Kamis, 23 Januari 2014

BARONG BANGKAL

BARONG BANGKAL
atau
BARONG BANGKUNG


PENGAMAT kesenian Bali, Wayan Suarjaya, menyatakan bahwa kesenian sakral tidak pernah bertujuan untuk kepentingan bisnis dan komersial. "Oleh sebab itu, sakral dan tidaknya suatu pertunjukkan seni dapat diukur dari beberapa kategori, seperti tarian itu tidak pernah diupah (disewa) untuk suatu pertunjukan hiburan yang bersifat komersial," kata dosen Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar itu.
Menurut dia, kesenian sakral untuk melengkapi kegiatan ritual umat Hindu di Pulau Dewata harus memenuhi beberapa ketentuan yang diwariskan secara turun temurun. Ketentuan itu antara lain menyangkut upacara keagamaan mulai dari memilih bahan kayu yang akan digunakan memilih hari baik dan penarinya dinilai masih suci atau orang yang belum pernah kawin. Demikian pula waktu pementasan, pelaku seni akan memilih hari yang baik karena tari sakral itu khusus dipersembahkan kehadapan leluhur dan Tuhan Yang Maha Esa pada hari-hari tertentu saat menggelar kegiatan ritual.
Kesenian sakral juga dipentaskan khusus untuk kelengkapan kegiatan keagamaan, dengan menggunakan perlengkapan atau peralatan yang kas. "Orang yang menari adalah orang pilihan, baik secara skala melalui pilihan dan persetujuan dari masyarakat pendukung, atau melalui cara mohon petunjuk secara niskala," kata mantan Dirjen Bimas Hindu Departemen Agama. 
Kesenian sakral yang ada di Bali antara lain tari Pendet, Baris Gede, Rejang, Sangyang, Topeng Dalem Sidakarya, Ketekok Jago, Wayang Lemah, dan Wayang Sapuh Leger. "Tari sakral itu dipentaskan sesuai dengan kegiatan yang digelar, baik tempat suci dalam lingkungan keluarga (merajan) maupun di pura dalam lingkungan desa adat di Bali," kata Wayan Suarjaya. | sumber: kompas.com

Tarian Barong merupakan peninggalan kebudayaan Pra Hindu yang menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat atau manusia purba yang memiliki kekuatan magis. Topeng Barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh sebab itu Barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu di Bali. Pertunjukan tari ini dengan atau tanpa lakon, selalu diawali dengan pertunjukan pembuka, yang diiringi dengan gamelan yang berbeda-beda seperti Gamelan Gong Kebyar, Gamelan Babarongan dan Gamelan Batel.

Bangkal artinya babi besar yang berumur tua. Bangkal dianggap sebagai binatang mitos yang mengingatkan cerita kelahiran Bhoma. Ketika Brahma dan Visnu masing-masing menunujukkan kehebatannya, muncul Siva dalam wujud ‘Linga’ kristal ujung atasnya menembus langit dan pangkal bawahnya masuk ke dalam bumi. Brahma mencari ujung atasnya dalam wujud burung layang-layang dan Visnu mencari ujung pangkalnya dengan berubah wujud menjadi seekor babi yang buas. Barong ini biasanya ‘ngelawang’ (datang ke depan rumah-rumah penduduk) untuk menari sebagai pengusir kekuatan jahat dalam rangkaian hari raya Galungan dan Kuningan.   

Oleh sebab itu Barong ini menyerupai seekor Bangkal atau Bangkung, Barong ini biasa juga disebut Barong Celeng atau Barong Bangkung. Umumnya dipentaskan dengan berkeliling Desa (Ngelelawang) oleh dua orang penari pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat atau saat terjadinya wabah penyakit menyerang Desa tanpa membawakan sebuah lakon dan diiringi dengan Gamelan Batel atau Tetaburan.

