Kamis, 23 Januari 2014

MAKALAH PSIKOLOGI PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN

MAKALAH PSIKOLOGI
PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN

Dosen Pengampu : I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H


 








               NAMA                :    PUTU INDRA SUARTAWAN
          PRODI               :    PEND. AGAMA HINDU









JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2011



KATA PENGANTAR


          “Om Swastiastu”
          Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya saya dapat membuat makalah ini yang berjudul Pendekatan Dalam Pembelajaran yang selesai dengan baik dan tepat waktu. Saya menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan II. Dalam penyusunan makalah ini saya ucapan terima kasih kepada Bapak I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H  selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Psikologi Pendidikan II karena atas bimbingannya saya bisa menyusun makalah ini. Saya menyadari makalah yang saya susun ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan serta masih jauh dari sempurna, maka dari itu saya harapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
          “Om Santih, Santih, Santih Om”






                                                                                  Singaraja,   Desember 2011

                                                                                                Penyusun
                                                                                                       




 

DAFTAR ISI



                                                                                                                           Hal
COVER
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I        PENDAHULUAN
                   1.1    Latar Belakang..................................................................... .... 1
                   1.2    Rumusan Masalah................................................................ .... 2
                   1.3    Tujuan Penulisan.................................................................. .... 2

BAB II       PEMBAHASAN
                   2.1    Pengorganisasian Siswa............................................................ 3
                   2.2    Macam – Macam Pendekatan Pembelajaran............................. 5
                            2.2.1  Pendekatan Pembelajaran Secara Individu..................... 5
                            2.2.2  Pendekatan Pembelajaran Secara Kelompok................... 9
                            2.2.3  Pendekatan Pembelajaran Secara Klasikal...................... 13
                            2.2.4  Pendekatan Pembelajaran Secara Kontekstual................ 14
                            2.2.5  Pendekatan Pembelajaran Secara Konstruktivisme......... 16
                            2.2.6  Pendekatan Pembelajaran Secara Deduktif..................... 17
                            2.2.7  Pendekatan Pembelajaran Secara Induktif...................... 18
                            2.2.8  Pendekatan Pembelajaran Secara Konsep....................... 18
                            2.2.9  Pendekatan Pembelajaran Secara Proses......................... 20
                            2.2.10  Pendekatan Pembelajaran Secara Sains, Teknologi
                                        Dan Masyarakat............................................................ 20
BAB III     PENUTUP
                   3.1    Simpulan............................................................................... .... 21
                   3.2    Saran                                                                                      .... 21

DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia terus diupayakan dan dikembangkan seiring dengan perkembangan jaman yang semakin global. Peningkatan sumber daya manusia ini juga berpengaruh terhadap dunia pendidikan. Pendidikan yang merupakan ujung tombak dalam pengembangan sumber daya manusia harus bisa berperan aktif dalam meningkatkan kualitas dan juga kuantitas. Upaya pengembangan pendidikan tersebut harus sesuai dengan proses pengajaran yang tepat agar anak didik dapat menerima pelajaran dengan baik. Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama diantara siswa, maka proses pembelajaran dengan paradigma lama harus diubah dengan paradigma baru yang dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks tidak hanya satu arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama diantara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, maka dengan demikian siswa yang kurang akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya lebih baik.
Dalam kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari berbagai variabel pokok yang saling berkaitan yaitu kurikulum, guru/pendidik, pembelajaran, peserta. Dimana semua komponen ini bertujuan untuk kepentingan peserta. Berdasarkan hal tersebut pendidik dituntut harus mampu menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar dengan menyenangkan. Hal ini dilatar belakangi bahwa peserta didik bukan hanya sebagai objek tetapi juga merupakan subjek dalam pembelajaran. Peserta didik harus disiapkan sejak awal untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungannya sehingga berbagai jenis pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik.
Berdasarkan pandangan diatas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana upaya guru untuk meningkatkan hasil balajar siswa dengan pendekatan yang tepat. Salah satu solusinya yaitu dengan mengembangkan suatu pendekatan pembelajaran yang membuat siswa lebih senang dan lebih termotivasi untuk belajar. Beberapa pendekatan pembelajaran yang dianggap efisien adalah pendekatan pembelajaran komunikatif, pendekatan pembelajaran kontekstual, dan pendekatan pembelajaran humanistik.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam pembuatan makalah ini diantaranya :
1.2.1 Bagaimana Pengorganisasian Siswa?
1.2.2 Apa saja macam-macam pendekatan pembelajaran?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.3.1 Untuk mengetahui teknis pengorganisasian siswa.
1.3.2 Untuk mengetahui macam-macam pendekatan pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN

Perilaku belajar dapat ditemukan di sembarang tempat. Informasi lewat radio, televisi, surat kabar, dll mudah di dapat. Dalam kegiatan belajar mengajar guru dihadapkan pada siswa. Siswa yang dihadapi oleh guru rata-rata satu kelas yang terdiri dari 40 orang. Kemungkinan dapat terjadi seorang guru menghadapi sejumlah ratusan siswa. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan mengorganisasi siswa agar belajar. Guru juga menghadapi bahan pengetahuan yang berasal dari buku teks, dari kehidupan, sumber informasi lain, atau kenyataan di sekitar sekolah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan mengolah pesan. Pembelajaran juga berarti meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan keterampilan siswa. Kemampuan-kemampuan tersebut diperkembangkan bersama dengan pemerolehan pengalaman-pengalaman belajar sesuatu. Pemerolehan pengalaman-pengaaman tersebut merupakan suatu proses yang berlaku secara deduktif, atau induktif, atau proses yang lain. Dengan menghadapi sejumlah pebelajar, berbagai pesan yang terkandung dalam bahan ajar, peningkatan kemampuan pebelajar, dan proses pemerolehan pengalaman, maka setiap guru memerlukan pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran. Suatu prasyarat untuk dapat membelajarkan adalah bahwa seorang pembelajar (guru) sudah pernah bertindak belajar itu sendiri.

2.1 Pengorganisasian Siswa
Guru kelas satu SMP membagi buku bacaan merata ke semua siswa di kelasnya. Siswa diminta membaca dalam hati selama 5 menit. Topik yang dibaca tentang Gunung Kelud meletus. Kemudian siswa diberi tugas berikut, (i) tiap siswa mencatat kata-kata sulit yang ditemukan dibacaan, (ii) tiap siswa diminta mengemukakan peristiwa Gunung Kelud meletus dengan kalimat sendiri. Setelah selesai catatan “kata-kata sulit” dikumpulkan guru. Setelah tiap siswa mengemukakan hasil tugas, guru memperbaiki ‘tanggapan isi bacaan” dan kalimat-kalimat siswa. Kemudian guru SMP kelas satu tersebut menulis delapan judul karangan di papan tulis. Tiap siswa diminta memilih satu di antara delapan buah judul karangan. Kemudian, siswa menulis karangan selama tiga puluh lima menit. Guru berkeliling kelas, membantu siswa yang memperoleh kesukaran dalam menulis karangan. Setelah selesai, karangan siswa dikumpulkan oleh guru. Guru memeriksa karangan, dan membubuhkan komentar yang memberanikan siswa mengungkapkan buah pikirannya. Keesokan harinya, guru membagikan karangan siswa kembali. Siswa diberi kesempatan untuk menanyakan tata cara menulis karangan. Guru juga menjelaskan kata-kata yang sulit ditemukan dalam bacaan. Di samping itu guru menunjukkan kamus bahasa Indonesia, dan menjelaskan bagaimana menggunakan kamus.
Guru kelas dua SMP membagi siswa di kelasnya menjadi delapan kelompok. Tiap kelompok terdiri dari lima orang siswa. Guru memberikan sebuah bejana, sebuah tabung yang terbuka kedua ujungnya dan sebuah garpu tala kepada tiap kelompok. Tiap kelompok diberi tugas sama tentang resonansi udara. Pada tiap kelompok siswa mempunyai tugas tertentu. Seorang siswa mengisi bejana dengan air. Seorang siswa lain memegang tabung terbuka, memasukkan, dan mengangkat tabung tersebut dalam bejana air. Seorang siswa memegang dan mendengarkan garpu tala. Dua siswa yang lain bertindak mengobservasi dan membuat catatan kelompok. Pada saat tabung terbuka di angkat atau di masukkan ke dalam bejana, garpu tala tersebut dibunyikan. Pengukur mengukur dan mencatat panjang tabung di atas permukaan air. Guru berkeliling kelompok, member komentar dan memperbaiki cara kerja kelompok melakukan percobaan resonansi. Tiap kelompok diminta menarik kesimpulan. Ada kelompok yang menyimpulkan bahwa bunyi makin keras terdengar, bila panjang tabung di atas air semakin panjang. Ada kelompok yang menyimpulkan bahwa bunyi makin lemah terdengar, bila panjang tabung di atas air semakin pendek. Ada kelompok yang memberi ukuran panjang tabung di atas air secara rinci seperti 15cm, 20cm, 25cm, dan 30cm, tetapi ragu-ragu tentang keras atau lemahnya bunyi garpu tala. Setelah kelompok selesai melakukan percobaan, kemudian guru membimbing diskusi antar-kelompok berkenaan dengan hasil percobaan. Dari diskusi antar-kelompok diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Bunyi makin keras terdengar, bila panjang tabung di atas permukaan air semakin panjang. Sebaliknya, bunyi makin lemah terdengar, bila panjang tabung di atas air semakin pendek.
Guru kelas satu SMA menerangkan perang Diponegoro. Ia meletakkan peta peperangan Diponegoro di papan tulis. Beberapa foto dan lukisan yang berhubungan dengan perang Diponegoro tersedia. Peta Jawa, Sulawesi , dan Indonesia tersedia. Tiruan terjemahan perjanjian dengan Belanda tersedia. Guru menjelaskan situasi sebelum perang, sebab-sebab terjadinya perang, watak tokoh-tokoh, jalannya peperangan, dan berakhirnya perang. Segala media dan sumber belajar digunakan. Siswa memperoleh kesempatan melihat foto, gambar, dan membaca tiruan terjemahan dokumen sehubungan dengan perang Diponegoro. Siswa diberi kesempatan bertanya sebanyak-sebanyaknya. Guru menjelaskan secara rinci berkenaan dengan perang beserta akibat perang. Guru bertindak sebagai penceramah tunggal, tetapi siswa diberi peran belajar aktif. Pada akhir pelajaraqn guru membuat ikhtisar dan melakukan Tanya jawab. Dalam Tanya jawab tersebut guru berusaha memperoleh kesan umum tentang perolehan hasil belajar siswa selama jam pelajaran. Sebagai penutu, guru mengharapkan agar siswa mempelajari bahan tersebut lebih lanjut.
Ketiga lukisan perilaku mengajar tersebut menggambarkan pengorganisasian siswa belajar. Guru kelas satu SMP memerankan pembelajaran individual. Guru kelas dua SMP memerankan pembelajaran kelas kelompok. Guru kelas satu SMA memerankan pembelajaran kelas. Ketiga pembelajaran tersebut memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda.

2.2 Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran
2.2.1 Pendekatan Pembelajaran secara Individual
Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Bantuan dan bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan pada pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda. Pada pembelajaran individual, guru memberi bantuan kepada masing-masing pribadi. Sedangkan pada pembelajaran klasikal, guru memberi bantuan secara umum. Sebagai ilustrasi, bantuan guru kelas tiga kepada siswa yang membaca dalam hati dan menulis karangan adalah pembelajaran individual. Pada membaca dalam hati secara individual siswa menemukan kesukaran sendiri-sendiri. ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau dari segi tujuan pengajaran, siswa sebagai subjek yang belajar, guru sebagai pembelajar, program pembelajaran, serta orientasi dan tekanan utama dalam peaksanaan pembelajaran.

1. Tujuan Pengajaran pada Pembelajaran secara Individual
Perilaku belajar mengajar di sekolah yang menganut system klasikal tampak serupa. Dalam kelas tampak siswa yang rata-rata berjumlah 40 an orang. Guru membantu siswa yang menghadapi kesukaran. Adapun tujuan pembelajaran yang menonjol adalah :
1) Pemberian kesempatan dan keleluasaan siswa untuk belajar berdasarkan kemampuan sendiri; dalam pengajaran klasikal guru menggunakan ukuran kemampuan rata-rata kelas. Dalam pengajaran individual awal pelajaran adalah kemampuan tiap individual, sedangkan pada pengajaran klasikal awal pelajaran berdasarkan kemampuan rata-rata kelas. Siswa menyesuaikan diri dengan kemampuan rata-rata kelas. 
2) Pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal. Tiap individu memiliki paket belajar sendiri-sendiri, yang sesuai dengan tujuan belajarnya secara individual juga.

2. Peran Siswa dalam Pembelajaran secara Individual
Kedudukan siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral. Pebelajar merupakan pusat layanan pengajaran. Berbeda dengan pengajaran klasikal, maka siswa memiliki keleluasaan berupa:
1) keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri, 
2) kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukannya, 
3) keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan, 
4) siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar, 
5) siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri, serta
6) siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.

Keenam jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung jawab belajar mengajar. Pada pembelajaran klaskal, tanggung jawab guru dalam membelajarkan siswa cukup besar. Pada pembelajaran secara individual, tanggung jawab siswa untuk belajar sendiri sangat besar. Pebelajar bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri. Timbul soal berikut ; apakah siswa telah memiliki rasa tanggung jawab untuk belajar sendiri? hal ini terkait dengan perkembangan emansipasi diri siswa. Meskipun demikian pada tempatnya sejak usia pendidikan dasar (6;0-15;0) siswa dididik untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam beajar sendiri (Monks, Knoers, Siti Rahayu Haditono, 1989).

3. Peran Guru dalam Pembelajaran secara Individual
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan guru berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa : 
1) perencanaan kegiatan belajar, 
2) pengorganisasian kegiatan belajar, 
3) penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa, dan 
4) fasilitas yang mempermudah belajar.
Dalam pengajaran klasikal pada umumnya peranan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Hal ini tidak terjadi dalam pembelajaran individual. Perenan guru dalam merencanakan kegiatan belajar sebagai berikut : 
1) membantu merencanakan kegiatan belajar siswa; dengan musyawarah guru membantu siswa menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai kemampuan siswa, 
2) membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan criteria keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar, 
3) berperan sebagai penasihat atau pembimbing, dan 
4) membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri. sebagai ilustrasi, guru membantu memilih program belajar dengan suatu modul. (Tjipto Utomo & Kees, Ruijter, 1990: 69-83.)
Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut:
1) memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, 
2) membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan, 
3) mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber, 
4) membagi perhatian pada sejumlah pebelajar, menurut tugas dan kebutuhan pebelajar, 
5) memberikan balikan terhadap setiap pebelajar, dan 
6) mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja; unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diakhiri dengan evaluasi kemajuan belajar.
Peranan guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan perasaan bebas dalam belajar.

4. Program Pembelajaran dalam Pembelajaran Individual
Program pembelajaran individual merupakan usaha mem¬perbaiki kelemahan pengajaran klasikal. Dari segi kebutuhan pebelajar, program pembelajaran individual lebih efektif, sebab siswa belajar sesuai dengan programnya sendiri. Dari segi guru, yang terkait dengan jumlah pebelajar, tampnk kurang efisien. Jumlah siswa sebesar empat puluh orang mem inta perhatian besarguru, dan hal itu akan melelahkan guru. Dari segi usia perkembangan pebelajar, maka program pem-belajaran individual cocok bagi siswa SLTP ke atas. Hal ini disebabkan oleh:
1) umumnya siswa sudah dapat membaca dengan baik, 
2) siswa mudah memahami petunjuk atau perintah dengan baik, dan 
3) siswa dapat bekerja mandiri dan bekerja sama dengan baik.
Dari segi bidang studi, maka tidak semua bidang studi cocok untuk diprogramkan secara indr idual. Bidang studi yang dapat diprogramkan secara individual adalah pengajaran bahasa, matematika, IPA, dan IPS bagi bahan ajaran tertentu. Bagi bidang studi musik, kesenian, dan olah raga yang bersifat perorangan, juga cocok untuk program pembelajaran individual.
Program pembelajaran individual dapat dilaksanakan secara efektif, bila mempertimbangkan hal-hal berikut; 

1) disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa. 
2) tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa, 
3) prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa, 
4) kriteria keberhasilan dimengerti oleh siswa, dan 
5) keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.

5. Orientasi dan Tekanan Utama Pelaksanaan
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada se:iap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Kemandirian belajar tersebut merupakan tuntutan perkembangan individu. Dalam menciptakan pembelajaran individual, rencana guru berbeda dengan pengajaran klasikal. Dalam pelaksanaan guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan rekan diskusi. Guru berperan sebagai guru pendidik, bukan instruktur.

2.2.2 Pendekatan Pembelajaran Secara Kelompok
Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas adakalanya guru membentuk kelompok kecil. Kelompok tersebut umumnya terdiri dari 3-8 orang siswa. Dalam pembelajaran kelompok kecil, guru memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap anggota kelompok lebih intensif. Hal ini dapat terjadi, sebab hubungan antarguru-siswa menjadi lebih sehat dan akrab, siswa memperoleh bantuan, kesempatan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan minat, dan juga siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar, cara belajar, kriteria keberhasilan. Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi tujuan pengajaran,  pebelajar, guru sebagai pembelajar, program pembelajaran, dan orientasi dan tekanan utama pelaksanaan pembelajaran. Uraian selanjutnya di bawah ini.

1. Tujuan Pengajaran pada Kelompok Kecil
Pembelajaran kelompok kecil merupakan perbaikan dari kelemahan pengajaran klasikal. Adapun tujuan pengajaran pada pembelajaran kelompok kecil adalah :
1) memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah secara rasional, 
2) mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan, 
3) mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota mcrasa diri sebagai bagian kelompok yang bertanggung jawab, dan 
4) mengembangkan kemampuan kepemimpinan-keteipimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok. Sebagai ilustrasi, lomba karya tulis ilmiah kelompok di SMA menimbulkan kerja sama tim, dan sekaligus kompetisi sehat antar-kelompok (Joyce, Bruce & Weil, Marsha, 1980).

2. Peran Siswa dalam Pembelajaran Kelompok Kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak dan kohesif. Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol sebagai berikut: 
1) tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok, 
2) tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok, 
3) memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung, 
4) ada interaksi dari komunikasi antaranggota, serta 
5) ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok.
Dari segi individu, keanggotaan siswa dalam kelompok kecil merupakan pemenuhan kebutuhan berasosiasi. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ' ini timbullah rasa bangga dan rasa "memiliki" kelompok pada tiap anggota kelompok. Siswa berbagi tugas, tetapi merasa satu dalam semangat kerja.
Siswa dalam kelompok kecil berperan serta dalam tugas-tugas kelompok. Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan produktif, diharapkan 
1) anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok; dalam hal ini tindakan individual selalu diperhitungkan sebagai anggota kelompok, 
2) siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab, 
3) tiap anggota kelompok membina hubungan akrab yang mendorong timbulnya semangat tim, dan 
4) kelompok mewujud dalam satuan kerja yang kohesif. 
Berkelompok memang merupakan kebutuhan individu sebagai makhluk sosial. Meskipun demikian bertugas dalam suatu kelompok memang harus dididikkan. Dalam berkelompok, maka siswa dididik mewujudkan cita kemanusiaan secara objektif dan benar. Sebagai ilustrasi, regu bola voli SMP akan berjuang memenang-kan kejuaraan lomba voli, sejak tingkat kelas, sekolah SMP sekota, seprovinsi, sampai tingkat nasional. (Schein, 1991 : 205-209.)

3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran kelompok bermaksud menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar meningkat. Dalam pembelajaran kelompok jumlah siswa yang bemiutu diharapkan menjadi lebih banyak. Bila perhatian guru dalam pembelajaran individual tertuju pada tiap individu, maka perhatian guru dalam pembelajaran kelompok tertuju pada semangat kelompok dalair memecahkan masalah. Anggota kelompok yang "berkemampuan tinggi" dijadikan motor penggerak pemecah masalah kelompok. Peranan guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari: 
1) pembentukan kelompok, 
2) perencanaan tugas kelompok, 
3) pelaksanaan, dan 
4) evaluasi hasil belajar kelompok.
Pembentukan kelompok kecil merupakan kunci keberhasilan belajar kelompok. Tidak ada pedoman khusus tentang pembentukan kelompok yang jelas. Meskipun demikian ada hal yang patut dipenimbangkan. Pertimbangan pembentukan adalah:
1) tujuan yang akan diperoleh siswa dalam berkelompok; sebagai ilustrasi untuk meningkatkan kualitas hasil belajar, pcmbinaan disiplin kerja beregu, peningkatan kecepatan dan ketepatan kerja, latihan bergotong-royong, 
2) latar belakang pengalaman siswa, dan 
3) minat atau pusat perhatian siswa. 
Dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan, maka guru dapat merekayasa kelompok kecil sebagai alat mendidik tiap anggota kelompok. Perencanaan tugas kelompok perlu disiapkan oleh guru. Bila di kelas ada delapan kelompok kecil misalnya, maka perlu direncanakan 4-8 tugas. Tugas kelompok dapat paralel atau komplementer. Tugas paralel berarti semua kelompok bertugas yang sama. Sedangkan tugas komplementer berarti kelompok saling melengkapi pcmecahan masalah. Jika guru menghendaki tugas komplementer berarti hams membual beberapa satuan rencana pengajaran. Penyiapan tempat kerja, alat, dan sumber belajar, maupun jadwal penyelenggaraan tugas juga harus direncanakan. Dalam perencanaan tugas kelompok tersebut siswa sebaiknya diikutsertakan.
Dalam pelaksanaan mengajar, guru dapat berperan sebagai berikut; 
1) pemberi informasi umum tentang proses belajar kelompok; guru memberi informasi lentang tujuan belajar, tata kerja, kriteria keberhasilan belajar, dan evaluasi, 
2) setelah kelompok memahami tugasnya, maka kelompok melaksanakan tugas. Guru bertindak sebagai fasilitator. pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja, 
3) pada akhir pelajaran, tiap kelompok melaporkan hasil kerja, dan 
4) guru melakukan evaluasi tentang proses kerja kelompok sebagai satuan, hasil kerja, perilaku dan tata kerja, dan membandingkan dengan kelompok lain.
Dalam evaluasi pada tempatnya siswa juga diikutsertakan. Sebagai ilustrasi kelas satu SMP belajar tentang topik "koperasi angkutan kota" di kota A. Guru menginformasikan bahwa anggota koperasi angkutan tersebut terdiri dari pcmilik kcndaraan dan sopir angkutan. Kelas dibagi menjadi lima kelompok belajar, sesuai dengan hal yang diurusi koperasi. Hal-hal yang diurusi adalah kesejahteraan anggota, pemeliharaan kendaraan, jaringan angkutan, pendidikan anggota, dan lainnya. Tiap siswa dalam kelompok mempelajari hal tertentu. Siswa mempelajari topik tersebut selama empat minggu belajar. Pada minggu kelima diadakan laporan hasil kerja kelompok dan diskusi kelas. Guru, kelompok, dan anggota kelompok melakukan evaluasi hasil kerja kelompok.
Program pembelajaran kelompok memberikan tekanan utama pada peningkatan kemampuan individu sebagai anggota kelompok. Kelas yang berisi empat puluhan siswa adalah kelompok besar. Bagi guru, perhatian terhadap empat puluhan siswa dalam waktu serempak bukanlah mudah. Pembelajaran kelompok kecil merupakan strategi pembelajaran "antara" untuk memperhatikan individu. Pembelajaran kelompok dapat ditempuh  guru dengan jalan:  
1) membagi kelas ke dalam beberapa kelompok kecil; sebagai ilustrasi empat puluh siswa dibagi dalam delapan kelompok kecil, atau 
2) membagi kelas dengan memberi kesempatan untuk belajar perorangan dan berkelompok kecil; dalam hal ini guru perlu mencegah terjadinya perilaku siswa sebagai parasit belajar, dan ketakmampuan kerja kelompok.
Pada pembelajaran kelompok, orientasi dan tekanan ufama pelaksanaan adalah peningkatan kemampuan kerja kelompok. Kerja kelompok berarti belajar kepemimpinan dan keterpimpipan. Kedua keterampilan tersebut, memimpin dan terpimpin, periu dipelajari oleh tiap siswa. Dalam masyarakat modem keterampilan memimpin dan terpimpin diperlukan dalam kehidupan.

2.2.3 Pendekatan Pembelajaran Secara Klasikal
Pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama.. Hal itu disebabkan oleh pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Oleh karena itu adajumlah minimum siswa dalam kelas. Jumlah siswa tiap kelas pada umumnya berkisar dari 10 - 45 orang. Dengan Jumlah tersebut seorang guru masih dapat membelajarkan siswa secara bertiasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan dua kegiatan sekaligus, yaitu pengelolaan kelas dan pengelolaan pembelajaran. Pengelolaan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik. Dalam pengelolaan kelas dapat terjadi masalah yang bersumber dari kondisi tempat belajar dan siswa yang teriibat dalam belajar. Kondisi tempat belajar yang berupa ruangan yang kotor, papan tulis rusak, meja-kursi rusak misalnya, dapat mengganggu belajar. Sedangkan masalah siswa dapat berupa masalah individual atau kelompok. Gangguan belajar di kelas dapat berasal dari seorang siswa atau sekelompok siswa. Sudah tentu, guru dituntut berketerampilan mengatasi gangguan belajar dari siswa. Dalam hal ini, guru dapat mcnggunakan teknik-teknik penguatan agar ketertiban belajar terwujud.
Pengelolaan pembelajaran bertujuan mencapai tujuan belajar. Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan kelompok kecil berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama pem¬belajaran adalah seluruh anggota kelas. Di samping penyusunan desain instniksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut: 
1. penciptaan tertib belajar di kelas, 
2. penciptaan suasana senang dalam belajar, 
3. pemusatan perhatian pada bahan ajar, dan 
4. mengikutsertakan siswa belajar aktif, 
5. pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa.
Dalam pembelajaran kelas, guru dapat mengajar seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar. Bila guru menjadi tim pembelajar, maka asas tim pembelajar harus dipatuhi. Tim pembelajar perlu menyusun desain pembelajaran kelas secara baik.

2.2.4 Pendekatan Pembelajaran Secara Konstektual

Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001). Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen komponen pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima (5) bentuk belajar yang penting, yaitu :
1. Mengaitkan
adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
2. Mengalami
merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
3. Menerapkan
siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
4. Kerjasama
siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer
peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan fokus pada pemahaman bukan hapalan.

2.2.5 Pendekatan Pembelajaran Secara Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan. Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam lingkungan masyarakat. Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran.
Oleh karena itu, guru lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkan kemampuan siswa secara pribadi. Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan (konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu lah yang utama (konstruktivisme individu).

1. Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu, kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan strateginya.

2. Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar individual.

3. Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme
1) Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi peserta didik dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.
2) Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan pengalaman yang ada dalam diri siswa.
3) Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka pelajari.
4) Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari

2.2.6 Pendekatan  Pembelajaran Secara Deduktif
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum kesesuatu yang khusus. Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.
2.2.7 Pendekatan Pembelajaran Secara Induktif
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum.
Pendekatan induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus  menuju keadaan umum. APB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement ini adalah suatu usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam pernyataan (statement) dibangun berdasarkan observasi dari praktek yang ada.
Perbedaan  Pendekatan Deduktif dan Induktif : Teori normatif (normative theory) menggunakan pertimbangan nilai (value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa laporan akuntansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value measurements of assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya, teori deskriptif (descriptive theory) berupaya untuk menemukan hubungan yang sebenarnya terjadi.

2.2.8 Pendekatan Pembelajaran Secara Konsep
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman. Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
Ciri-ciri suatu konsep adalah:
1. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
2. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
3. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
4. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan
5. Konsep yang benar membentuk pengertian
6. Setiap konsep berbeda dengan melihat ‘ciri-ciri tertentu

Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan konsep adalah:
1. Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.
2. Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah dimengerti.
3. Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai konsep yang komplek.
4. Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.

Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,
1) Tahap enaktik
Tahap enaktik dimulai dari: Pengenalan benda konkret, menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru, pengamatan, penafsiran tentang benda baru.
2) Tahap simbolik
Tahap simbolik siperkenalkan dengan: simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll, membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah   siswa cukup mengerti akan ciri-cirinya, memberi nama, dan istilah serta defenisi.
3) Tahap ikonik
Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti: menyebut nama, istilah, defmisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya.




2.2.9 Pendekatan Pembelajaran Secara Proses
Pendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses. Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan  dan bahkan melakukan percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.

2.2.10 Pendekatan Pembelajaran Secara Sains, Teknologi Dan Masyarakat
Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains, Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan  gabungan antara pendekatan konsep, keterampilan proses,CBSA, Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. (Susilo, 1999). Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu  mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah  diambilnya. Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme, yaitu peserta didik menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya berdasarkan apa yang telah mereka ketahui


BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Untuk memotivasi siswa agar lebih senang belajar maka diperlukan pendekatan pembelajaran. Beberapa pendekatan pembelajaran antara lain pendekatan pembelajaran individual, pendekatan pembelajaran kelompok, dan pendekatan pembelajaran klasikal. Pendekatan pembelajaran individual lebih menitikberatkan pada pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Pendekatan pembelajaran kelompok lebih mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok kecil dalam proses belajar mengajar. Pendekatan pembelajaran klasikal lebih berpusat pada guru. Dengan pendekatan pembelajaran tersebut diharapkam peserta didik dapat termotivasi untuk belajar.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, saya menemukan banyak masalah dan kendala, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat diperlukan demi kesempurnaan penyusunan makalah ini, dimasa yang akan datang.


DAFTAR PUSTAKA


Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Syaefudin, Udin. 2009.  Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
http://www.penadenikurniawan.com
http://www.widanarto.wordpress.com




 
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar