekolah itu dibangun, sehingga semuannya itu sangat menghambat perkembangan anak yang yang menjadi dampak besar adalah merosotnya SDM bangsa. 
Ketiga unsur tersebut sanagat penting adanya dalam dunia pendidikan apalagi pendidikan agama hindu, orang tua yang memberikan perhatian dan pengarahan moral, etika dan penanaman konsep kekeluargaan dan kebersamaan adalah perlu, guru yang mengajarkan konsep semangat dan kecerdasan dalam menghadapai permasalahan dengan profesional dan pemerintah yang memberikan sarana dan dukungan lainnya yang tentunya akan bisa meningkatkan SDM Indonesia yang bermutu dan berkualitas. 
Maka dari isu atau permasalahan yang muncul dipermukaan sebagai gambaran kecil permasalahan di dunia pendidikan perlu adanya suatu cara atau metode serta jalan keluar untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan berbagai pendekatan dan penelitian, permasalahan tersebutlah yang dihadapi di Sekolah Dasar No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng yang mana terjadi kemunduran semangat belajar pada siswa yang ada di SD tersebut maka dipandang sangat penting penelitian ini dilakukan untuk mengkaji permasalahan tersebut yang menitik beratkan terhadap ” Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng” Karena kenyataan dilapangan bahwa ketiga peran penting diatas masih melum maksimal terlaksanan dalam dunia pendidikan di SD No. 1 Tegallinggah maka perlu adanya penelitian dan pendekatan Tri Guru tersebut untuk meningkatkan kemajuan belajar siswa.

B. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian perlu adanya rumusan masalah yang jelas sehingga dapat menjadi acuan yang pasti tentang langkah-langkah yang diamati dalam melakukan pengkajian dan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dalam penelitian ini masalah yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan guru rupaka dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah?
2. Bagaimana peranan guru pengajian dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah?
3. Bagaimana peran Guru wisesa dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Tujuan Umum 
Tujuan umum dari pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan ini adalah sebagai acuan untuk menambah konsep pembelajaran pendidikan agama Hindu melalui Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. 
2. Tujuan Khusus 
Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari hasil penelitian yang diperoleh nantinya adalah : 
1) Untuk mengetahui peranan guru rupaka dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah.
2) Untuk mengetahui peranan guru pengajian dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah. 
3) Untuk mengetahui peran Guru wisesa dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah.

D. Manfaat Penelitian 
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
1. Manfaat Teoretis 
Mafaat teoretis dari hasil penelitian yang dilaksanakan ini adalah dapat dijadikan pedoman oleh para guru pendidikan agama Hindu Sekolah Dasar dalam mengefektifkan dan meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Hindu melalui Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.
2. Manfaat Praktis
1) Bagi mahasiswa hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengalaman dan merupakan kesempatan yang baik untuk mengaplikasikan teori-teori yang diterima di bangku kuliah dengan keadaan yang sebenarnya di Sekolah. 
2) Bagi Sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pada pihk sekolah untuk dapat mempermudah dalam pencapai tujuan pendidikan yang diharapkan oleh sekolah bersangkutan, terutama dalam hal mencapai kemajuan belajar pendidikan agama Hindu para siswanya.

E. Kajian Pustaka
Sukadana (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Ajaran Anresangsya dalam Meningkatkan Sikap Sosial Masyarakat Desa Nusa Sari kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana” bahwa ajaran Anresangsya sangat berperan dalam meningkatkan sikap sosial masyarakat Hindu di desa Nusa Sari. Bukti yang menyatakan bahwa ajaran Anresangsya sangat berperan di dalam meningkatkan sikap sosial di desa Nusa Sari adalah dengan implementasi rasa gotong royong, kasih-mengasihi, tolong menolong serta rasa saling menghargai diantara sesama anggota masyarakat melalui wadah desa Pakraman
Wiastuti (2007) dengan hasil penelitiannya yang berjudul “Peranan Pendidikan agama Hindu dalam Meningkatkan Nilai Etika Para Siswa pada siswa kelas V SD No. 2 Petandakan Tahun Ajaran 2008/2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Pendidikan agama Hindu yang diberikan di SD No. 2 Petandakan sangat berperan di dalam meningkatkan nilai-nilai etika para siswa kelas V, (2) Pendidikan agama Hindu yang diberikan di SD No. 2 Petandakan cukup signifikan di dalam meningkatkan nilai etika para siswa kelas V di SD No. 2 Petandakan. Adapun kontribusi dari kedua penelitian di atas adalah untuk membantu mencari dan menerapkan penerapan konsep ajaran Tri Guru untuk meningkatkan kemajuan belajar siswa di SD No. 1 Tegallinggah.
Suastika (2004) Penerapan Ajaran Anresangsya sebagai Dasar Prilaku Dalam Meningkatkan Sikap toleransi siswa SMP Negeri 2 Klungkung Tahun Ajaran 2003/2004 dinyatakan bahwa penerapan ajaran Anresangsya dapat digunakan sebagai dasar perilaku para siswa di SMP Negeri 2 Klungkung. Hal ini terbukti dari diterapkannya ajaran anresangsya ternyata sangat berperan positif di dalam meningkatkan sikap toleransi para siswa di SMP Negeri 2 Klungkung.
Sarjana (2003) dalam skripsinya yang berjudul “Ajaran Anresangsya sebagai Salah Satu Ajaran Etika dalam Mewujudkan Sikap Toleransi di SD No. 2 Yeh Embang Kecamatan Yeh Embang Kabupaten Jembrana “dinyatakan bahwa ajaran anresangsya merupakan dasar berprilaku untuk saling harga menghargai diantara sesama manusia dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
Suastini (2006) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Ajaran Tata Susila dalam Meningkatkan Nilai Etika Siswa SMP Negeri 1 Bangli Tahun ajaran 2005/2006” ditegaskan bahwa ajaran tata susila sangat berpengaruh terhadap pembentukan nilai etika siswa SMP Negeri 1 Bangli. Hal ini dapat dilihat dari taraf signifikansi 5 dan 1 % ternyata hasil penelitian menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara ajaran tata susila dengan pembentukan nilai etika siswa SMP Negeri 2 Bangli Tahun Ajaran 2005/2006. Kontribusi penelitian diatas adalah sebagai perbandingan dan pegangan dalam mencari pengaruh peranan Tri Guru di Sd No. 1 Tegallinggah dalam meningkatkan kemajuan belajar siswa.

F. Landasan Konseptual
Konsep merupakan salah satu syarat yang harus ada dalam kegiatan penelitian, atau penulisan karya ilmiah. Hal ini, disebabkan konsep mampu menggambarkan sejumlah Variabel terhadap topik yang diteliti. Konsep juga dipakai menjabarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan dibandingkan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, guna menjawab permasalahan yang akan diteliti (Juliari, 2007:10).
Konsepsi artinya pengertian, pendapat, paham, rancangan, atau cita-cita yang telah ada dalam pikiran (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke III, 2001:588). Penelitian terhadap topik tentang Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, maka konsep yang ditemukan adalah sebagai berikut :
1. Konsep Peranan
Istilah peranan telah dikemukakan oleh pakar ilmu sosial, salah satunya adalah Andremartin (2002:434) mengemukakan bahwa “peranan merupakan suatu yang menjadi bagian atau yang memegang suatu kepemimpinan terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa”.
Poerwadaminta (1984:785) menjelaskan bahwa kata “Peranan” diartikan suatu hal atau peristiwa, juga menurut Krida Laksana (1982:12) peranan diartikan sebagai lakon, bagian terutama fungsi jabatan. Sedangkan menurut Yulius (1982:121) menjelaskan bahwa “peranan” adalah tugas untuk melakukan suatu kewajiban. Pengertian peranan di atas kalau dikaitkan dengan Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng sangat penting, tanpa peran dari guru yang mengajar di sekolah dan orang tua yang mendidik di rumahnya, tidak akan mungkin dapat mengarahkan anak menjadi suputra dalam ajaran Agama Hindu.
Keluarga dalam meningkatkan sifat-sifat baik dalam membangun watak yang luhur keluarga harus bekerjasama dengan sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman dan menghargai segala usahanya. Begitu juga orang tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam mengarahkan cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumahnya, tidak disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orang tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial).
Keluarga terdiri dari Ayah, Ibu dan anak, ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerjasama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan dan dalam keluarga menyediakan situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak-anak sangat tergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, sosial moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua.
2. Konsep Tri Guru
Kalau berbicara masalah pengertian, maka terlebih dahulu penulis menguraikan sejarah nama arti tri guru. Tri Guru  terdiri dari dua kata yaitu Tri dan Guru. Tri artinya tiga (Purwadarmita, W. J.S. 1983:162). Guru artinya yang memberi pengajaran dan pendidikan. Dengan mengetahui arti tri guru itu dapat penulis asumsikan bahwa ketiga guru itu mempunyai tugas yang sangat berat baik itu guru rupaka, guru pengajian dan guru wisesa. Berangkat dari pada pengertian Tri Guru tersebut, gruu rupaka mempunyai kewajiban yang sangat berat.
Menurut ajaran agama Hindu orang tua disebut guru Rupaka yang merupakan salah satu bagain dari Catur Guru dan merupakan pendidikan pertama pada anak yang utama. Yang mana yang populer dalam masyarakat hanya tiga guru yaitu guru rupaka, guru pengajian dan guru wisesa. Yang disebut Tri guru atau “Tri Sinangguh Guru”. Hal ini disebabkan guru swadiaya (Tuhan Yang Maha Esa) sifatnya abstrak dan sulit dirasakan oleh panca indra. Sedangkan ketiga guru lainnya disaksikan secara nyata dan memberikan pembinaan-pembinaan serta pendidikan.
Bila dikaitkan dengan Tri Guru dengan tri Pusat Pendidikan maka memiliki kesamaan yaitu Tri Guru adalah tiga Guru yang memberikan pembinaan-pembinaan pendidikan sedangkan Tri pusat Pendidikan tiga lembaga pendidikan yang terdiri dari lembaga pendidikan informal, yaitu lingkungan keluarga yang mana anak-anak pertama kali dididik, dibina dan dibesarkan sebelum melangkah pada lembaga berikutnya. Yang bertanggung jawab pada fase pendidikan lingkungan keluarga adalah ibu dan bapak  atau orang tua anak yang dalam agama Hindu disebut Guru Rupaka.
Lembaga pendidikan selanjutnya adalah lembaga pendidikan formal dalam hal ini adalah tempat menuntut ilmu pengetahuan di bangku sekolah dibawah pengawasan dan tanggung jawab guru. Serta yang ketiga adalah pemerintah yang mana bertanggung jawab dalam membina dan memberikan pendidikan kepada anak-anak putus sekolah dan tamat belum mendapatkan pekerjaan adalah tugas dari guru Wisesa atau pemerintah. Peranaan Guru Rupaka atau orang tua dalam membeeerikan pendidikan dalam keluarga kepada anak didik yaitu dalam pustaka suci Sarasamuscaya sloka 242 disebut sebagai berikut:
Carirakt pranadata yasya cannami bhunjate, kramenaite traya 
‘pyaktan pitaro dharmashadane.
Tlu pratyakaning bapa, tingkahnya carirakrt,
Pranadata anandata, urip, anndata ngaraning maweh
Amangan angingwani wuh. (G. Pudja, 1981:130)
Artinya:
Tiga perinciannya yang disebut Bapa menurut tingkah lakunya, Carirakrta, pranadata dan anandata: carirakrta artinya yang menjadikan tubuh, Pranadata yaitu yang memberi hidup, dan Annadata artinya yang memberi makan serta yang mengasuhnya. Bila diperhatikan isi sloka diatas, inti pokok mengandung tiga kreteria keadaan ibu dan bapak yaitu:
1) Carirakrta dimaksudkan orang tua sebagai orang yang mengadakan tubuh anak-anak. Dari segi lahiriah kelahiran anak itu adalah merupakan kelahiran jasmani yang tidak kekal karena ia dilahirkan dari hawa nafsu orang tuannya. Disini dimaksudkan bahwa orang tua mempunyai kewajiban  secara langsung dan nyata mengadakan atau menciptakan anak-anaknya, dengan adanya persetubuhan dari kedua insan yang berbeda jenis kelamin melalui hubungan perkawinan yang sah. Jadi makna Guru Rupaka adalah guru yang mampu mengadakan tubuh anak dan membesarkannya.
2) Pranadata mengandung makna bahwa ibu dan bapak sebagai orang yang memberi hidup dan penghidupan. Ornag tua yang memelihara anak sehingga tumbuh besar secara jasmaniah, perlindungan dan mengatur kegiatan anak sehingga anak menjadi tumbuh dewasa.
3) Annadata adalah kedudukan orang tua yang memberi makan dan mengasuhnya, memberikan pembinaan, menanamkan keperibadian yang kuat, sikap mental yang sehat dan tingkah laku yang terpuji. 
Yang kedua adalah seorang guru di sekolah atau guru pengajian yang mempunyai tugas yang sangat berat yang harus dilaksanakan. Adapun yang menjadi tugas dan kewajiban guru pengajian itu adalah mendidik dan mengajar. Mendidik adalah usaha sadar yang dilakukan agar anak dapat berbuat, berkata, berpikir yang baik sesuai dengan ajaran Tri Kaya Parisuda dalam agama Hindu. Sedangkan mengajar adalah usaha sadar yang dilakukan oleh guru pengajian agar anak dapat menggunakan akal pikirannya secara cerdas.
Yang ketiga adalah Guru Wisesa atau pemerintah dalam hal ini pemerintah adalah guru dari masyarakat umum dalam wilayah kekuasaanya yang berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberi kesejahteraan bangsa secara material dan spritual. Demikian juga dalam ajaran agama Hindu telah lama tujuan pemerintah itu digariskan dalam pustaka suci yaitu: “Moksartam jagadhita ca iti dharma” yang artinya kesejahteraan didunia dan diakhirat. Dengan demikian pemerintah mempunyai tugas mensejahterakan seluruh rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa secara material dan spritual dengan memfasilitasi proses belajar mengajar di pendidikan formal maupun non formal, memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat, memfasilitasi kebutuhan masyarakat lainnya. 
3. Konsep Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar. Bagaimana belajar memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap (Dimyati, 2002 : 157). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar disuatu lingkungan belajar.
Sedangkan menurut Suparno (2002:43) pembelajaran diartikan sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain intraksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Dalam proses pembelajaran, oleh (Suparno 2002:54), diungkapkan bahwa pembelajaran ditunjang oleh beberapa kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh siswa yang meliputi : kemampuan siswa di dalam menerima materi pembelajaran, kemampuan bertanya, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan berkomunikasi.
Dari beberapa pendapat di atas tentang pembelajaran kalau dikaitkan dengan proses pembelajaran pendidikan Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dilaksanakan oleh Guru dan dibantu dengan masukan dari orang tua siswa untuk membantu anak didik mencapai kedewasaannya dalam bertingkah laku di lingkungan keluarga (rumah), lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat dunia pendidikan.
Pembelajaran Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng lebih meningkat berkat partisipasi orang tua yang disampaikan kepada guru sehingga hasil dari pembelajaran cukup meningkat dengan masukan dari orang tua siswa, melalui suatu wadah organisasi seperti komite ataupun penyampaian langsung kepala sekolah juga guru Agama Hindu Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng
4. Konsep Pendidikan
Bagi seorang pendidik atau guru, istilah pendidikan bukanlah asing baginya, malahan istilah pendidikan merupakan bentuk istilah yang sudah menyatu dengan kehidupan sehari-hari dengan profesinya sebagai pendidik walau demikian tidak sedikit kalau seorang pendidik apabila ditanya tentang pengertian pendidikan tersebut dengan tepat walaupun seumpama seorang pendidik telah berusaha melakukan tugas sesuai dengan hakikat kependidikannya. Hal demikian mungkin juga disebabkan penghayatannya tentang pendidikan secara teoretis walaupun ketika prakteknya dilapangan kurang tepat.
Untuk memberikan pengertian pendidikan secara jelas sebaiknya akan ditinjau terlebih dahulu pengertian istilah pendidikan tersebut. Istilah pendidikan adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu paeagogis. Kata ini akar katanya pais aryinya anak dan egain artinya membimbing (Natawidjaya, 1978:1). Jadi Paedagogis berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Sekarang perkataan paedagogis berarti ilmu pendidikan dan paedagogi berarti perbuatan mendidik. Sedangkan paedagoog berarti ilmu pendidikan (Brahmin, 1978 : 122). Didalam perumusan tentang arti pendidikan dapatlah dibedakan atas dua bagian yaitu pendidikan dalam arti sempit (khusus) dan pendidikan dalam arti luas (umum).
“Pendidikan dalam arti khusus atau sempit adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa untuk mencapai tujuan. Sedangkan pendidikan dalam arti luas dan umum adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain supaya ia atau mereka mencapai tingkat hidup dari penghidupan yang lebih tinggi. (Soetjipto,t.t:2).
Dengan demikian pendidikan dalam arti luas dan sempit disini tentu saja didalamnya mengandung pengertian mendidik, mengajar, dan melatih. Dari konsepsi tersebut dapat dikemukakan bahwa mendidik tidak lain merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, penuh kesadaran, dan rasa tanggung jawab untuk membimbing anak didik agar mereka memiliki watak dan kepribadian yang baik dan utuh.
Apabila konsep tersebut dijabarkan, maka tiga kegiatan tersebut yaitu mendidik, mengajar dan melatih pada hakekatnya merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan, karena masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri dan mengarah kepada pembentukan kegiatan tertentu dari kepribadian anak didik.
“Jelaslah bahwa mendidik lebih tertuju kepada pengembangan aspek-aspek moral, agama dan segi-segi keperibadian yang lain (sikap tingkah laku) sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. (Depdikbud, 1985:7).
Mengajar adalah memusatkan sasarannya pada pengisian ilmu pengetahuan serta meningkatkan kecerdasan peserta didik. Sedangkan melatih lebih dicurahkan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik didalam mempraktekkan atau mengamalkan hasil pendidikan dan pengajaran yang diterima. Dari pola berpikir itu jelaslah bahwa tidak tepat apabila seluruh usaha pendidikan hanya menitik beratkan pada pengembangan salah satu aspek kepribadian tersebut. Apabila dihubungkan dengan kekuatan (potensi) manusia sangatlah sesuai. Mendidik merupakan usaha yang lebih ditujukan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani, semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan dan lain-lain.
Menurut Ki Hajar Dewantara tokoh pendidikan Nasional Indonesia (dalam (Soetjipto,tt :10) mengatakan : “Pendidikan adalah suatu daya upaya untuk membina dan memajukan budi pekerti, pikiran dan tubuh dari anak”. Pendapat Ki Hajar Dewantara ini sesungguhnya sudah mengkhusus dalam artian sudah dirumuskan sedemikian rupa bahwa pendidikan dilakukan tidak saja untuk mempengaruhi orang lain semata-mata, tetapi bertujuan akan terjadi terjadi perubahan pada anak didik.
Menurut Dr. Hadari Nawawi mengatakan Pendidikan itu pada Hakikatnya merupakan usaha sadar untuk mengembangkan keperibadian dan kemampuan manusia baik dalam maupun di luar sekolah. Dalam buku pokok uraian belajar Proses belajar mengajar dan disusun oleh Biakta (tt:2-3) disebutkan “Bahwa manusia sebagai keterpaduan jiwa dan raga itu sudah terpisah maka manusia yang dimaksud tidak ada lagi. Individu berasal dari indivedere yang artinya tak terbagi. Jadi manusia yang merupakan kebulatan keterpaduan antara jiwa raga, jasmani, lahir batin. Di samping itu manusia juga tidak bisa dipisahkan dengan lingkungan, sebagai makluk sosial maksudnya sejak lahir manusia itu memiliki potensi susila, dengan adanya potensi susila itu ia sanggup pula berbuat susial, dengan dasar potensi susila itu manusia dapat dididik untuk mengenal nilai sosial itu sendiri”.
Memahami pendapat di atas, maka manusia itu disamping sebagai mahkluk sosial yang merupakan keterpaduan dari unsur jasmani dan rohani, memiliki watak dan keperibadian yang luhur. Dengan demikian berarti pula pendidikan tidak mengesampingkan apek-aspek yang terdiri atas badan jasmani dan rohani manusia.
Ilmu pendidikan secara garis besarnya ada tiga aliran mengenai mungkin tidaknya manusia itu dididik, aliran tersebut antara lain : Pendidikan dapat memebntuk sifat-sifat manusia. Tokoh besar aliran Emperisme adalah John Lock mengatakan : tiap-tiap individu lahir bagaikan kertas putih tersebut “Brahmin, 1968:125). Teori ini terkenal dengan sebutan teori tabularasa. Lingkunganlah yang menentukan pribadi seseorang karena lingkungan itu relative dapat diatur dan dapat dikuasai oleh manusia maka teori ini bersifat optimis dengan perkembangan tiap-tiap pribadi. Sehingga teori ini disebut juga optimisme paedagogik yang mempunyai proses belajar secara “Trial and Eror”.
Kedua adalah aliran Nativisme yang mempunyai pandangan bahwa perkembangan pribadi manusia hanya ditentukan oleh faktor hereditas. Tokoh aliran ini adalah Nathuur Schopenhauer yang menganggap faktor yang bersifat kodrati dari kelahiran tidak dapat dirubah oleh pengaruh alam sekitar termasuk pendidikan tidak memegang peranan. “Peranan yang pendidikan diberikan hanya bersifat menyediakan alat-alat yang berguna bagi pertumbuhan, perkembangan, perkembangan Si terdidik menurut pembawaannya. Aliran Nativisme ini terkenal dengan sebutan pesimisme paedagogik” (Barnadib, 1985 : 49). Maksud dari teori ini adalah pendidikan atau lingkungan tidak menentukan perkembangan manusia.
Ketiga adalah aliran Konvergensi yaitu aliran yang mempertemukan kedua paham di atas. “Aliran ini (dalam Purwanto, 1984 :10) berpendapat bahwa bagaimanapun kuatnya aliran ini namun kurang relitas. Suatu kenyataan bahwa potensi hereditas yang baik saja, pengaruh lingkungan pendidikan pasitif tidak akan membina keperibadian yang ideal”. Sebaliknya lingkungan meskipun lingkungan yang positif yang maksimal tidak akan menghasilkan keperibadian yang ideal tanpa ditunjang oleh faktor hereditas yang baik. Oleh karena itu perkembangan pribadi manusia sesungguhnya adalah hasil kerjasama kedua faktor intern atau potensi heriditas maupun fakro eksternal yaitu lingkungan pendidik. Lingkungan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap perkembangan manusia yang dapat berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung. Walaupun hereditas (pembawaan) itu baik, namun lingkungannya sangat buruk memungkinkan manusia itu menjadi buruk, begitu juga sebaliknya. Jadi lebih jelasnya perkembangan manusia ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor hereditas (pembawaan) da faktor lingkungan.
Tokoh aliran ini atau konfergensi adalah William Sterm. Dalam memberikan pendidikan peraturan-peraturan harus diterapkan, sebab tanpa peraturan yang mengikat, tujuan pendidikan itu tidak akan dicapai. Peraturan-peraturan yang diterapkan hendaknya memberikan kesempatan terhadap perkembangan anak, sehingga dengan kesempatan itu anak akan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Pendiidkan hanya mengikuti dari belakang (Tut Wuri Handayani), sedangkan anak sendiri menentukan arahnya, guru hanya menjaga kemungkinan-kemungkinannya. Kewibawaan adalah daya rohani yang keluar dari seseorang dan mempengaruhi orang lain yang menerima dengan iklas hati dan sukarela, (Soetjipto, tt:12). Orang dewasa juga dapat menerima pengaruh dari orang lain, seperti pengaruh itu diterima dengan pertimbangan menurut pendapatnya sendiri.

G. Landasan Teori
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan serta kajian yang telah diuraikan di atas, maka dalam kerangka teori ini akan dicoba mengemukakan beberapa pokok pemikiran dari beberapa teori yang akan dijadikan landasan berpikir. Hal ini mengacu kepada konsep bahwa teori dapat bertindak sebagai alat dalam ilmu pengetahuan. Teori mencoba menjawab pertanyaan mengapa (why) dan bagaimana (how).
Teori dapat memberikan landasan penjelasan dan prediksi. Teori dalam pengertian ilmiah bertujuan hanya satu yaitu menjelaskan hubungan dari aktivitas yang diamati. Teori dapat juga dimanfaatkan untuk mensistematiskan dan mengorganisasikan pengalaman sehari-hari serta dari kesistematisan pengorganisasian pengalaman sehari-hari kemudian diharapkan dapat mengembangkan suatu hipotesa khusus yang diberikan kepda tes emperik melalui proses penelitian.
Dewzin dalam Suamba (tt:5) teori bisa dimanfaatkan untuk memberikan wawasan dan mengatur atau mengarahkan jalannya proses penelitian. Terkait dengan hal tersebut berdasarkan atas latar belakang, rumusan, serta tujuan penelitian yang telah dikemukakan, maka dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Sikap, teori Fakulti, dan teori Fenomenologis dan teori tindakan beralasan.
1. Teori Sikap
Teori sikap digunakan dalam penelitian ini, mengingat untuk merealisasikan ajaran anresangsya diwujudkan ke dalam bentuk sikap, seperti sikap toleransi, sikap tenggang rasa, sikap saling hormat menghormati dan sebagainya. Sehubungan dengan alasan tersebut di atas, maka :
Lange, (dalam Zaifudin Azwar, 1995 : 6) menyatakan sikap adalah respons untuk menggambarkan kesiapan subyek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba. Kesiapan yang terdapat dari individu untuk memberikan respons disebut task attitude. Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood, (dalam Zaifuddin, 1995 : 4) menyatakan sikap adalah suatu bentuk evaluasi reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak memihak terhadap obyek tersebut.
Demikian juga Krech dan Crutchfield, (1948:152) menyatakan bahwa sikap diartikan sebagai susunan proses-proses motivasi, emosi, persepsi dan kognisi yang terus menerus dalam hubungannya dengan beberapa aspek dari dunia kehidupan individu. Aspek-aspek dari dunia kehidupan individu sangat kompleks, baik berwujud lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Karena kompleksnya dunia kehidupan individu maka pola-pola tingkah laku individu akan bervariasi satu sama lain di dalam merespon obyeknya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal sehingga reaksi individu terhadap suatu obyek adalah bersifat khas dan dalam situasi yang khas pula. Reaksi sikap terhadap suatu obyek dapat bersifat positif atau negatif.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dicermati bahwa sikap adalah suatu respons seseorang terhadap suatu obyek sebagai perantara antara respons dan obyek yang bersangkutan. Sikap itu senantiasa terarah pada hal atau suatu objek, dan tidak ada suatu sikap tanpa objeknya. Objek dari pada sikap dapat berupa benda, orang, peristiwa, situasi yang khas, norma-norma, nilai-nilai dan hasil kebudayaan lainnya yang dapat menimbulkan kecenderungan individu untuk merespon dengan cara-cara tertentu. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka sikap dimaksudkan adalah sikap tidak mencuri, berselisih, membunuh, dan sikap kasih mengasihi sebagai pernyataan sikap kasih sayang terhadap semua makhluk ciptaan Tuhan.
2. Teori Fakulti (Faculty Theory)
Jalaludin, (2002 : 56) teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu bersumber pada suatu faktor yang tunggal, tetapi terdiri atas beberapa unsur seperti fungsi cipta (reason), rasa (emotion), dan karsa (will). Demikian pula aktivitas manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi dan ditentukan oleh ketiga fungsi tersebut. Ketiganya berfungsi antara lain :
1). Cipta (reason) berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan seseorang.
2). Rasa (emotion) menimbulkan sikap bathin yang seimbang dan positif dalam menghayati ajaran agma.
3). Karsa (will) menimbulkan ramalan-ramalan doktrin keagamaan yang benar dan logis.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini teori Fakulti yang digunakan adalah teoti fakulti yang sesuai dengan topik permasalahan yang sedang diteliti dan sedang dilaksanakan, sesuai dengan pendapat dari Dr. Zakiah Derajat yang menyatakan bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok. Selain dari kebutuhan jasmani dan rohani, manusiapun mempunyai kebutuhan akan adanya keseimbangan agar tidak mengalami tekanan. Unsur-unsur kebutuhan yang dimaksud adalah :
1). Kebutuhan akan rasa kasih sayang yaitu kebutuhan yang menyebabkan manusia mendambakan rasa kasih.
2). Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan yang mendorong manusia mengharapkan adanya perlindungan.
3). Kebutuhan akan rasa harga diri yaitu suatu kebutuhan yang bersifat individual yang mendorong manusia dihormati dan dihargai oleh orang lain.
4). Kebutuhan akan rasa bebas yaitu suatu kebutuhan yang menyebabkan seseorang bertindak secara bebas, untuk dibina dalam bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya.
5). Kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal) yaitu kebutuhan yang menyebabkan manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu.
Jalaludin (2002 : 62), menyatakan bahwa menurut Dr. Derajat selanjutnya gabungan dari keenam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama. Melalui agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama secara baik maka kebutuhan akan rasa kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri, rasa bebas, rasa sukses dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.
Terkait dengan penelitian tentang Peran Tri Guru Dalam Meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, maka teori fakulti ini digunakan untuk membedah tentang penerapan ajaran Tri Guru oleh guru kepada siswa, untuk mampu meningkatkan kualitas etika serta membangkitkan keenam rasa kebutuhan di atas untuk nantinya para siswa mampu di dalam menerapkannya dengan teman-temannya di sekolah, sehingga kualitas etika para siswa menjadi semakin baik.
3. Teori Fenomenologi
Moleong (2007 : 16) dinyatakan bahwa analisis fenomenologis berusaha mencari untuk menguraikan ciri-ciri dunianya, seperti apa aturan-aturan yang terorganisasikan, dan dengan aturan apa objek dan kejadian itu berkaitan. Peneliti berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu.
Kaitannya dengan penelitian yang dilaksanakan, maka fenomenologis dipakai untuk mengeksplorasi dan menganalisa permasalahan ciri-ciri dari para siswa di SD No. 1 Tegallinggah yang mengalami krisis nilai etika dengan berbagai indikator permasalahan yang sering terjadi di sekolah, sebagai salah satu kejadian yang berkaitan peristiwa yang terjadi pada situasi tertentu, yaitu ketika para siswa yang berselisih paham, tidak jujur, membunuh, berkata bohong dan mencuri.
4. Teori Tindakan Beralasan
Teori tindakan beralasan menyatakan untuk tidak memahami, tetapi juga agar dapat memprediksi prilaku. Ajzen dan Fisbein (dalam Brehm dan Kasin yang dikutip oleh Azwar (2003 : 11) mengemukakan bahwa teori tindakan beralasan (teory of reasonedaction). Dengan mencoba melihat antesenden prilaku volusional (prilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri), teori ini didasarkan atas asumsi-asumsi : (1) Bahwa manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal, (2) Bahwa manusia mempertimbangkan informasi yang ada, (3) Dan bahwa secara eksplisit manusia memperhitungkan implikasi tindakan mereka.
Teori Tindakan Beralasan mengatakan bahwa sikap mempengaruhi lewat proses pengambilan keputusan yang diteliti dan beralasan, dampaknya terbatas pada tiga hal yaitu : (1) Prilaku tidak banyak dilakukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang spesifik terhadap sesuatu, (2) Prilaku dipengaruhi tidak saja oleh sikap, tapi norma-norma subjektif atau keyakinan kita mengenai apa yang orang lain inginkan agar kita perbuat, (3) Sikap terhadap suatu prilaku bersama norma-norma subjektif membentuk suatu intensi atau niat untuk berprilaku tertentu.
Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilaksanakan ini, teori tindakan beralasan digunakan sebagai landasan berpikir untuk menelusuri kualitas sikap para siswa yang ada di SD No. 1 Tegallinggah , terutama terhadap sikap yang mencerminkan ajaran Tri Guru.

H.  Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1) Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Moleong (1993:4) disebutkan bahwa penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu sentuhan (entity). Hal ini berarti bahwa penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami, yang berupaya untuk memahami, memberi tafsiran pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. (Salim, 2001:5) Suripan Sadi Hutomo (dalam Sudikan, 2001:85-86) dikatakan bahwa sumber data penelitian kualitatif bersifat alamiah, artinya peneliti harus memahami gejala emperik (kenyataan) secara langsung dalam kehdiupan sehari-hari masyarakat.
Nasution (1996:1). Mustafa (dalam Alwasilah. 2002:2) dalam bidang pendidikan penelitian kualitatif bisa mengambil berbagai bentuk dan dilaksanakan dalam berbagai latar. Oleh karena itu rancangan yang dipergunakan bersifat fleksibel dan sementara, karena akan selalu disempurnakan dan disesuaikan secara terus menerus dengan kenyataan yang ada di lapangan. Moleong (199:7) secara tegas menyatakan bahwa penelitian kualitatif tidak menggunakan desain penelitian yang disusun secara ketat dan kaku sehingga tidak dapat diubah lagi, melainkan bersifat fleksibel. Dengan demikian desain dalam penelitin ini bersifat sementara dan akan diadakan perubahan-perubahan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.
Nawawi (dalam Nurjanah dkk. 2000:22) dinyatakan bahwa penelitian deskriptip memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1) Memusatkan perhatian pada masalah yang ada pada saat penelitian dilakukan (saat sekarang) atau masalah yang bersifat aktual, 2). Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya, diiringi interpretasi rasional. Masalah yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah masalah konsep ajaran Tri Guru yang diharapkan dapat membina dan memupuk rasa saling mengasihi dan saling menghargai diantara makhluk ciptaan Tuhan pada siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng, akan digambarkan apa adanya, disertai komentar-komentar yang bersifat rasional.
2) Jenis Penelitian
Bercermin pada pendapat di atas, maka penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan (field research) yang bertujuan untuk mengamati penerapan ajaran anresangsya yang dilaksanakan oleh para Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. 
Berdasarkan alasan atau pendapat di atas, maka jenis penelitian yang dilaksanakan ini bisa dikatakan tergolong ke dalam penelitian kualitatif tipe studi kasus (case studi), karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah kasus aktual yang alami, yakni penerapan ajaran Tri Guru dalam meningkatkan Kemajuan Belajar Siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng.
Salim (2001:92) secara tegas dikatakan bahwa studi kasus merupakan salah satu metode atau strategi penelitian kualitatif yang muncul pada masa keemasan penelitian kualitatif yang bersifat spesifik, khusus dan bersifat lokal sehingga amat sesuai dengan momentum postmodernisme yang menjadi acuan paradigma baru dalam penelitian kualitatif masa kini.
Sehubungan dengan pernyataan di atas, Sudjana dan Ibrahim (dalam Nurjanah, 2005:5) direkomendasikan beberapa petunjuk dalam melaksanakan studi kasus bidang pendidikan sebagai berikut :
(1) Menemukenali siswa sebagai kasus, artinya menetapkan siapa-siapa diantara siswa yang mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus.
(2) Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa. Dalam langkah ini guru sebaiknya mewawancarai siswa untuk menentukan jenis masalah yang dihadapi siswa tersebut.
(3) Mencari bukti-bukti lain untuk lebih meyakinkan kebenaran masalah melalui pengamatan terhadap prilaku siswa, bertanya pada teman terdekatnya, bila perlu minta penjelasan kepada orang tuanya.
(4) Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berbagai aspek yang berkenaan dengan kehdiupan siswa itu sendiri.
(5) Menganalisa sebab-sebab tersebut dan menghubungkannya dengan tingkah laku siswa agar diperoleh informasi yang lengkap mengenai latar belakang siswa.
2. Data dan Sumber Data
Menurut Hadi (1985:136) dinyatakan bahwa data adalah bahan mentah yang tidak berarti apa-apa, jika tidak segera diolah. Sementara itu menurut Margono (1996:23) menyatakan bahwa data adalah informasi yang diperoleh langsung dari sumber informasi yang masih bersifat mentah, sehingga data perlu segera diolah. Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa data adalah informasi yang diperolah secara langsung dari sumber informasi yang masih bersifat mentah, sehingga harus segera diolah untuk bisa disajikan ke dalam bentuk hasil penelitian.
Pekerjaan mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif pada umumnya melalui fieldwork, yaitu suatu pekerjaan mencatat, mengamati, mendengarkan, merasakan, mengumpulkan dan menangkap semua fenomena data dan informasi tentang kasus yang diselidiki. (Salim, 2001:99). Sementara menurut Lofland dan Lofland (dalam Moleong 1993:112) bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan sebagainya.
Sejalan dengan pendapat di atas, maka data dalam penelitian ini berupa informasi atau rekaman mentah tentang kesulitan belajar pendidikan agama Hindu yang dialami oleh para siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Adapun data yang direkam adalah data yang muncul secara alamiah sesuai dengan gejala emperik yang ada di lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1993:4) penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu bentukan (entity). Ini berarti bahwa penelitian kualitatif bekerja pada setting yang alami yang berupaya untuk memahami, memberi tafsiran, pada fenomena yang dilihat dari arti yang diberikan orang-orang kepadanya. Salim (2001:5). Hadisutomo (dalam Sudikan, 2001:85-86) bahwa sumber data penelitian kualitatif bersifat alamiah artinya peneliti harus berusaha memahami gejala emperik (kenyataan) secara langsung dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Sumber data menurut Moleong (2007:157) dinyatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualittaif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan sebagainya. Sedangkan menurut Lofland (1984:47), (dalam Moleong, 2007:157) dinyatakan bahwa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai adalah merupakan sumber data utama. Sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka sumber data dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh melalui hasil mengamati dan wawancara, serta mencatat secara sistematis hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan data skunder.
Data primer menurut Margono. (1996:26) adalah data yang langsung diperoleh dari sumber informasi pertama, seperti data hasil wawancara, data hasil observasi dan sebagainya. Sedangkan menurut Moleong (2007:159) data primer adalah data yang diperoleh melalui pengamatan berperan serta dan data hasil wawancara langsung dengan informan. Dalam kaitannya dengan penelitian yang dilaksanakan ini, maka data primer yang dikumpulkan adalah data tentang perilaku guru dan siswa bukan saja terhadap perilaku yang tampak, tetapi lebih jauh adalah makna yang terkandung di dalam proses pembelajaran. Data primer selain data yang telah disebutkan di atas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah data tentang gagasan, ide, pandangan, motif-motif yang melandasi atau alasan-alasan yang terkait dengan permasalahan penelitian.
Sedangkan data sekunder menurut Moleong (2007:159) dinyatakan bahwa data sekunder adalah data di luar kata-kata dan tindakan berupa buku, majalah ilmiah, dokumen pribadi, arsip-arsip, majalah dan sebagainya. Sementara menurut Margono (1985:23) dinyatakan bahwa data sekunder adalah data yang diperoleh melalui sumber kedua, seperti buku, majalah, surat kabar, buletin majalah dan sebagainya. Dari kedua uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa data sekunder adalah data di luar kata-kata dan tindakan, berupa buku-buku, surat kabar, majalah, catatan pribadi dan sebagainya.
Menggunakan sumber-sumber data seperti di atas, diharapkan perolehan data menjadi lebih kaya dan memadai. Di samping tujuan tersebut di atas hal ini juga bertujuan untuk memberikan peluang untuk melakukan pengecekan silang, sehingga kesahihan data yang diperoleh serta keabsahan datanya bisa lebih terjamin.
3. Teknik Penentuan Informan
Informan dalam penelitian ini ditunjuk dan ditetapkan secara Purposive Non Random Sampling, Margono (1985:74) dinyatakan bahwa teknik purposive non random sampling adalah cara pengambilan sampel berdasarkan kepada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya. Nawawi (1983:112) dinyatakan bahwa teknik purposive non random sampling adalah cara pengambilan sampel berdasarkan kepada ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang telah diketahui sebelumnya, serta diambil secara sembarangan tetapi dengan memberikan kesempatan kepada seluruh subjek penelitian untuk di pilih.
Penelitian ini yang ditetapkan sebagai informan adalah Kepala Sekolah, dua orang guru agama Hindu, guru PKN dan lima orang siswa yang ditetapkan sebagai informan kunci sebanyak 8 orang. Di samping para informan di atas, dalam penelitian ini juga ditunjuk beberapa orang informan tambahan. Orang-orang yang ditunjuk sebagai informan tambahan adalah orang-orang yang benar-benar memahami tentang konsep ajaran anresangsya, yang ditunjuk secara snowball sampling, yang artinya wawancara sambil lalu. Jika tingkat kejenuhan perolehan data belum didapatkan maka dilanjutkan pencarian data dengan menanyakan lebih lanjut kepada informan yang ditemui di tengah jalan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi atau pengamatan berperan serta, wawancara serta pencatatan dokumen sebagai metode pelengkap. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan penelitian ini adalah segala alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian deskriptif kualitatif, seorang peneliti biasanya menjadi kunci utama dalam mengumpulkan data yang diperlukan.
Penelitian ini peneliti sekaligus bertindak sebagai instrumen penelitian. Moleong (1993:4), Nasution (1996:54) menegaskan bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti sediri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Sementara Bogdan dan Biklen (1992:29) menyatakan bahwa qualitative research has the natural setting the direct source of the researcher is the key instrument. Peneliti sebagai instrumen dalam hal ini dapat didukung dengan berbagai alat bantu pengumpul data seperti pedoman wawancara, pedoman observasi alat-alat perekam dan sebagainya.
1) Teknik Observasi/Pengamatan Berperan Serta
Black dan Champion, (dalam Suprayogo dan Tobroni (2001:169-170) membagi metode pengamatan (observasi) atas dua kelompok yaitu (1) metode observasi partisipan dan (2) metode observasi non partisipan. Dalam observasi partisipan peneliti dapat berperan ganda, karena terlibat langsung dengan obyek penelitian yang diteliti sehingga peneliti dapat lebih leluasa (enjoy) dan lebih akrab dengan subyek yang diteliti serta memungkinkan bertanya secara lebih teliti, lebih rinci dam lebih detail. Observasi non partisipan tidak hanya menuntut keterlibatan peneliti terfokus terhadap kegiatan/fenomena dari subjek yang diteliti. Penelitian kualitatif dimana peneliti terfokus pada bagaimana mengamati, merekam dan mencatat fenomena yang diteliti.
Bachtiar (1977:145) mengemukakan bahwa seorang pengamat harus mencatat segala sesuatu yang dianggap penting agar kemudian dapat membuat laporan mengenai hasil pengamatannya.
Sehubungan dengan teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini, Merriam (dalam Alwasilah, 2002:219-220) diidentifikasi empat kategori pengobservasi, yaitu : (1) peserta penuh (complete participant) peneliti sebagai kelompok yang diamati. Peneliti menyembunyikan identitas dirinya sebagai pengamat, (2) peserta sebagai pengamat (participant as observer) peran peneliti sebagai pengamat diketahui oleh kelompoknya dan kegiatannya itu kurang dominan dibandingkan dengan dirinya sebagai anggota kelompok, (3) pengamat sebagai peserta (observer as participant), peneliti sebagai pengamat diketahui oleh kelompok yang diamati. Partisipasinya dalam kelompok kurang dominan dibandingkan dengan perannya sebagai pengamat dan (4) pengamat penuh (complete observer) pengamat tersembunyi sehingga responden tidak mengetahui bahwa dirinya sedang diamati. Sementara Moleong (1933:126) mengatakan bahwa pengamatan dapat dibagi menjadi dua yaitu pengamatan berperan serta dan pengamatan tidak berperan serta.
Teknik observasi atau pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan terlibat atau pengamatan berperan serta. Aspek-aspek yang diamati adalah lingkungan pada pola pendekatan pembelajaran agama Hindu yang diterapkan dalam proses pembelajaran agama Hindu yang dilaksanakan Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Dalam pengamatan yang dilakukan tidak saja dilakukan perekaman terhadap prilaku yang tampak, akan tetapi yang penting adalah tentang makna yang terkandung di dalamnya, sehingga pemahamannya menjadi lebih utuh. Peneliti dalam hal ini terlibat secara langsung di dalamnya. Adapun yang diamati adalah aktivitas guru dalam memberikan pengajaran Panca Yama Brata serta sebagai pengajar dan aktivitas siswa sebagai pebelajar serta pengikut pengajaran pendidikan agama Hindu tentang materi Panca Yama Brata.
Sedangkan proses pembelajaran yang diobservasi direkam dengan tape recorder disertai dengan catatan-catatan terhadap data temuan yang dianggap penting, untuk menghindari data yang hilang. Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1993:100) bahwa alat penelitian penting yang biasanya digunakan adalah catatn lapangan (field notes). Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat sendiri oleh peneliti pada saat peneliti mengadakan pengamatan, wawancara atau pada saat peneliti menyaksikan suatu kejadian atau peristiwa tertentu. Catatan-catatan tersebut bisa dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok-pokok utama, yang selanjutnya akan disempurnakan oleh peneliti kemudian.
2) Teknik Wawancara Mendalam
Salah satu teknik yang dipergunakan untuk mendapat data dalam penelitian kualitatif tipe studi kasus adalah wawancara/interview. Hal ini sesuai dengan pendapat Yin (2000:108) dikatakan salah satu sumber informasi studi kasus sangat penting adalah wawancara. Teknik ini dilaksanakan baik terhadap siswa yang mengalami kesulitan berinteraksi dalam belajar agama Hindu, terhadap guru pengajar pendidikan agama Hindu, maupun orang tua siswa.
Penelitian ini wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Teknik ini digunakan untuk menjaring data yang berhubungan dengan gejala sosio kultural atau sosial keagamaan yang bersifat kompleks. Teknik ini juga bisa digunakan untuk menggali pendapat informan, mengenai pengalaman, gagasan, ide, pandangan para informan lengkap dengan alasan-alasan atau motif-motif yang melandasinya, terutama yang terkait dengan permasalahan penelitian yang sedang dilaksanakan. Agar wawancara lebih terarah, maka dalam pelaksanaan wawancara digunakan pedoman wawancara (interview guide) dalam bentuk terbuka, yang berfungsi sebagai pedoman yang bersifat fleksibel dan pertanyaan berikutnya berdasarkan kepada jawaban informan terhadap pertanyaan sebelumnya. Selain itu dilakukan pula wawancara kausal, yaitu wawancara sambil lalu dengan informan yang dijumpai secara kebetulan pada tempat-tempat tertentu.
Moleong (2000:135) mengatakan bahwa teknik wawancara digunakan dalam mengumpulkan data untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan dengan bercakap-cakap berhadapan muka antara orang yang memberikan keterangan dengan si peneliti. Mardalis (1989:64) mengatakan bahwa wawancara dapat dikatakan sebagai percakapan antara dua pihak yaitu pewawancara (interviuwer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviuwee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Sementara Suparno (1995:441-442) wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan suatu keterangan tentang suatu kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirin-pendirin mereka itu merupakan pembantu utama dari metode observasi. Lowongan dalam data yang tidak dapat dicatat dengan metode observasi harus diisi dengan data yang didapat dari hasil wawancara.
Hal-hal yang ditanyakan atau dijadikan bahan wawancara dalam penelitian ini adalah menjaring data yang berhubungan dengan gejala sosio kultural atau sosial keagamaan yang bersifat kompleks. Teknik ini juga bisa digunakan untuk menggali pendapat informan, mengenai pengalaman, gagasan, ide, pandangan para informan lengkap dengan alasan-alasan atau motif-motif yang melandasinya, terutama yang terkait dengan permasalahan penelitian yang sedang dilaksanakan. Adapun hal-hal yang ditanyakan kepada para siswa meliputi kesulitan, minat dan motivasi mereka terhadap pelajaran agama Hindu, pandangan mereka terhadap pentingnya belajar agama Hindu, kualitas guru pengajar pendidikan agama Hindu, perhatian serta bantuan orang tua terhadap pemahaman para siswa tentang konsep ajaran agama Hindu, sarana dan prasarana penunjang pembelajaran agama Hindu, serta kesulitan-kesulitan siswa dalam berinteraksi dalam belajar pendidikan agama Hindu di kelas. Yin (2000:108-109) dinyatakan bahwa wawancara bisa mengambil beberapa bentuk. 
Yang paling umum digunakan  dalam studi kasus adalah wawancara bertipe open ended. Dalam wawancara tersebut peneliti dapat bertanya kepada informan kunci tentang fakta-fakta suatu peristiwa di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada. Dalam beberapa situasi bahkan peneliti bisa meminta kepada informan untuk mengetengahkan pendapatnya sendiri terhadap peristiwa tertentu dan menggunakan posisi tersebut sebagai dasar penelitian selanjutnya. Yang ditanyakan kepada guru pendidikan agama Hindu adalah faktor-faktor penyebab kesulitan menerapkan pembelajaran agama Hindu yang dialami oleh para guru, motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran pendidikan agama Hindu, alokasi jam pertemuan dengan rentangan materi yang dituntut dalam pelajaran pendidikan agama Hindu, keterkaitan antara materi dengan kebutuhan siswa, dan aspek-aspek pengajaran agama Hindu yang menyulitkan siswa untuk bisa menuntaskan materi pembelajaran agama Hindu.
Untuk memudahkan pencarian data, maka disiapkan pedoman wawancara yang mengacu pada kisi-kisi interview guide atau kisi-kisi pedoman wawancara (terlampir).
3) Teknik Pencatatan Dokumen
Selain teknik pengamatan berperan serta dan wawancara dalam penelitian ini juga menggunakan teknik pencatatan dokumen. Perolehan data dengan teknik ini kebanyakan dari sumber bukan manusia, diantaranya adalah dokumen-dokumen, data statistik, surat resmi atau media massa. Adapun data-data yang diperoleh melalui teknik dokumentasi ini adalah mengenai jumlah guru dan siswa, tata tertib sekolah, struktur organisasi sekolah dan struktur organisasi komite sekolah. Selain itu studi kepustakaan tidak pula bisa diabaikan. Penggunaan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi satu dengan yang lainnya saling melengkapi dalam konteks triangulasi data. Dengan demikian, data yang terkumpul diharapkan lebih terjamin kesahihannya.
5. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan analisis deskriptif kualitatif. Analisis menurut Patton (dalam Moloeng, 1993 : 103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar agar dapat ditafsirkan. Nasution (1996 : 126) dijelaskan bahwa tanpa kategori atau klasifikasi data akan terjadi chaos. Tafsiran atau interprestasi artinya memberikan makna pada analisis, menjelaskan pola atau kategori dan mencari hubungan antara berbagai konsep. Hal ini dilakukan secara terus menerus sejak awal sampai akhir penelitian untuk selanjutnya dapat ditarik simpulan hasil penelitian. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisa data adalah sebagai berikut : 
Menggunakan model analisis data seperti di atas, diharapkan untuk menghasilkan suatu deksripsi yang akurat dan membumi atau terkait dengan sosiokultural sekolah yang ditelaah. Dalam upaya analisis data yang dilakukan, ditempuh beberapa cara sebagai berikut :
1) Reduksi Data
Dalam usaha  mereduksi  data  ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain :
(1) Pengkodean Data 
Miles dan Huberman (1984 : 193) mereduksi data diartikan sebagai suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Reduksi data disini dimaksudkan adalah dalam bentuk pemberian kode, mana data yang valid dan mana data yang tidak cocok dan akan dibuang, sehingga akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan final. Nasution (1996 : 129) juga menegaskan bahwa laporan data lapangan sebagai bahan mentah, disingkatkan, direduksi, disusun yang lebih sistematis, sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang telah direduksi diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan.
Pengkodean data dimaksudkan untuk memudahkan analisis data agar lebih efektif dan efisien. Untuk itu semua data yang diperoleh selanjutnya diberikan kode sebagai berikut : 
a. Data wawancara beserta rekamannya diberikan kode dengan huruf (W). 
b. Informan yang diwawancarai diberi kode huruf (S) untuk mewawancara dengan siswa, (G) untuk hasil wawancara dengan guru dan (SB) hasil wawancara dengan informan yang ditunjuk secara snowball. 
c. Nomor pertanyaan dalam interveiw guide / pedoman wawancara diberi kode angka arab yaitu 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. 
Kegiatan pengkodean data sesungguhnya telah dimulai sejak kegiatan mencari data mulai dilakukan. Data-data yang dicatat baik melalui kegiatan wawancara maupun observasi telah diberikan kode pada setiap melakukan analisis data.
2) Pembuangan Data 
Penelitian ini difokuskan pada kualitas nilai etika dan kesulitan penanaman konsep etika melalui berbagai pendekatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru agama Hindu, kesulitan belajar agama Hindu, kesulitan belajar agama Hindu yang dialami para siswa. Data yang dipergunakan atau dianalisis serta dimanfaatkan dalam penelitian ini adalah data yang relevan dengan topik penelitian. Data yang direduksi atau dibuang adalah data yang tidak terkait dengan permasalahan yang ada dalam peneltiian yang dilaksanakan. Oleh karena data yang terkumpul dalam peneltiian kualitatif yang dilaksanakan sangat banyak, sehingga kemungkinan ada data-data yang harus dibuang. Nasution (1996 : 128) dibuktikan bahwa data yang terkumpul di lapangan dalam pengumpulan data merupakan laporan yang bersifat mentah yang patut disusun, difokuskan pada hal-hal penting, disusun lebih sistematis, dan dibuang apabila data itu tidak dibutuhkan dalam analisis data. 
Data yang dijaring dalam penelitian ini hanyalah data yang terfokus serta sesuai dengan tujuan penelitian yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, data-data yang terkumpul tetapi tidak terkait dengan tujuan penelitian akan dibuang. Pembuangan data yang dilakukan seperti ilustrasi berikut : 
3) Transformasi Data 
Transformasi data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengubah bentuk data menjadi bentuk lain, sehingga data menjadi efektif dan efisien tanpa mengubah atau menghilangkan substansinya. Data yang ditransformasi dalam penelitian ini hanyalah data yang dipergunakan dalam analisis data, berupa data jawaban dari para informan yaitu siswa, guru, orang tua dan informan lainnya. 
Data yang diperoleh melalui hasil pengamatan dan wawancara dalam penelitian ini cukup baik, sehingga tidak perlu diadakan pengubahan bentuk data. Data yang terekam atau tercatat sesuai dengan apa yang di lapangan, oleh sebab itu dalam aktivitas reduksi data ini tidak ada kegiatan transformasi data yang perlu dilakukan. 
4) Penglompokan Data 
Aktivitas penglompokkan data dilakukan untuk mengklasifikasikan kejenuhan data. Jika data dari informan satu atau dari hasil satu telah terjadi secara berulang-ulang ampai data yang dihasilkan dianggap cukup, maka data yang dicari dalam aktivitas pengamatan dan wawancara baik terhadap guru, siswa sudah dipandang jenuh, sehingga pencarian data bisa dihentikan. Aktivitas seperti di atas terus dilakukan terhadap semua informan baik guru, siswa maupun orang tua siswa yang dilakukan secara acak, dan selanjutnya siswa yang ditunjuk sebagai informan, orang tua juga sekaligus ditunjuk atau ditetapkan sebagai informan. 
Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data masih belum teratur, terutama diperoleh dari berbagai sumber seperti data hasil pengamatan dalam proses pembelajaran di kelas, hasil wawancara data hasil pencatatan. Untuk memudahkan menarik kesimpulan, maka data tersebut terlebih dahulu dikelompokkan dalam satu kelompok.
5) Penyajian Data 
Data yang telah direduksi selanjutnya disusun dan ditata dalam satuan peristiwa dan satuan makna yang meliputi motivasi, kebiasaan belajar agama Hindu, peran guru dalam setiap proses pembelajaran, perhatian orang tua terhadap belajar siswa, serta kemampuan siswa berinteraksi baik di dalam kelas maupun di luar kelas dalam setiap proses pembelajaran Agama Hindu yang dilaksanakan.
6) Penyimpulan dan Verifikasi 
Setelah upaya penyajian data dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah penyimpulan sementara. Simpulan yang bersifat sementara akan diuji dengan simpulan-simpulan data yang terjaring dari hasil pengamatan dan wawacara berikutnya. Selanjutnya dari simpulan-simpulan yang bersifat sementara akan ditarik suatu simpulan umum secara induktif sebagai hasil akhir penelitian. Hal ini berarti sejak awal, peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Mula-mula simpulan itu masih bersifat tentave, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka simpulan itu akan lebih baik. Jadi simpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung untuk mendapatkan simpulan akhir sebagai hasil akhir penelitian.
7) Pengecekan Keabsahan Temuan
Keabsahan data dalam penelitian kualitatif ikut menentukan kadar keilmiahan hasil penelitian, karena itu dalam penelitian ini, keabsahan data sangat diperhitungkan dengan cermat. Teknik yang dipergunakan untuk memeriksa keabsahan data dan kejenuhan data dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamatan dan triangulasi data.
Ketekunan pengamatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan permasalahan atau issu yang sedang dicari atau diselidiki, serta memusatkan perhatian kepada hal-hal tersebut secara mendalam. (Moleong, 1993:177) menegaskan bahwa dengan teknik ini diharapkan akan diperoleh gambaran yang lebih rinci dan mendalam tentang pengajaran remedi yang diberikan terhadap para siswa Di SD No. 1 Tegallinggah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng yang mengalami kesulitan belajar. Dengan teknik ketekunan ini akan dapat ditentukan kejenuhan data. Jika di dalam tiga kali pengamatan yang diadakan ternyata diperoleh data tentang sulitnya siswa berinteraksi dalam kelas, maka perolehan data sudah dipandang cukup, dan pada pengamatan berikutnya data yang seperti itu tidak menjadi perhatian penelitia lagi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang diperoleh, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh dalam kegiatan pengumpulan data. (Moleong : 178) lebih lanjut oleh Patton ditegaskan bahwa ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data yang digunakan, yaitu : sumber, metode, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan dengan menggunakan sumber Patton (dalam Moleong, 1993 : 178) sebagai berikut.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan atau mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Cara ini dapat dilakukan dengan jalan 1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, 2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi, 3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, 4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan dan 5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Bertolak dari pandangan di atas, maka triangulasi dalam penelitian ini diterapkan dengan jalan : 1) membandingkan data hasil pengamatan dalam proses pembelajaran agama Hindu dengan hasil wawancara baik terhadap siswa, guru pengajar pendidikan agama Hindu, 2) membandingkan hasil wawancara para siswa dengan hasil wawancara dengan para guru pendidikan agama Hindu, 3) membandingkan hasil wawancara para siswa dan hasil wawancara dengan siswa lainnya tentang peranan pengajaran remedial pendidikan agama Hindu bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar.


DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar., 2002. Pokoknya Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya
Cudamani, 1987. Pengantar Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi. Jakarta Yayasan Wisma Karma
Dewan Pimpinan Pusat Prajaniti Hindu Indonesia. 1971. Prajaniti Widyasasana Denpasar : Hindu Dharma.
Moleong, Lexy. J. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Moleong, Lexi. T. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya.
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : Bina Aksara.
------------, 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Karya
Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjahmada University Perss.
Nurjanah, Nunuy at.al. 2000. Pelaporan Penelitian Kualitatif (Kumpulan Makalah), Bandung : Program Pengembangan Bahasa S-3. Universitas Pendidikan Indonesia.
Pasek, I Ketut. 1987/1988. Pedoman Penataran Guru Agama Hindu Untuk Penyuluh Lapangan, Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan.
Pudja, Gede, dkk. 1977/1978. Menawa Dharmasastra, Jakarta : Pesanan Proyek Pengadaan/Pembelian Kitab Suci Hindu dan Budha, Dirjen. Bimas Hindu dan Budha, Departemen Agama RI.
Pudja. Gede. 1984/1985. Sarasamuccaya, Jakarta : Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Hindu.
Pudja. Gede, 1985, Agama Hindu, Jakarta : Mayasari.
Sanafiah Faisal, Dkk, 1982, Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional Surabaya.
Sofyan Aman dkk. 1980. Pendidikan Moral Pancasila, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sudikan, Setya Yuana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya : Citra Wicana.
Sukarsini, Arikunto. 1983. Prosedur Penelitian, Jakarta : PT. Bima Aksara.
Sura, I Gede, 1985, “Pengendalian Diri dan Etika Dalam Ajaran Agama Hindu.
Wiratmaja, A. Gusti Ketut. 1984. LeardershipKepemimpinan Hindu Jakarta :tp.
Tim Penyusun, 2001. Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMP Kelas III. Surabaya : Paramita.
Wojowasito, 1972. Kamus Bahasa Indonesia, Bandung : P Shinta Dharma Bandung.
Yin, Robert. K. 2000. Studi Kasus (Desain dan Metode) Jakarta : PT Grafindo Persada.

Kamis, 23 Januari 2014

ARTI SEBUAH MIMPI

ARTI SEBUAH MIMPI

1. Mimpi diberi anak : Akan mendapat harta.
2. Mimpi berkelahi dengan seseorang tapi kalah : Akan mendapat malu.
3. Mimpi berjualan di pasar : Pertanda jelek, karena kita akan mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan.
4. Mimpi berjalan melalui banyak duri : Akan mengalami suatu kegagalan terhadap apa yang selama ini kita inginkan.
5. Mimpi berjalan dijembatan berbatu : Akan mendapatkan keselamatan.
6. Mimpi berjalan sangat jauh : Akan mendapatkan umur panjang.
7. Mimpi berjalan dijalan yang memiliki dua arah : Akan mengalami kerugian.
8. Mimpi bertengkar dengan atasan : Akan mendapat sanjungan dari Bos.
9. Mimpi melihat suami istri bertengkar : Akan mengalami penurunan dalam kesehatan.
10. Mimpi melerai orang yang sedang bertengkar : Akan dimintai pendapat oleh orang untuk memecahkan suatu persoalan.
11. Mimpi bertengkar dengan orang lain : Akan mendapat sambutan yang hangat sekali dari kekasih.
12. Mimpi berzina dengan pelacur : Akan mendapatkan istri yang setia dan penuh pengertian.
13. Mimpi berzina dengan ibu sendiri : Akan mengalami kerugian atau kesialan.
14. Mimpi berzina dengan janda : Akan mendapat istri yang masih gadis.
15. Mimpi berzina dengan seorang putri : Akan mengalami suatu kerugian.
16. Mimpi berzina dengan seorang dewi / bidadari : Akan mendapat anak dalam perkawinan.
17. Mimpi berziina di WC : Akan mendapat suatu kehinaan.
18. Mimpi melihat bulan purnama : Akan mendapat keuntungan yang besar sekali.
19. Mimpi melihat rembulan jatuh : Akan mengalami kesusahan.
20. Mimpi melihat burung kuntul : Akan selalu salah dalam bicara. Oleh sebab itu harus berhati-hati ketika berbicara dengan orang lain.
21. Mimpi memegang burung merpati : Akan mendapat kabar atau berita .
22. Mimpi mendengar suara burung berkicau : Akan mendapatkan uang.
23. Mimpi melihat burung kenari yang bernyanyi di sangkar : Akan merasakan kebahagiaan.
24. Mimpi melihat burung gereja : Akan merencanakan sebuah usaha.
25. Mimpi melihat burung perkutut : Akan mendapatkan seorang anak yang baik budi pekertinya.
26. Mimpi melihat bintang menyinari kita : Akan naik pangkat.
27. Mimpi melihat bintang jatuh : Akan mendapat berkah dari Tuhan.
28. Mimpi melihat bintang kemukus jatuh dirumah kita : Akan mendapat kebahagiaan.
29. Mimpi ada buaya masuk rumah : Akan mendapat keuntungan.
30. Mimpi melihat buaya : Ada orang yang diam-diam akan mencelakakan kita.
31. Mimpi melihat buaya masuk ke kali : Akan memperoleh kesuksesan.
32. Mimpi membagi-bagikan bunga pada teman : Akan berpisah dengan teman.
33. Mimpi melihat bermacam-macam bunga : Akan merasakan kebahagiaan.
34. Mimpi bercinta dengan kekasih : Cinta yang kita bina akan tumbuh subur.
35. Mimpi baru memulai bercinta : Akan mengalami percekcokan dengan kekasih kita.
36. Mimpi gagal dalam bercinta ; Akan mampu membina cinta dengan baik.
37. Mimpi melihat ada darah diranjang : Akan mengalami kesusahan.
38. Mimpi melihat ada darah : Akan merasakan sesuatu yang sangat lezat.
39. Mimpi diberi dompet oleh seseorang yang tak dikenal : Akan mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas.
40. Mimpi menemukan dompet kosong : Akan mendapatkan berita yang sebenarnya kita tak ingin mendengarnya lagi.
41. Mimpi melihat dompet yang berisi penuh uang : Akan mendapat kebahagiaan.
42. Mimpi melihat orang berdasi : Akan mendapatkan keberuntungan .
43. Mimpi memakai dasi : Akan menderita penyakit.
44. Mimpi memberi gaji/upah pada istri/suami : Akan mendapat kepercayaan dalam hal cinta kasih.
45. Mimpi mendapat gaji : Akan mendapat kepercayaan dari atasan.
46. Mimpi melihat bos membagi-bagikan gaji pada teman-teman : Akan mendapat job/tugas baru.
47. Mimpi memberikan gaji pada pegawai : Akan disenangi oleh teman-teman.
48. Mimpi menolong orang yang terkena gempa : Akan mengalami keberuntungan dalam usaha.
49. Mimpi merasa ada gempa : Akan pindah dari tempat tugas semula.
50. Mimpi ada salah satu gigi tanggal : Akan ada salah seorang
keluarga yang meninggal.
51. Mimpi sakit gigi sambil menangis : Akan mendapatkan halangan.
52. Mimpi melihat gunung meletus : Akan mendapatkan kedudukan terhormat.
53. Mimpi menaiki gunung yang terjal sekali dan mencapai puncak : Akan mencapai kemajuan dalam usaha.
54. Mimpi bertemu guru : Akan mendapat karunia.
55. Mimpi tengah berguru : Akan memperoleh ilmu yang baik.
56. Mimpi melihat gerhana matahari atau bulan : Akan mengalami kegagalan.
57. Mimpi melihat gajah masuk ke rumah : Akan naik pangkat.
58. Mimpi melihat gajah : Akan mendapat pujian dari orang berpangkat.
59. Mimpi melihat gajah keluar dari rumah : Akan kedatangan tamu orang terhormat.
60. Mimpi dikejar-kejar hantu : Akan menemukan kesalahan sendiri.
61. Mimpi berbicara dengan hantu : Akan berhasil dalam mencapai sesuatu.
62. Mimpi diadili oleh hakim : Akan terhindar dari fitnah.
63. Mimpi menjadi hakim : Akan memperoleh kedudukan yang tinggi.
64, Mimpi melihat harimau memasuki rumah namun kemudian kembali : Akan mengalami percintaan yang tidak abadi.
65. Mimpi dikejar-kejar harimau : Akan mendapatkan keberuntungan karena secepatnya mendapatkan jodoh.
66. Mimpi menembak harimau : Akan mendapat rejeki yang banyak.
67. Mimpi melihat hidangan yang beraneka macam : Akan mencapai kebahagiaan dalam hidup.
68. Mimpi sedang menikmati hidangan : Akan mendapatkan rejeki.
69. Mimpi melihat hujan dari jauh : Akan menemukan kesusahan.
70. Mimpi melihat ada orang kehujanan : Akan mendapat kesusahan.
71. Mimpi kehujanan disertai angin ribut : Akan mendapatkan sesuatu yang melezatkan.
72. Mimpi melihat hujan buah-buahan : Akan menjadi pemimpin dari orang yang berbuat jahat.
73. Mimpi melihat hujan salju : Ada musuh yang datang namun ia akan mengalami kebinasaan.
74. Mimpi melihat hujan yang sangat lebat : Akan sakit.
75. Mimpi melihat hujan yang berhentinya lama sekali : Akan sakit yang sembuhnya lama sekali.
76. Mimpi berada disekitar istana : Akan segera berjumpa dengan orang terhormat.
77. Mimpi berada di dalam istana : Akan mendapat kesenangan dan kebahagiaan.
78. Mimpi berpesan kepada ibu : Akan mendapat derajat yang tinggi.
79. Mimpi melihat ibu : Akan mendapat kebahagiaan.
80. Mimpi membuat sebuah jembatan : Akan tercapai dalam mengejar cita-cita.
81. Mimpi melalui jembatan : Pertanda derajat kita akan naik.
82. Mimpi menaiki perahu dan melalui jembatan : Akan melakukan sesuatu dengan hasil yang memuaskan.
83. Mimpi turun ke jurang : Akan kekurangan rejeki dan tidak akan naik pangkat.
84. Mimpi menggali jurang : Akan mendapat masalah. Oleh sebab itu kita harus hati-hati berbicara dengan orang lain.
85. Mimpi menaiki jurang : Akan segera naik pangkat.
86. Mimpi meninggalkan sebuah kapal : Akan mengalami bahaya.
87. Mimpi melihat ada kapal berlayar : Akan segera mendapatkan pekerjaan.
88. Mimpi melihat ada orang naik kapal : Akan mendapat keberuntungan.
89. Mimpi berada dalam sebuah kapal : Akan berhasil dalam membina bahtera rumah tangga.
90. Mimpi membeli sebuah kapal : Usaha yang kita tekuni akan berkembang dengan pesat.
91. Mimpi melihat kancing terjatuh : Akan mengalami rintangan. Maka harus berhati-hati dalam melakukan atau memutuskan sesuatu.
92. Mimpi memsang kancing baju : Pertanda kita harus memperbaiki kesalahan.
93. Mimpi merasa kehilangan kancing : Akan mendapat teguran dari apa yang kita kerjakan.
94. Mimpi merasa berduaan dengan suami/istri : Akan berhasil dalam melakukan sesuatu.
95. Mimpi dikamar kita banyak orang : Pertanda kita harus sabar karena akan ada banyak orang yang akan mengejek kita.
96. Mimpi berada didalam kamar mewah : Akan mendapat sesuatu yang diinginkan.
97. Mimpi berduaan didalam kamar : Akan mendapatkan hal-hal kecil tapi bermasalah.
98. Mimpi diberi kalung oleh seseorang : Akan mendapat keuntungan.
99. Mimpi membeli kalung di toko : Akan menjadi orang yang berbudi luhur.
100. Mimpi menemukan kalung dijalan : Akan dicelakai oleh orang lain.