Batel Barong adalah sebuah Barung Alit yang dipakai mengiringi tari Barong Landung atau Barong Bangkal. Dalam banyak hal Barungan ini merupakan pengiring prosesi, karena dimainkan sambil berjalan. Batel Barong dibentuk oleh sejumlah alat musik pukul seperti:


Jumlah Satuan Instrumen
2 Buah kendang kecil

1 Buah kajar

1 Buah kempur

1 Buah kleneng
1 Buah kemong

1 Pangkon ricik

Agak berbeda dengan barungan gamelan Bali lainnya, Batel Barong tidak mempergunakan instrumen pembawa melodi. Oleh karena itu musik yang ditampilkan cenderung ritmis dan dinamis.
Ngelelawang adalah pertunjukan bersifat wali dan hiburan, umumnya berupa wali Barong, Telek, Barong Kedingkling, Arja, yang bergerak dari pintu ke pintu rumah yang lain, dengan mempunyai tujuan mistik untuk meniadakan kekuatan buruk (Siwagama). Sesuai arti katanya, ngelawang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lainnya atau dari satu pintu ke pintu lainnya. Di dalam tarian ini ditampilkan 2 buah Barong Buntut (hanya bagian depan dari barong ket) dan sebuah Punggalan. Barong yang dipergunakan dalam tradisi ngeLawang disini adalah Barong Bangkung (berupa sosok Babi) dan bukan Barong Ket.
Ngelawang memiliki makna melanglang lingkungan. Pada awalnya ngelawang adalah sebuah ritus sakral magis yang disangga oleh psiko-religi yang kuat. Benda-benda keramat seperti Barong dan Rangda, misalnya, diusung ke luar pura berkeliling di lingkungan banjar atau desa yang dimaknai sebagai bentuk perlindungan secar a niskala kepada seluruh masyarakat.
Kehadiran benda-benda yang disucikan itu ditunggu dan disongsong dengan takzim oleh komunitasnya. Penduduk yang dapat memungut bulu-bulu Barong atau Rangda yang tercecer, dengan penuh keyakinan, menjadikannya obat mujarab atau jimat bertuah.
Tradisi ngelawang dalam konteks sakral magis sebagai persembahan penolak bala itu juga bermakna sama pada pentas ngelawang Galungan. Namun dalam perjalanannya, masyarakat Bali yang kreatif tak hanya ngelawang mengusung benda-benda sakral namun dibuat tiruannya untuk disajikan sebagai ngelawang tontonan. Itu merupakan sedikit dari asal muasal dan fungsi dari ngelawang.
Anak-anak di Kabupaten Tabanan, Bali, memiliki kegiatan unik yang mendatangkan uang untuk mengisi libur sekolah mereka. Mereka mengamen, namun dengan menggunakan alat-alat musik tradisional dan sejenis barongsai yang kerap disebut Ngelawang Barong.
Hampir sebagian anak-anak sekolah di Tabanan,Kerambitan , Bali, selama liburan galungan dan kuningan, memanfaatkan hari-harinya untuk mencari tambahan jajan dengan mengamen keliling. Uniknya kegiatan mengamen yang mereka lakukan, tidak menggunakan alat musik gitar, melainkan musik tradisional khas Bali, berupa seperangkat gamelan sederhana,yang terdiri dari kendang,kecek,kempul,serta beberapa perangkat tambahan lain dan barong. Dalam bahasa Bali kegiatan ini disebut Ngelawang Barong.
Tanpa malu anak-anak ini mendatangi rumah warga satu persatu. Setelah menemukan rumah berpenghuni, barulah mereka beraksi. Diiringi bunyi kentongan, barong yang dibawa dua anak menari mengikuti irama musik kentongan. Mereka mendapatkan imbalan berupa sejumlah uang dari warga. Bagi anak-anak ini, inilah yang menjadi daya tarik kegiatan Ngelawang Barong. Sebab uang bisa mereka gunakan untuk menambah uang jajan hingga membeli buku sekolah. “Ikut Ngelawang untuk ngisi liburan. Sebentar lagi kan mau Hari Raya Kuningan,” kata seorang anak yang ikut Ngelawang Barong. Ngelawang Barong merupakan tradisi masyarakat Bali yang biasanya digelar menjelang perayaan Hari Raya Kuningan. Namun anak-anak sekolah kerap memanfaatkannya untuk mencari uang tambahan.


DAFTAR PUSTAKA

Titib, I Made. 2001. Teologi & Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu, Surabaya. Paramita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar