Kamis, 23 Januari 2014

BAHAN AJAR (WEDA)

PENDAHULUAN
1. Apa itu Weda?
Kata Weda sering menimbulkan berbagai perbedaan pandangan, sehingga kita harus membatasi pengertian Weda  dan memfokuskannya agar kita dapat merumuskan makna kata Weda itu secara wajar dan benar.
a. Weda sebagai kitab suci Hindu
Sebagai kitab suci agama hindu artinya bahwa buku ini diyakini dan dipedomani oleh umat Hindu sebagai satu-satunya sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan mereka sehari-hari ataupun untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Dan karena sifat isinya dan yang menurunkannya pun adalah Tuhan yang dianggap Maha Suci.
b. Weda sebagai ilmu pengetahuan
Weda adalah pengetahuan yang diturunkan oleh Tuhan kepada umat manusia sebagai wahyunya. Pengetahuan dibedakan menjadi  dua bidang, yaitu :
1. Pengetahuan rokhani
2. Pengetahuan duniawi
c. Weda sebagai wahyu Tuhan Y.M.E
Pengertian Weda sebagai wahyu Tuhan Y.M.E adalah merupakan pengertian yang amat sangat penting didalam memahami weda itu sendiri. Sruti dan Smrti kedua-duanya adalah sama dan yang dimaksudkannya ialah bahwa baik Sruti dan Smrti kedua-duanya diterima sebagai Weda. 
d. Weda adalah Mantra
Sruti itu terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Mantra, yaitu untuk menamakan semua Kitab Suci yang Hindu yang tergolong Catur Weda, yaitu Rgweda, Yajurweda, Samaweda, dan Atharwaweda. 
2. Brahma  atau Karmakanda, yaitu untuk menamakan semua jenis buku yang merupakan suplemen kitab Mantra, yaitu isinya khusus membahas aspek karma atau yajna.
3.  Upanisad, yaitu penamaan semua macam buku Sruti yang terdiri atas 108 buah kitab Aranyaka dan Upanisad. Isinya khusus membahas aspek pengetahuan yang bersifat filsafati.
Dengan demikian Weda adalah satu perwujudan yang amat disucikan dan dihormati oleh umat Hindu. Weda adalah merupakan sang Hyang Weda yang harus dipedomani untuk mendapatkan kebenaran dan membimbing manusia menuju pada upaya peningkatan kesejahteraan.

2. BAHASA DALAM WEDA
Dalam hal ini adalah bahasa Sanskerta. Karena itu seluruh Weda, baik Sruti maupun Smrti mempergunakan bahasa Sanskerta. Istilah bahasa Sanskerta adalah istilah baru yang diperkenalkan oleh Panini. Panini mengemukakan bahwa bahasa Weda adalah bahasa para dewa-dewa. Bahasa Dewa dikenal dengan sebagai Daiwi Wak. Daiwi Wak sesungguhnya artinya “sabda dewata”. Dengan demikian walaupun Weda dilihat dari bahasa yang dipakai adalah  Daiwi Wak sedangkan bahasa yang dipakai dalam sastra, Seperti Dharmasatra, Itihasa, Purana dan lain-lain dikenal denagn nama bahasa Sanskerta

3. CARA WEDA DIWAHYUKAN  
Salah satu cara untuk dapat memberi penjelasan dan ulasan tentang turunnya  wahyu itu dapat kita ungkapkan dari berbagai teori dan keterangan tentang turunnya Weda itu. Yang terpenting dalam hal ini adalah aspek mediator atau perantara. Apabila Tuhan dalam Wujudnya yang absolute itu tidak mempunyai wujud, maka dikemukakan dalam Weda bahwa melalui sifatnya, ia menyampaikan wahyunya melalui Brahman yang meneruskannya kepada para Rsi. Pada kitab suci Weda kita menjumpai banyak nama-nama Maha Rsi. Tidak semuanya merupakan penerima wahyu. Biasanya, pada saat Weda itu mulai dikodifikasikannya, nama-nama Rsi sebagai penerima wahyu itu dinyatakan atu disebutkan dalam keterangnya.  Turunnya wahyu yang bersifat lebih abstrak, misalnya dimulai dari suara-suara gema biasa yang lebid di ibaratkan sebagai suara pada AUM atau gemanya lonceng. Istilahnya sering dipergunakan laksana ONGKARA atau Swara Nada. Dari gema itulah akhirnya sebagai pertanda yang kemudian membentuk semacam pengertian pada seorang Rsi yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya.

4. MAHA RSI
Nabi-Nabi di dalam bahasa Sanskerta dikenal dengan nama “Rsi”. Sekedar untuk membedakan istilah Rsi sebagai gelar yang dipergunakan untuk golongan Brahmana Waisnawa, maka untuk Rsi pada jaman dahulu sering dipakai istilah “Maha Rsi” untuk tokoh-tokoh agama Hindu yang tergolong jenis “Nabi”.
Secara fungsional, Rsi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :
a. Dewa Rsi,
b. Brahma Rsi, dan 
c. Raja Rsi.
Di samping pengelompokkan kedalam tiga kategori, masih dijumpai adanya pengelompoknya jenis-jenis kelompok Rsi, yang didalam kitab Matsya Purana maupun di dalam brahmanda Purana kemudian dikutip pula di dalam Puranic Encyclopedia, tentang adanya lima macam Maha Rsi, yaitu :
a. Kelompok Brahma Rsi,
b. Kelompok Satya Rsi,
c. Kelompok Dewa Rsi,
d. Kelompok Sruta Rsi, dan
e. Kelompok Raja Rsi.
Selain itu terdapat pula keterangan lain yang menyebutkan kelompok “Sapta Rsi”. Sapta Rsi adalah tujuh nama-nama Rsi, yang dianggap sangat menonjol diantara Rsi yang ada tertentu. Sapta Maha Rsi ini merupakan penggembala utama umat manusia dan sekali gus juga dikenal sebagai penerima wahyu. Adapun Sapta Rsi dari keluarga Maha Rsi yang paling banyak disebut, sebut antara lain :
a. Rsi Grtsamada
Maha Rsi Grtsamada adalah Maha Rsi yang banyak dihubungkannya dengan turunnya ayat-ayat Weda, terutama Rg. Weda Mandala II. Dari beberapa catatan yang diperoleh , Grtsamada adalah keturunan Sunahotra dari keluarga Angira. Di dalm kitab Mahabharata, Grtsamada dinyatakan keturuna salah satu seorang Maha Rsi, yaitu Sonaka. Sunahhotra sendiri, yang disebutkan di atas, dinyatakan keturunan dari keluarga Bharadwaja.
b. Rsi Wiswamitra
Maha Rsi Wiswamitra adalah Maha Rsi yang kedua yang banyk di sebut-sebut namanya dan dikaitkan dengan seluruh Mandala III. Kitab Mandala III terdiri atas 58 Sukta. Setelah diadakan penelitian ternyata tidak semua  Sukta itu dikaitkan dengan nama Wiswamitra karena diantara ayat-ayat yang ada menyebutkan nama-nama Rsi lainnya. Wiswamitra adalah putra Rsi Musika. Wiswamitra bukan seorang Brahamana tetapi digolongkan Ksatria. Penggolongan status seorang Maha Rsi dengan catur Warna itu sesungguhnya tidak begitu menentukan karena bukan merupakan prasarat untuk seorang Maha Rsi.
c. Rsi Wamadewa
Maha Rsi Wamadewa banyak dihubungkan dengan turunnya mantra-mantra dalam Mandala IV. Di dalam mitologi, diceritakan bahwa Wamadewa sesungguhnya telah mencapai kesempurnaan sejak masih berada dalam kandungan ibunya. Bahkan diceritakan bahwa Wamadewa sempat mengadakan dialog dengan Indra dan Aditi, suatu hal yang tidak dapat dibayangkan dalam hal pikiran awam. 
d. Rsi Atri
Maha Rsi Atri pada umumnya banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra dalam Mandala V. Di dalam Matsya Purana, nama Atri tidak saja sebagai nama keluarga tetapi juga nama individu. Dinyatakan bahwa dalam keluarga Atri yang tergolong Brahmana. Dikemukakan bahwa diantara keluarga Atri yang ada 36 orang tergolong Rsi penerima wahyu. 
e. Rsi Bharadwaja
Rsi Bharadwaja adalah Maha Rsi yang banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra dari Mandala VI. Di dalam mitologi dijelaskan bahwa Bharadwaja adalah putra Brhaspati. Akan tetapi cerita ini belum dapat diterima dan dipastikan kebenarannya karena di samping keterangan lain yang mengatakan bahwa Samyu adalah keturunan Brhaspati sedangkan hubungan antara samyu dengan Bharadwaja Purana tidak pernah mengemukakan keterangannya.
f. Rsi wasistha 
Nama Wasistha sering digunakan sebagai nama keluarga dan kadang kala sebagai nama pribadi. Rsi Wasistha banyak dikaitkannya dengan keturunannya mantra-mantra dalam mandala VII. Salah seorang keturunan Wasistha adalah Sakti yang terkenal sebagai Maha Rsi penerima Wahyu. Di dalam kitab Mahabharata nama wasistha  dipersamakan dengan nama Wiswamitra. Di dalam kitab Matsya Purana, Wasistha dinyatakan telah mengawini Arundhati, saudara perempuan Narada. Dari padanya lahir seorang putra bernama Sakti.
g. Rsi Kanwa
Maha Rsi Kanwa mwrupakan maha rsi penerima wahyu dan banyak dikaitkan dengan Rg. Weda mandala VIII. Isinya macam-macam Kanwa adalah nama Rsi dan juga nama keluarga. Mandala VIII dinyatakan kalau tidak oleh Kanwa, maka umumya mantra-mantra mandala VIII merupakan hasil gabungan keluarga Sakuntala. Rsi Kanwa sendiri mempunyai putra bernama Praskanwa.

5. Weda dan Kebangkitannya Kembali
Di sekitar tahun 1950, penulisan tentang Weda dan berbagai ilmu yang bersumber dari Weda, tidak lah banyak kita jumpai. Kita masi mewarisi hasil-hasil peninggalan penulis-penulis Barat berdasarkan teori pemikiran mereka. Tetapi sekarang, dipenghujung tahun 1980an, jumlah tulisan mengenai penelitian Weda boleh dikatakan sangat luar biasa perkembangannya. Dengan penulisan baru ini bersepsi agama Hindu akan jauh berubah dan ini sangat diperlukan terutama dalam menghadapi kemajuan teknologi canggih.












KODIFIKASI WEDA
DAN
PERKEMBANGANNYA

1. UPAYA UNTUK KONDIFIKASI PERLU
Upaya untuk melakukan kodifikasi yang diprakarsai oleh Bhagawan Wyasa patut kita hormati dan kita hargai. Upaya untuk mengkodifir Mantra-matra itu dalam sistematika seperti yang kita warisi sekarang ini, bukan merupakan usaha satu orang melainkan merupakan satu kerja team yang sangat baik. Ini dapat berhasil adalah karena pengaruh Bhagawan Wyasa baik dan disegani serta dihormati oleh para Rsi lainnya.
2. HUBUNGAN ANTARA GURU DENGAN PARAMPARA
Mempelajari Weda dan mewariskan ajarannyan termasuk sabda yang telah diturunkan, kesemuanya ini merupakan satu proses yang berdiri sendiri dan sangat besar pengaruhnya dalam memelihara keutuhan Weda baik isi maupun idealismenya. Peranan seorang Rsi yang juga sekaligus berfungsi sebagai guru sangat menentukan. Di samping itu peranan seorang siswa yang belajar mantra itu yang belajar dari seorang Rsi harus dalam kondisi yang harmonis dan sempurna. Mereka akan terikat oleh satu kode etik yang bersifat sacral melalui system penerimaan dan upacara yang disebut Diksa. Sistem modeling proses transformasi seperti ini dikenal dengan nama system guru parampara
3. DASAR PENGKODIFIKASIAN YANG DITEMPUH
Kalau kita perhatikan secara seksama mengenai isi dan samhita yang ada sekarang, tampak adanya metode dan system pengkodifikasiannya telah dilakukan secara cermat dan terkoodinir dengan baik. Di dalam kitab Brahmanda Purana, kita mendapatkan keterangan mengenai cara kodifikasi. Teori yang dikemukakan didalammya sangat masuk akal. Secara umum menurut teori relativitas, dikemukakan bahwa Weda untuk pertama diturunkan pada zaman Krta-yuga. Kemudian selama masa Krta-yuga, weda dipelajari dan pada jaman Dwapara, Weda mulai mendapat pehatian untuk dikodifikasi. 
a. Penghimpunan berdasarkan umur mantra
Berdasarkan umur mantra-mantra itu dapat dibedakan mana yang paling tua dan mana yang mantra-matra yang turun kemudian. Walaupun hasilnya masih bersifat teoritis, namun apa yang dapat kita buktikan adalah cukup masuk akal. Dari keempat Weda, Rg, Yajur, Sama, dan Atharwa Weda, para ahli berpendapat bahwa Rg. Weda adalah merupakan Wda yang tertua. Artinya yang pertam-tama diturunkan Rg Weda merupakan data tertua tentang agama Hindu.
b. Penghimpunan didasarkan atas pengelompokkan isi dan peruntukkannya.
Berdasarkan perbedaan isi,keterangan yang pertama-tama kita jumpai dari dalam kitab Manusmrti atau Manawadharmasastra. Berdasarkan kitab ini, Weda dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu : kelompok Sruti dan kelompok Smrti









SRUTI
1. PENGERTIAN SRUTI, SAMHITA, DAN MATRA
Menurut arti kata “Srti” itu sendiri, kata ini berarti wahyu. Jadi yang dimaksud denganSrti tidak lain adalah kitab wahyu Tuhan Y.M.E. Srti itu sesungguhnya tidak lain adalh Weda di sebutkan dalam Manawadharmasastra. 
Samhita, artinya himpunan atau kumpulan. Dalam hal ini satu himpunan wahyu yang telah dirumuskan sedemikian rupa dilengkapi dengan berbagai macam petunjuk dan penjelasannyamaka terbentuk sebuah himpunan yang lengkap.
Mantra adalah komposisi aksara atau huruf-huruf yang diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai kekuatan dan mampu memberi akibat sebagai mana yang diharapkan. Istilah mantra asal mulanya berasal dari kata manana yang artinya berpikir. Apabila bija mantra itu dipikirkan dan diungkapkan maka akan terjadi sebuah kalimat panjang yang mungkindapat terdiri atas beberapa kalimat. Dana dengan demikian chanda itu kemudian diwujudkan dari mantra. Karena itu tidak berkelebihan kalau dikatakan bahwa Weda itu lahir dari Mantra.

2. PEMBAGIAN SRUTI DALAM SAMHITA
Pada garis besarnya seluruh Sruti dapat kita bagi atau kelompok –kelompokkan ke dalam empat samhita yang dikenal dengan nama Catur Weda Samhita. Adapun ke empat Catur Weda Samhita itu adalah :
a. Rg Weda Samhita
b. Yajur Weda Samhita
c. Sama Weda Samhita 
d. Atharwa Weda Samhita
SMRTI
1. PENGERTIAN WEDA SMRTI
Smrti merupakan kelompok kitab kedua sesudah kelompok Srti (kitab wahyu) dan dianggap sebagai kitab hukum Hindu karena didalamnya banyak memuat tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Dharma sama artinya dengan sariat, karena itu tidak mengherankan kalu kitab Smrti ini dinyatakan dalam beberapa kitab sebagai kitab Dharmasastra. Dharma berarti hukum dan sastra berarti ilmu.
2. BERBAGAI MACAM DHARMASASTRA
Ruang lingkup Dharmasastra mencakup aspek kehidupan duniawi yang amt sangat luas dan diharapkan untuk dapat dipedomani dalam pengamalan Weda secara benar. Pengaruh tulisan yang dilakukan oleh Bhagawan Bhrigu penagruhnya tersebar meluas tidak saja di Hindia tetapi sampai ke Burma, Campa, Kamboja, Thailand dan Indonesia. Manu sebagai tokoh Maha Rsi atau sebagai Brahma Rsi yang menurunkan Dharmasastra sebagai pegangan umat Hindu ditujukan untuk dapat dipakai oleh umat manusia pada umumnya. Istilah Manawadharmasastra didalam berbagai sastra dikenal dengan nama Manupeda yang artinya ajaran Bhatara Manu. Adapun kitab Manu itu terdiri atas 10 Bab dan memuat hampir seluruh pedoman hidup manusia baik sebagai individu, isinya mencakup bidang yang amat luas. Kitab kedua yang penting kedudukannya sesudah Manu adalah gubahan Yajnawakya.
3. KEDUDUKAN SMRTI SEBAGAI HUKUM HINDU
Smrti dan Sruti dinyatakan sebagai sumber Dharma, apabila kedua-duanya harus diterima sebagai sumber dharma maka ini berarti Sruti dan Smrti adalah merupakan sumber hukum Hindu. Dengan demikian maka kedudukan Smrti sebagai sumber hukum Hindu sama kuatnya dengan Sruti yang mengilhami dan yang mengarahkan tingkah laku manusia. Smrti sebagai hukum Hindu berarti Smrti dinyatakan sebagai Dharmasastra. Kata Dharma merupakan penyelarasan pengertian dalam kosep Rta yang merupakan konsep hukun dasar dalam weda untuk lingkungan kuasa waktu dan tempat yang berbeda.
Satu hal yang perlu disinggung tentang dharmasastra sebagai sumber hukum adalah karena adanya anggapan yang secara tradisional telah diakui bahwa dari sekian banyak kitab Dharmasastra, tidak semua kitab Dharmasastra itu dapat diperlakukan sama atau segala jaman. Penyaringan atau penghalusan masih dimungkinkan dan mungkin perlu dijabarkan karena menurut hukum itu sifat relativitas brdasarkan kondisi waktu dan tempat masyarakat yang berkembang akan berlaku pula azas relativitas itu.

WEDANGGA
1. PENGERTIAN WEDANGGA
Kata angga berarti “badan” atau “batang tubuh”. Jadi untuk mempelajari Weda itu harus dirumuskan sedemikian rupa, ibarat mempelajari tubuh manusia. Didalam mempelajari Weda, kitapun memerlukan sikap prilaku yang sama. Kita tidak cukup menghafalkan kata-kata yang jutaan banyaknya. Kita perlu mengetahui dari aspek akar kata , gaya bahasanya, persamaan kata-kata. Kitab Wedangga sangat penting dan diperlakukan karena kitab ini secara tidak langsung berperan sebagai rambu-rambu lalu lintas. Sebagai pelita dan sebagai tongkat penuntun dalam menterjemahkan Weda itu.
2. KEDUDUKAN WEDANGGA DALAM WEDA
Wedangga ibarat kepala, ibarat jiwa dan seluruh anggota tubuh yang membentuk tubuh yang membentuk wujud lahiriah tata laku manusia menurut Weda. Dengan Wedangga itu maka kita dapat memahami dan mengerti dan usaha untuk memahaminya pun tidak akan tersia-sia.
3. BERBAGAI MACAM WEDANGGA
Wedangga dapat dikelompokkan kedalam enam kelompok yang disebut Sad Wedangga. Adapun ke enam kelompok Angga itu masing-masing adalah :
a. Siksa : Siksa adalah ilmu phonetika, yaitu ilmu tentang cara membaca
b. Wyakarana : ilmu tata bahasa adalah merupakan bagian yang kedua pentingnya dalam Weda
c. Chanda : lagu atau hymne
d. Nirukta : buku khusus yang memuat keterangan tentang berbagai penafsiran otentik kata-kata yang terdapat didalam Weda
e. Jyotisa : ilmu perbintangan
f. Kalpa : upacara agama 

GARIS – GARIS BESAR ISI WEDA
Dalam kitab Bhagawadgita jenis isi weda dengan mempergunakan dasar – dasar pemikiran, pembagian menurut sistematikanya ini, pada umumnya terdapat lima jenis isi Weda, yaitu : 
1. Yang mengandung ajaran Bhaktiyoga
Kata Bhakti dalam Bhakti yoga berarti penghormatan yang dilakukan dengan penuh kesujudan, taat, patuh dan iman kepada Tuhan Y.M.E sebagai Pencipta dan Penguasa. Dalam ajaran Bhakti bentuk sikapdan perasaan ini tercermin dalm berbagai sikap.
2. Yang mengandung ajaran Jnanayoga
Jnana artinya pengetahuan, atau ilmu. Dengan demikian Jnanayoga artinya kita mengabdiakan hidup dan diri kita melalui pengamalan ilmu . Dengan pengamalan ilmu kita telah mengenal berbagai macam sifat ilmu dan untuk itu supaya diperhatikan keterangan yang telah diberikan, baik mengenai pengertian Wijnana dan Jnana.
3. Yang mengandung Ajaran Rajayoga
Istilah Raja yoga adalah merupakan singkatan untuk istilah Rajaguhyayoga, yaitu jalan pengungkapan Rahasia yang paling utama (Raja). Adapun inti ajaran Rajayoga adalah untuk mengetahui inti hakekat Tuhan Y. M. E. Istilah Rajayoga inilah yang asal mulanya diterjemahkan kedalam arti ilmu mistik dank arena itu kata mistik tidak termasuk arti jelek karena bertujuan untuk mengetahui dan mengenal Tuhan. Semua bentuk dari yoga berakar dari Rajayoga dan bertujuan untuk membimbing manusia dari kegelapan menuju penerangan sempurna, dari alam fana menuju alam yang kekal abadi.
4. Yang mengandung ajaran Wibhutiyoga
Makna utama dalam ajaran Wibhuti – yoga berdasarkan Bhagawangita adalah sebagai jawaban atau yang memberi jawaban atas pertanyaan yang mempersoalkan sifat – sifat Tuhan itu. Kata Wibhuti itu sendiri berarti kebesaran dan kemuliaan Tuhan Y. M. E.
5. Yang mengandung ajaran Karmayoga
Karmayoga berdasarkan ajarannya pada masalah – masalah keduniaan. Kalau Jnanayoga, bhaktiyoga, Rajayoga, dan Wibhuti yoga berdasarkan ajarannya pada hal – hal kejiwaan dan kerokhanian, maka karmayoga ini hampir semuanya merupakan dasar ilmu – ilmu keduniaan.

UPAWEDA

1. PENGERTIAN UPAWEDA

Istilah Upaweda diartikan sebagai Weda yang lebih kecil dan merupakan kelompok yang kedua dari Wedangga. Upa berarti dekat atau sekitar dan Weda artinya pengetahuan. Dengan demikian upaweda berarti sekitar hal-hal yang bersumber dari Weda. Tujuan penulisan upaweda karena adanya menyangkut aspek pengkhususan untuk bidang tertentu. Jadi sama dengan Wedangga namun pembahasannya lebih mengkhusus, upaweda menjelaskan aspek pengetahuan atau hal-hal yang terdapat di dalam Weda dan memfokuskan pada bidang itu saja sehingga dengan demikian kita memiliki pengetahuan dan pengarahan mengenai pengrtahuan dan peruntukan ilmu pengetahuan yang dimaksud. 

Berdasarkan tradisi, Upaweda terbagi atas 4 bidang ilmu antara lain:
a. Ilmu obat-obatan atau Ayurweda
b. Ilmu musik atau Gandharwaweda
c. Ilmu kemiliteran atau penahan yang disebut Dhanurweda
d. Ilmu politik atau ilmu pemerintahan atau tentang dunia yang juga disebut Arthasastra. 

2. KEDUDUKAN UPAWEDA DALAM WEDA

Sesuai dengan arti dan tujuannya serta apa yang menjadi bahan kajian dalam Upaweda itu, maka Upaweda pada dasarnya dinyatakan mempunyai hubungan yang erat pada Weda. Jika kita pelajari lebih mendalam apa yang dibahas dalam purana dan Wedangga maupun dalam Itihasa, banyak dibahas ulang di dalam kitab Upawedadengan penajaman-penajaman untuk bidang-bidang tertentu. Untuk meningkatkan pengertian dan pendalaman tentang ajaran yang ada di dalam Weda, maka Kitab Upaweda ini menjelaskan lebih khusus. 

3. PEMBAGIAN JENIS UPAWEDA
Terdapat empat bidang dalam kitab Upaweda antara lain:

a. Ayurweda 
Istilah Ayurweda berarti ilmu yang menyangkut bagaimana seseorang itu dapat mencapai panjang umur. Ayu artinya baik dalam arti panjang umur. Dirga ayu yaitu panjang umur. Oleh karena itu isi buku yang tergolong Ayurweda akan menerangkan kepada kita mempergunakan ilmu itu agar kita dapat mencapai umur panjang. Pada umumnya kitab Ayurweda erta kaitannya dengan kitab Dharmasastra dan Purana, terutama Agni Purana. Pengetahuan yang dibahas tenteng cara menjaga kesehatan, ilmu pengobatan, macam penyakit. 
Ayurweda berisi tentang ilmu pengetahuan kesehatan jiwa dan jasmani, pengetahuan tentang biologi, anatomi dan berbagai macam jenis tumbuh-tumbhan yang dapat bermanfaat sebagai obat. Menurut materi kajian yang dibahas di dalam berbagai macam jenis Ayurweda, terbagai atas 8 bidang yaitu:

a) Salya yaitu ilmu tentang bedah dan cara-cara penyembuhannya.
b) Salakya yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit pada waktu itu.
c) Kayacikitsa  yaitu ilmu tentan jenis dan macam obat.
d) Bhutawidya yaitu ilmu tentang ilmu psiko terapi.
e) Kaumarabhrtya yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan pengobatan penyakit 
f) anak-anak serta cara perawatannya.
g) Agadatantra yaitu ilmu tentang pengobatan.
h) Rasayamatantra yaitu ilmu tentang pengetahuan kemujijatan dan cara 
i) pengobatan non medis.
j) Wajikaranatantra yaitu ilmu tentang pengetahuan jiwa remaja dan permasalahannya.

Asal mula Ayurweda dirintis oleh Atreya Punarwasu sekitar abad ke VI SM. Beliau menghimpun ajaran Caraka dalam bentuk buku yang nama Carakasamhita. Ada 8 kelompok dalam buku ini yaitu:

1. Sutrasthana yaitu ilmu pengobatan
2. Nidanasthana yaitu ilmu yang menbicarakan macam jenis penyakit yang paling pokok.
3. Wimanasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang pathologi, tentang ilmu pengobatan dan kewajiaban seorang doter.
4. Indriyasthana yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara diangnosa dan prognosa.
5. Sarirasthana yaitu bidang ilmu yang mempelajari tentang anatomi dan embriologi.
6. Cikitsasthana yaitu bidang ilmu yang khuisus mempelajari ilmu terapi.
7. Kalpasthana dan siddhi. 

b. Dhanurweda

Sering diterjemhkan sebagai iklmu kemiliteran atau ilmu penahan. Dhanurweda ini diajarkan kepada calon pemimpin. Dalan Agni Purana dikemukakan bahwa seorang yang akan menjadi pemimpin harus mempelajari ilmu seperti : dharmasastra, arthasastra, kamasastra, dhanurweda, catur widya (Anwiksaki, Trayi, wartta, Dandaniti) dan  itihasa. Dhanurweda memuat keterangan tentang training, mengenai acara penerimaan senjata, latihan penggunaan senjata. Tokoh penulis Wiswamitra dan Wiracintamani yang terdapat di kitab Shanurweda. 

c. Gandharwaweda

Gandharwaweda ada hubunganya dengan Sama Weda. Dan dalam kitab purana terdapat Gandharwaweda. Gandharwaweda mengajarkan tentang tari dan seni suara atau musik. Nama-nama buku yang tergolong Gandharwaweda dengan nama lain yaitu Natyasastra, diman Natya artinya tari-tarian, dijelaskan bahwa ilmu yang mengajarkan tentang seni tari dan musik. 

d. Arthasastra
Arthasastra adalah ilmu tentang politik atau ilmu tentang pemerintihan dasar-dasar ajaran Arthasastra terdapat pada kitab sastra dan Weda. Di dalam Rgweda dan Yajurweda terdapat ajaran Artasastra. Dan dijumpai pada Purana dan itihasa. Dalam kitab Mahabhrata dan Ramayana. Relevansi isi Arthasastra yang masih relevan dengan alam pikiran politik modern di Barat, terdapat dalam kitab Srthasastra itu. Untuk mendalami ilmu Politik Hindu dianjurkan disamping membaca Itihasa dan Purana, supaya membaca Dharmasatra dan Arthasastra karya Canakya itu. 
Banyak istilah yang terdapat dalam sastra Weda tidak hanya dikenal dengan istilah  Arthasasrta, namun dikenal juga dengan istilah Rajadharma, Dandaniti, Rajaniti, Nitisastra. Dari berbagai penulisan itu dapat disimpilkkan tentang adanya empat aliran pokok dibidang Arthasastra. Perbedaan itu tampak darisistem penerapan ilmu politik berdasarkan bidang ilmu yang diterima sebagai sistem untuk mencapai tujuan hidup manusia ( Purusartha). Tujuan yang diterima oleh semua pemikiran adalah Catur widya yang meliputi empat ilmu yaitu: Anwiksaki, Weda trayi, Wartta dan Dandaniti. 


ITIHASA
1. PENGERTIAN ITIHASA
Di dalam kitab Mahabharata bagian Adiparwa (62-22), terdapat tulisan yang berbunyi, jayo nametihaso’yamsrotawyo wujigisuna. Dari ungkapan itu menunjukkan bahwa jaya itu yang kemudian dinamakan Itihasa. Jaya adalah nama episode karangan Bhagawan Wyasa yang menceriterakan sejarahnya Pandawa dengan Kurawa. Episode itulah yang dinamakan Jaya dan kemudian oleh penulisnya sendiri menamakannya dengan Itihasa.
Itihasa adalah nama sejenis karya sastra sejarah agama Hindu. Itihasa adalah sebuah Epos yang menceriterakan sejarah perkembangan raja-rajandan kerajaan Hindu di masa silam. Ceriteranya penuh fantasi, roman, kewiraan dan disana-sini dibumbui dengan mitologisehimhga member sifat kekhasan sebagai sastra spiritual. Di dalamnya terdapat berbagai dialog tentang sosial politik, tentang filsafat atau ideologi dan teori kepemimpinan yang diikuti sebagai pola oleh raja-raja Hindu. Kata Itihasa terdiri atas tiga kata yaitu, iti-ha-sa, yang artinya sesungguhnya kejadian itu begitulah nyatanya.

2. JENIS-JENIS KITAB ITIHASA.
Menurut sifatnya, maka seluruh itihasa dapat kita kelompokkan ke dalam tiga macam, yaitu :
a. Ramayana
b. Mahabharata
c. Purana
Secara tradisional, jenis yang tergolong Itihasa hanya dua macam saja, yaitu:


3. RAMAYANA
Ramayana adalah sebuah epos yang menceriterakan riwayat perjalanan Bhatara Rama atau yang sering kita kenal dengan gelar Ramadewa. Rama sebagai tokoh utama dalam epos itu adalah penjelmaan Dewa Wisnu yang dalam kitab purana merupakan sebagai salah satu dari Wisnu Awatara atau inkarnasi Dewa wisnu dalam rangka untuk menegakkan Dharma.
Kitab Ramayana ini merupakan hasil karya terbesar dari Maha Rsi Walmiki. Menurut hasil penelitian yang teleh dilakukan mencatat bahwa Ramayana tersusun atas 24000 stanza yang di bagi-bagi atas tujuh bagian yang di sebut Kanda. Sairnya oleh penulisnya sendiri kadang kala dinamakan sair, kadang kala Akhyana, Gita atau Samhita, sebagai mana dapat kita baca dari Bhalakanda, Yudhakanda, dan terakhir dalam Ayodhyakanda.
Adapun ketujuh kanda yang di maksud di atas, yaitu :
a. Balakanda
b. Ayodhyakanda
c. Aranyakanda
d. Kiskindhakanda
e. Sundarakanda
f. Yuddhakanda
g. Uttarakanda
Tiap kanda merupakan satu plot ceritera yang sesuai menurut nama kanda masing-masing. Balakanda menceriterakan masa anak-anak.  Ayodhya menggambarkan kehidupan kerajaan di Ayodhya. Aranyakanda menceriterakan kisah kehidupan di hutan demikian seterusnya sampai pada Uttarakanda, yaitu penuturan kembali Riwayat Rama oleh putera kembar beliau, Kusa dan Lawa.
Keahlian Walmiki adalah kemampuannya memahami perasaan manusia secara mendalam walaupun dalam penggambarannya beliau lebih banyak menggunakan ragam bahasa yang disebut Lengkara. Di Indonesia misalnya gubahan yang kita jumpai adalah Kakawin Ramayana, ditulis dalam bahasa Jawa Kuno. Gubahan lainnya yang kita jumpai pula, antara lain: Ramayanatatwapadika ditulis oleh Maheswaratirthha, amrtakataka digubah oleh Sri Rama. Dipika ditulis oleh Waidhyanathadiksita. Walmikihrdaya ditulis oleh Ahobala. Rama Charita Manas ditulis oleh Tulsidas dan Kamba Ramayana ditulis oleh Kamban.

4. MAHABHARATA
Mahabarata adalah sebuah itihasa karya Bhagawan Wyasa (Abiyasa). Nama Itihasa ini sebagai nama hasil karya Wyasa ini dinyatakannya sendiri di dalam tulisan beliau sendiri yang beliau namakan Jaya. Jaya adalah nama pertama yang diberikan atas karyanya yang menceritakan sejarah keluarga Pandawa dan Kaurawa yang merupakan keluarga Bharata. Kitab ini merupakan kitab terbesar yang pernah dimiliki oleh Hindu baik isi maupun ukurannya.
Menurut Prof Dr. Pargiter, Mahabharata usianya lebih muda dibandingkan dengan Ramayana. Menurut beliau diperkirakan apa yang dinamakan Bharatayudha diperkirakan pernah terjadi sekitar tahun 950 SM. Tetapi menurut tradisi di India menyatakan bahwa Mahabharata itu terjadi pada permulaan jaman Kaliyuga dan permulaan itu diperkirakan dimulai pada tahun 3101 SM.
Pada garis besarnya kitab Mahabharata isinya adalah menceritakan sejarah pertentangan keluarga Bharata, yaitu Pandawa dan Kaurawa yang sama-sama Bangsa Arya. Dalam penggubahan Mahabharata, Bhagawan Wyasa juga memasukkan dalam gubahan itu cerita Hariwangsa. Keseluruhan kitab Mahabharata terbagi atas 18 parwa, yaitu: diparwa, Sabhaparwa, Wanaparwa, salyaparwa, Sawuktikaparwa, Santiparwa, Anusasanaparwa, Aswamedhikaparwa, Asramawasikaparwa, Mausalaparwa, Mahaprasthanikaparwa dan Suargarohanaparwa. Adapun Bhagawan Wyasa, penggubah terkenal Mahabharata itu dikenal pula dengan nama lainnya, yaitu: Krsnadwipayana. Inti isi cerita dalam Mahabharata tidak hanya menceritakan keluarga Bharata tetapi yang lebih penting adalah menyebar luaskan yang terdapat di dalam Weda. Dalam penyebar luasan isi Mahabharata, kita menjumpai banyak tulisan baik yang berdifat kritik maupun yang merupakan penggubahan baru.


PURANA


1. Pengertian Purana
Kata Purana berarti tua atau kuno. Ini dimaksudkan sebagai nama jenis buku yang berisikan cerita dan keterangan mengenai tradisi-tradisi yang berlaku pada jaman dahulu kala. Berdasarkan bentuk dan sifat isinya, purana adalah sebuah Itihasa karena di dalam nya memuat catatan-catatan tentang berbagai kejadian yang bersifat sejarah. Dilihat dari kedudukannya, Purana adalah jenis kitab Upaweda yang berdiri sendiri, sejajar pula dengan Itihasa. Untuk mengetahui isi Weda dengan baik, kita harus pula mengenal Itihasa, Purana dan Akhyana. Banyaknya penjelasan yang memuat tentang kebiasaan para Rsi atau nabi, alam pikiran atau ajaran serta kebiasaan yang dijalankan, maka Purana adalah semacam kitab Sunnahnya dalam agama Hindu atau sebagai dasar untuk memahami Sila dan Acara.
Sebagai kitab yang memiliki sifat Itihasa, Purana memuat banyak cerita mengenai silsilah raja-raja, sejarah perkembangan kerajaan hindu dan berbagai dinasti pada masa itu.

2. Pokok-pokok isi Purana
Hamper semua Purana memuat cerita-cerita yang secara tradisional dapat kita kelompokkan ke dalam lima hal, yaitu:
a. Tentang Kosmogoni atau mengenai penciptaan alam semesta.
b. Tentang hari kiamat atau Pralaya.
c. Tentang sisilah raja-raja atau dinasti hindu yang terkenal.
d. Tentang masa manu atau Manwantara.
e. Tentang sejarah perkembangan dinasti Surya atau Suryawangsa.
Kelima hal ini dirumudkan dalam kitab Wisnu Purana III.6.24, yang mengatakan sebagai berikut:
“ Sargasca pratisargasca wamso manwantarani ca, sarweswetesu kathyante wamsanucaritam ca yat ”.
Sarga dan dan pratisarga yaitu masa penciptaan dan pralaya atau masa kiamatnya dunia. Wamsa, yaitu tentang suku bangsa atau silsilah raja-raja yang penting dalam pengamatan sejarah. Wanmantra, yaitu jangka masa Manu, dari satu masa Manu ke masa Manu berikutnya, masa yang dikenal dengan Manwantara atau dari satu siklus manu je siklus Manu berikutnya. Bait kedua, yaitu mencakup segala cerita yang relevan pada dinasti itu dan yang terkhir mulai dari riwayat timbulnya Surya Wangsa dan Chandra Wangsa.
Selain kitab Wisnu Purana, banyak lagi kitab-kitab Purana lainnya yang isinya tidak hanya terbatas kepada kelima hal tersebut, melainkan member keterangan berbagai hal termasuk berbagai macam upacara yajna dengan penggunaan mantranya, ilmu penyakit, pahala melakukan dana punia, pahala melakukan Tirthayatra, berbagai macam jenis upacara keagamaan, perarturan tentang cara memilih dan membangun tempat ibadah, cara tentang meresmikan Candi, sejarah para dewa-dewa, berbagai jenis batuan mulya dan masih banyak lagi
Secara ilmiah kitab Purana bertujuan untuk member keterangan secara metodelogis yang amat penting dalam member keterangan tentang ajaran Ketuhanan itu sendiri.
Menurut catatan pada mulanya kita memiliki kurang lebih 18 kitab Purana, yaitu:
1. Brahmanda Purana
2. Brahmawaiwarta Purana
3. Markandeya Purana
4. Bhawisya Purana
5. Wamana Purana
6. Brahama Purana atau Adhi Purana
7. Wisnu Purana
8. Narada Purana
9. Bhagawata Purana
10. Garuda Purana
11. Padma Purana
12. Waraha Purana
13. Matsya Purana
14. Kurma Purana
15. Lingga Purana
16. Siwa Purana
17. Skanda Purana
18. Agni Purana
Di Bali kita juga menemukan sejenis Purana yang dinamakan dengan nama kitab purana pula, yaitu Raja Purana. Mengenai silsilah raja-raja yang pernah memerintah di Bali dan hubungannya dengan Jawa.

3. Pembagian Jenis purana
Kitab Purana dapat kita kelompokkan ke dalam tiga kelompok, berdasarkan pada isinya, yaitu:
1. Kelompok Satwika, ialah kelompok Purana yang mengutamakan Wisnu sebagai Dewatanya. Diwakili oleh enam buku Purana, yaitu: Wisnu Purana, Narada purana, Bhagawata purana, Garuda Purana, Padma Purana dan Waraha purana.
2. Kelompok rajasika (Rajasa) Puarana, ialah kelompok kedua yang kita kenal. Dalam kelompok ini, Dewa Brahma merupakan Dewatanya yang paling utama. Terdiri dari enam Purana juga, yaitu: brahmanda Purana, Brahmawaiwasta Purana, Markandeya Purana, Bhawisya Purana, Wamana Purana dan Brahma Purana.
3. Kelompok tamasika (Tamasa) Purana, ialah kelompok yang ketiga dan terdiri dari enam kitab Purana juga, yaitu: Matsya Purana, kurma Purana, lingga Purana, Siwa purana, Skanda Purana dan Agni Purana.
Agni Purana terdiri dari tiga pokok, yaitu:
a. Sesuai dengan materinya disebut Sawarahasyakanda
b. Waisnawa purana dan sebagai pelengkap pada Waisnawa Pancaratra, membahas mengenai Wedanta dan Gita.
c. Aspek Saiwagma dan memuat beberapa ajaran mengenai ritualia menurut tantrayana.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa agni Purana merupakan hasil karya Bhagawan Wasistha.

4. Kitab Upa Purana
Disamping ke 18 pokok Purana itu, kita mencatat adanya jenis-jenis kitab Purana yang lebih kecil dan suplementer sifatnya. Kelompok itu dikenal dengan Upa Purana. Umumnya kitab ini ditulis oleh bhagawan Wyasa, isinya sangat singkat dan pendek. Dengan adanya beberapa penemuan tentang awig-awig yang berlaku di besakih, baik dalam bentuk prasasti maupun dalam lontar.
Sebagian telah dikemukakan, bahwa purana banyak member informasi yang bermanfaat kepada kita terutama dalam bidang pelaksaan ajaran keagamaan atau Acara. Adapun nama-nama yang tercatat sebagai Upa Purana, a.l. Sanatkumara, narasimha, Brhannaradiya, Siswarahasiya, Durwasa, kapila, Wamana, Bhargawa, Waruna, Kalika, Samba, nandi, Surya, Parasasra, Wasistha, Dewi-bhagawata, ganesa dan hamsa.
Agni Purana menyebutkan berbagai penulis hukum Hindu, seperti Manu, Wisnu, Yajnawalkya, Wasistha, Harita, Atri, Yama, Angira, Daksa, Smwarta, Satatapa, Parasasra, Apastambha, Usanasa,Wyasa, katyayana, Brhaspati Gautama, Sankha dan Likhita.

AGAMA
Disamping kitab weda, agama Hindu berpegang pula pada kitab agama. Di salam jaman Kaliyuga ini, dinyatakan bahwa pegangan yang paling penting adalah kitab Agama ini karena manusia kemampuannya untuk dapat menghubungkan diri kepada tuhan Y.M.E jauh lebih berkurang dibandingkan dengan jaman Kertayuga.
Berdasarkan kitab Agama itu sistim pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dibedakan bentuknya ke dalam empat cara, yaitu :
a. Sistim Jnana.
b. Sistim Yoga Samadhi.
c. Sistim Kriya atau ritual secara esoterisma.
d. Sistem Charya atau pemujaan dalam bentuk sistem exoterisma.

Berdasarkan madzab-madzab yang ada dalam agama Hindu, yaitu madzab-madzab yang paling umum, maka kitab Agama itupun akhirnya dapat kita kelompokkan menjada tiga bagian kelompok, yaitu :

a. Kelompok kitab Agama untuk Waisnawa (Hindu Kawisnon).
b. Kelompok kitab Agama untuk Siwaisme (hindu Wiswa atau Sogantha).
c. Kelompok kitab Agama untuk Saktisme (Hindu Sakta).

Untuk mengenal lebih jauh mengenai kitab Agama ini, berikut dapat dijadikan pegangan.

a. Kelompok kitab Agama untuk Waisnawa.

Penelitian yang lebih mendalam memberi petunjuk kepaada kita bahwa kelompok jenis Agama ini memiliki empat macam himpunan kitab Agama, yaitu :

1. Pancharatra
2. Pratisthasara
3. Waikhanasa.
4. Wijnanalalita.

b. Kelompok kitab Agama untuk Siwaisme

Madsab Siwa merupakan madsab terpenting dan yang paling banyak pengaruhnya di Indonesia. Agama adalah dasar bagi semua perkembangan Siwaisme dimana saja. Didalam madsab Siwa ini, pegangan utama bukan hanya kitab Agama tetapi juga kitab-kitab Weda Sruti dan Dharmasastra. Agak berbeda sedikit dengan madzad Waisnawa.

c. Kelompok kitab Agama untuk Sakta.

Agama Sakta pada dasarnya merupakan bagian dari Siwaisme. Bentuk Agama ini dikenal lebih khusus dengan nama Tantra. Didalam berbagai kitab Agama Sakta, dialog antara Siwa dan Parwati sangat menonjol. Karena itu Agama Sakta pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari Agama Siswa.







BEBERAPA ATURAN DALAM
MEMPELAJARI WEDA

Mempelajari weda mwncangkup kegiatan yang sangat luas. Karena sangat luas maka yang dibahas hanya dua bidang saja, yaitu:
a. Cara belajar atau mengajar membaca Weda
b. Ketentuan-ketentuan umum yang harus diperhatikan selama belajar Weda.

1. Cara belajar atau mengajar membaca Weda
Mengajar dan belajar membaca Weda tidaklah sama dengan membaca biasa. Pada garis besarnya huruf itu kita bagi dua, dan tiap-tiap bagain lebih lanjut dikelompokkan menurut kelompok daerah artikulasinya pada waktu pengucapan. Kedua kelompok jenis huruf itu adalah : 
a. Kelompok huruf Swara (huruf hidup) terdiri atas :
a, a, i, i, u, u, e, ai, o, au, r, rr, lr, llrr.
b. Kelompok huruf Wyanjana (huruf mati) terdiri atas :
k, kh, g, gh, ng (n).
c, ch, j, jh, n.
t, th, d, dh, n.
t, th, d, dh, n.
p, ph, b, dh, m.
s, s (sn), s (c), h.
ks (ksh), tra, jn.
Masalah yang dihadapi bukan sekedar mengenal huruf melainkan bagaimana mengeja atau mengucapkannya secara jelas dan benar karena perbedaan ucapan dapat memberi arti lain. Seorang guru atau nabe akan dianggap berdosa atau bersalah bila mengajarkannya salah.

2. Ketentuan-ketentuan umum yang harus diperhatikan selama belajar Weda.
Berdasarkan bebrapa ketentuan di dalam kitab Smrti, terdapat keterangan, seseorang yang ingin mempelajari Mantra atau Weda, terlebih dahulu harus melalui upacara sakramen, umumnya disebut upananyana.
Setelah selesai acara itu, barulah guru dapat memulai mengajarkannya dan memulai dengan memberi keterangan tentang makna Ongkara dan arti dari masing-masing mantra. Selanjutnya apabila pengucapan mantr-mantra itu telah selesai agar supaya ditutup pula dengan Omkara. Untuk mengucapkan mantra, diharapkan seluruh jasad lahir dan bathin kita hendaknya benar-benar suci.
Orang yang telah menguasai Weda mantra adalah orang yang dituangkan. Walaupun umurnya masih muda. Seseorang yang belajar Weda harus membiasakan diri untuk tapa brata yang diikuti dengan moral dan mental yang bagus, baik dan mulia. Pada waktu musim hujan, sebaiknya pembacaan Weda ditangguhkan atau jangan dilakukan.
PENYEBARAN AJARAN WEDA

Penyebaran ajaran Weda didasarkan ketentuan Rg Weda X. 71.3. Menurut Rg. Weda X 71. (4) menyebutkan adanya empat macam orang yang akan menyebarkan ajaran Weda. Keempat tipe itu merupakan sistem penyebaran ajaran yaitu :
a. Ahli kawisastra akan menyebarkan ajaran Weda melalui profesi mereka, misalnya dengan menyusun tulisan-tulisan kawi atau puisi dan melagukannya sehingga setiap orang dapat turut mendengar, menikmati keindahan isi serta bentuk sastra.
b. Seniman akan  menyebarkan ajaran Weda melalui profesi mereka.
c. Ahli-ahli  yang akan membalas, mengubah, mengembangkan dan sebagainya, sehingga isinya dapat dimengerti, dirasakan dan dihayati sepenuhnya.
d. Pendeta-pendeta pemimpin upacara yadnya yang akan merumuskan, membudanyakan dan mengembangkan melalui cara doa-doa, improvisasi, penghayatan secara mistik sehingga keseluruhan ajarannya dapat dinikmati secara hanyati oleh seluruh lapisan masyarakat. Ajaran inipun diketengahkan didalam Yajur Weda XII. 1.1.
Disamping itu Hindu juga mempunyai cara yang populer dengan mengintrodusir ajaran Rsi yajna atau Brahma yajna. Melalui sistim TRI RNA (Tiga Macam Hutang), yaitu Dewa Rna, Rsi Rna dan Pitri Rna, maka ajaran Rsi Rna inilah dikembangkan ajaran Rsi Yajna yang menurut Manawadharmasastra, yajna itu dapat dilakukan dengan :
1. Menghormati Pandita Brahman dengan ajaran daksinanya.
2. Mewajibkan membaca atau mempelajari Weda baik melalui guru maupun dengan cara belajar sendiri.
3. Memperingati hari turunnya Weda, misalnya menyelenggarakan hari “Saraswati” sebagai hari turunnya Weda.
Untuk dapat menghanyati beberapa pahalanya didalam mempelajari Weda itu, Maha Rsi Manu didalam Manawadharmasastranya, menyatakan hal-hal sebagai berikut :
a. M. Dhs. II. 14.
Srutidwaidam tu yatrasyat tatra dharmawubhau smrtau, ubhawapi hi tau dharmau samyag uktau manisibhih.
Artinya : 
Pengetahuan smrti diwajibkan bagi mereka yang berusaha memperoleh pahala materiil dan kebahagiaan duniawi sedangkan mereka yang ingin memperoleh pahala rokhani itu, Sruti adalah mutlak.
b. M. Dhs. II. 26.
Waidikaih karmabhih punyai nisekadir dwijan manam, karyah sarirasamskarah pawanah pretya ceha ca.
Artinya :
Dengan melaksanakan upacara-upacara keagamaan yang diwajibkan oleh Weda, upacara praennatal dan samskara serta upacara-upacara lainnya akan mensucikan badan serta membersihkan diri seseorang dari dosa-dosanya setelah mati.
c. M. Dhs. III. 66
Mantratastu samrddhani kulanyalpa dhananyapi, kulisamkhyam ca gacchanti karsanti ca mahadyasah.
Artinya : 
Keluarga yang kaya akan pengetahuan Weda, Walaupun hartanya sedikit mereka tergolong diantara orang-orang besar dan terkenal.
d. M. Dhs. XI. 57.
Brahmajjnata wedaninda kauta saksyam suhridwadah, garhitanadyayorjagdhih surapana samani sat.
e. M. Dhs. XI. 246.
Wedadhyaso ‘nwaham saktya mahayajnakriya ksama, nasayantyasu papni mahapataka janyapi.
Artinya :
Mempelajari Weda setiap harinya, melakukan panca maha yadnya sesuai menurut kemampuannya, sabar dalam menderita, semuanya itu cepat atau lambat akan melenyapkan semua dosa-dosanya walaupun dosa besar sekalipun.



PETUNJUK PENGGUNAAN WEDA

Disamping itu ada pula petunjuk yang menjadi dasar hukum pena fisiran mantra bila tidak jelas dan kemudian dapat pula dijadikan dasar hukum untuk bentukkan Parisada, sebagai lembaga agama Hindu.

1. M. Dhs. XII. 108.
Anamnatesu dhamesu katham syaditi ced bhawet, yam cista brahmana bruyuh sadharmah syadacamkitah.
Artinya :
Kalau ditanya bagamana hukumnya sedangkan ketentuan itu belum dijumpai secara khusus maka para sista (ahli) dalam bidang itu akan menetapkannya sebagai ketentuan yang mempunyai ketentuan hukum.
2. M. Dhs. XII. 109.
Dharmenadhigatoyaistu wedah saparibrmhanah, tesista brahmana jneyah sruti praptyaksahetawah.
Artinya :
Para Brahmana yang tergolong sista menurut Weda, adalah merekan yang mempelajari Weda lengkap dengan bagian-bagiannya dan dapat membuktikan pandangannya dari segi Sruti.
3. M. Dhs. XII. 110.
Dasawara wa parisadyam dharma parikalpayet, tryawara wa pi wrttasrha tam dharma na wicalayet.
Artinya :
Apapun juga bentuk Parisada itu jumlah anggotanya sekurang-kurangnya terdiri dari sepuluh orang atau tiga orang yan sesuai menurut fungsi jabatannya : keputusannya dinyatakan sah dan mempunyai kekuatan sah yang tidak boleh dibantah.
4. M. Dhs. XII. 111.
Traiwidyohaitukastarkamairuktodharma patnakah trayascasraminahpurwe parisat syad dasawara.
Artinya :
Tiga orang ahli dibidang Weda, seorang ahli dibidang lokika, seorang ahli dibidang Mimamsa, seorang ahli dibidang Nirukta, seorang ahli didalam pengucapan mantra, dan tiga orang dari jenis golongan pertama merupakan anggota Parisada ahli yang terdiri atas 10 anggota.
5. M. Dhs. XII. 112
Rg Weda widyajurwicca samaweda widewaca, trywara parisajjneyadharma samsaryanirnaye.
Artinya :
Seorang yang ahli dibidang Rg Weda, seorang yang mengerti yajur weda, dan seorang yang mengerti samaweda dinyatakan merupakan tiga anggota majelis Parsada yang mempunyai wewenang dalam memutuskan bila perumusan hukum Hindu itu diragukan.
Inilah yang harus dihanyati dan dipegang sebagai pedoman didalam mengkaji segala permasalahan hukum dan ajaran agama. Akan lebih sulit lagi kalau sampai didalam pelaksanaan ajaran agama itu tidak dapat perumusan-perumusan yang tegas sehingga tidaklah mudah bagi seseorang menentukan mana yang besar dan sah menurut ajaran Hindu.









APPENDIX


1. BUKU BACAAN
1. A Histori of Indian Literature 
(Dr. M. Winternitz, Ph. D.)
University of Calcuta, 1959.
2. A. History of The Samskrta literature.
(V. Varadaerati, M.A.)
Ram Narain Lal, Allahabad, 1952.
3. Hindu Samskaras, a scio – religious study of the Hindu Sacraments.
(Dr. R. B. Pandey)
Vikrama Publication, Banaras (1949).
4. Hymns of the Rg. Veda.
(Ch. Manning)
Susil Gupta Ltd. (1952)
5. The call of  Vedas
(Dr. AC. Bose).
6. The sacred Book of the East.
(G. Buhler)
7. Manawadharmacastra.
(G. Pudja, M.A. dan Tjok. Rai Suddharta M.A)
8. A Vedic Reader for students
(A.A. Macdonell, M.A. Ph. D.)
Offord University Press. (1956)
9. The Thisteen Principal Upanisads.
 (Dr. R.E. Hume).
Offord University Press. 1954.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar