Kamis, 23 Januari 2014

SANGGAH MERAJAN


SIVA SIDDHANTA
SANGGAH MERAJAN

Dosen Pengampu: I Ketut Pasek Gunawan, S.Pd.H

















Oleh:
Nama : Putu Indra Suartawan
             NIM         :      10.1111.3861








FAKULTAS DHARMA ACARYA
PRODI. PEND AGAMA HINDU
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2012




BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Pura Keluarga/Merajan
Merajan/Pamerajan yaitu berasal dari kata “raja” yang mendapat awalan pe dan me serta akhiran an sehingga menjadi pamerajan yang berarti tempat raja. Raja yang dimaksud adalah Raja-raja, para Arya dan lain-lain yang dianggap berjasa pada zaman dahulu kala dan karena jasanya itu sehingga kedudukannya disamakan dengan Dewa/Bhatara serta dibuatkan pura Khayangan.
Pada waktu hari raya misalnya hari Raya Kuningan, masyarakat Hindu di Bali diharuskan untuk berziarah atau datang bersembahyang ke tempat-tempat suci tersebut di atas guna memberi hormat sebagai penghargaan kita kepada roh-roh suci yang telah dinamai  dimasing-masing tempat tersebut. Akan tetapi karena tempat suci itu letaknya berjauhan dan tidak mungkin bisa dicapai dalam waktu satu hari perjalanan, sehingga untuk memenuhi maksud dan tujuan, maka tiap ikatan keluarga diwajibkan membuat pamerajan di lingkungannya masing-masing sebagai perluasan Sanggah tadi dan didalam halaman Pamerajan itulah didirikan bangunan atau pelinggih, sebagai simbol dari Sad Khayangan atau Sad Khayangan dalam bentuk mini sebagai tempat penyawangan.
Fungsi Sanggah/Pamerajan berdasarkan keyakinan umat Hindu di Bali yaitu, sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Para Leluhur/Kawitan, sebagai tempat berkumpul sanak keluarga dalam upaya untuk mempererat tali keluarga, dan sebagai tempat kegiatan sosial/pendidikan yang berkaitan dengan ajaran Agama.

1.2 Pura Kawitan 
Pura ini mempunyai karakter yang ditentukan oleh adanya ikatan wit atau leluhur berdasarkan garis kelahiran (genealogis). Pura ini sering pula disebut Padharman yang merupakan bentuk perkembangan yang lebih luas dari pura milik warga atau pura klen. Dengan demikian maka pura Kawitan adalah tempat pemujaan roh leluhur yang telah suci dari masing-masing warga atau kelompok kekerabatan. Klen kecil adalah kelompok kerabat yang terdiri dari beberapa keluarga inti maupun keluarga luas yang merasakan diri berasal dari nenek moyang yang sama. Klen ini mempunyai tempat pemujaan yang disebut pura Dadya sehingga mereka disebut Tunggal Dadya. Keluarga inti disebut juga keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas terdiri lebih dari satu keluarga inti yang juga disebut keluarga besar (extended family). Suatu keluarga inti terdiri dari seorang suami, seorang istri dan anak-anak mereka yang belum kawin .
Tempat pemujaan satu keluarga inti disebut Sanggah atau Merajan yang juga disebut Kamulan Taksu, sedangkan tempat pemujaan keluarga luas disebut Sanggah Gede atau Pamarajan Agung. Klen besar merupakan kelompok kerabat yang lebih luas dari klen kecil (Dadia) dan terdiri dari beberapa kelompok kerabat Dadia. Anggota kelompok kerabat tersebut mempunyai ikatan tempat pemujaan yang disebut pura Paibon atau Pura Panti. Di beberapa daerah di Bali, tempat pemujaan seperti itu, ada yang menyebut pura Batur (Batur Klen), pura Penataran (Penataran Klen) dan sebagainya. Didalam Lontar Siwàgama, disebutkan bahwa setiap 40 keluarga batih patut membuat pura Panti, setiap 20 keluarga batih patut mendirikan pura lbu, setiap 10 keluarga batih supaya membuat palinggih Påtiwì dan setiap keluarga batih membuat palinggih Kamulan yang kesemuanya itu untuk pemujaan roh leluhur yang telah suci. 

1.3 Tempat Untuk Membangun Merajan atau Tempat Suci
           Karena Merajan adalah sebuah tempat suci maka untuk membangunnya juga memerlukan sebuah tempat yang dinyatakan suci disetiap pekarangan. Tempat suci menurut agama Hindu tiada lain adalah:
1. Arah dimana gunung itu, disebut dengan kaja.
2. Tempat matahari terbit yakni arah timur. Dari gunung Tuhan memberikan sebuah kehidupan dan matahari adalah simbol dari cahaya terang menuntun manusia jadi yang paling baik adalah arah timur laut.
3. Jika ada rumah bertingkat maka sebaiknya tempat yang paling atas adalah digunakan untuk Merajan dan menuju timur laut.
4. Tempat timur laut haruslah ditinggikan agar tidak kena cucuran atap atau cucuran dari rumah orang lain.
5. Jika dalam satu pekarangan tempat timur laut tidak ada, maka di perbolehkan untuk menggunakan sebuah tempat barat laut.
6. Jika tinggal di Kota besar, yang sangat sedikit tanahnya, maka untuk membangun Merajan sangatlah mustahil maka bisa membuat pelinggih dengan turus lumbung dan itu juga sah. Tetapi tidak dapat melaksanakan sebuah upacara manusia yajnya sebab Merajan Sanggah Kemulan belum ada.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Babad Arya Kenceng
Pada tahun 1342, pasukan perang Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada selaku Panglima Perang Tertinggi, dibantu oleh Wakil Panglima Perang yang bernama Arya Damar, serta beberapa Perwira antara lain, Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Belog, Arya Kanuruhan, Arya Bleteng, Arya Pengalasan dan Adipati Takung, menyerang Kerajaan Bedulu di Bali. Dalam penyerangannya dibagi:
2.1.1 Induk pasukan dipimpin oleh Gajah Mada, penyerbuan dan pendaratan dipantai Timur Pulau Bali.
2.1.2 Arya Damar dengan kekuatan 20.000 orang tentara Palembang mengadakan pendaratan dipantai Utara Pulau Bali.
2.1.3 Tentara Sunda (Jawa Barat) yang berjumlah 20.000 orang, dipimpin oleh Adipati Takung dengan dibantu oleh tentara bawahan bernama Lagut, mengadakan pendaratan dipantai Barat Pulau Bali.
2.1.4 Pendaratan dipantai Bali Selatan, dilakukan serentak oleh 6 Perwira, masing-masing dibawah pimpinan: Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Bleteng, Arya Belog, Arya Pengalasan dan Arya Kanuruhan. Mereka masing-masing memimpin lebih kurang 15.000 orang.
Setelah Kerajaan Bedulu ditaklukan, oleh raja Kerajaan Majapahit Ratu Tribhuwana Tungga Dewi, Selanjutnya Gajah Mada membagi daerah kekuasaan kepada beberapa Arya, salah satunya Arya Kenceng diberikan memimpin daerah Tabanan yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan Tabanan, dengan rakyat sebanyak 40.000 orang dengan batas wilayah sebagai berikut:
1. Batas Timur: Sungai Panahan
2. Batas Barat: Sungai Sapwan
3. Batas Utara: Gunung Batukaru
4. Batas Selatan: Daerah Sanda, Kerambitan, Blumbang, Tanggun Titi dan Bajra.
Pada tahun 1343 M beliau membuat istana disebuah desa yang bernama Desa Pucangan atau Buwahan, lengkap dengan Taman Sari di sebelah Tenggara Istana. Beliau memerintah dengan bijaksana sehingga keadaan daerah Tabanan menjadi aman sentosa.
Arya Kenceng mengambil istri putri keturunan brahmana yang bertempat tinggal di Ketepeng Reges yaitu suatu daerah di Pasuruan yang merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Arya Kenceng memperistri putri kedua dari brahmana tersebut sedangkan putri yang sulung diperistri oleh Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan dari Puri Samprangan dan putri yang bungsu diperistri oleh Arya Sentong.
Arya Kenceng sebagai kepala pemerintahan di daerah Tabanan bergelar Nararya Anglurah Tabanan, sangat pandai membawa diri sehingga sangat disayang oleh kakak iparnya Dalem Samprangan. Dalam mengatur pemerintahan beliau sangat bijaksana sehingga oleh Dalem Samprangan beliau diangkat menjadi Menteri Utama. Karena posisi beliau sebagai Menteri Utama, maka hampir setiap waktu beliau selalu berada disamping Dalem Samprangan. Arya Kenceng sangat diandalkan untuk memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh Dalem Samprangan, karena jasanya tersebut maka Dalem Samprangan bermaksud mengadakan pertemuan dengan semua Arya di Bali. Dalam pertemuan tersebut Dalem Samprangan menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan tersebut tiada lain untuk memberikan penghargaan kepada Arya Kenceng atas pengabdiannya selama ini.
"Wahai dinda Arya Kenceng, demikian besar kepercayaanku kepadamu, aku sangat yakin akan pengabdianmu yang tulus dan ikhlas dan sebagai tanda terima kasihku, kini aku sampaikan wasiat utama kepada dinda dari sekarang sampai seterusnya dari anak cucu sampai buyut dinda supaya tetap saling cinta mencintai dengan keturunanku juga sampai anak cucu dan buyut. Dinda saya berikan hak untuk mengatur tinggi rendahnya kedudukan derajat kebangsawanan (catur jadma), berat ringannya denda dan hukuman yang harus diberikan pada para durjana. Dinda juga saya berikan hak untuk mengatur para Arya di Bali, siapapun tidak boleh menentang perintah dinda dan para Arya harus tunduk pada perintah dinda. Dalam tatacara pengabenan atau pembakaran jenasah (atiwatiwa) ada 3 upacara yang utama yaitu Bandhusa, Nagabanda dan wadah atau Bade bertingkat sebelas. Dinda saya ijinkan menggunakan Bade bertingkat sebelas. Selain dari pada itu sebanyak banyaknya upacara adinda berhak memakainya sebab dinda adalah keturunan kesatriya, bagaikan para dewata dibawah pengaturan Hyang Pramesti Guru. Demikianlah penghargaan yang kanda berikan kepada adinda karena pengadian dinda yang tulus sebagai Mentri utama."
Arya Kenceng karena telah lanjut usia, akhirnya beliau wafat dan dibuatkan upacara pengabenan (palebon) susuai dengan anugrah Dalem Samprangan yaitu boleh menggunakan bade bertingkat sebelas yang diwariskan hingga saat ini. Adapun roh sucinya (Sang Hyang Dewa Pitara) dibuatkan tugu penghormatan (Peliggih) yang disebut "Batur/Batur Kawitan” dan disungsung oleh keturunan beliau hingga saat ini dan selanjutnya. 

Keturunan/Pratisentana Arya Kenceng:
1. Arya Kenceng, Raja Tabanan I Berputra:
1). Dewa Raka/Sri Magadha Prabhu.
Beliau tidak berminat menjadi raja, melaksanakan kehidupan kepanditaan dan mengangkat 5 orang anak asuh (putra upon-upon):

(1). Ki Bendesa Beng
(2). Ki Guliang di Rejasa
(3). Ki Telabah di Tuakilang
(4). Ki Bendesa di Tajen
(5). Ki Tegehan di Buahan

2). Dewa Made/Sri Magadha Natha

3). Kiayi Tegeh Kori
Merupakan Putra kandung dari Arya Kenceng yang beribu dari desa Tegeh di Tabanan( bukan putra Dalem yang diberikan kepada Arya Kenceng, menurut babad versi Benculuk Tegeh Kori, Beliau membangun Kerajaan di Badung, diselatan kuburan Badung ( Tegal ) dengan nama Puri Tegeh Kori ( sekarang bernama Gria Jro Agung Tegal ),beliaulah yang mengangkat Kyai Pucangan ( Kyai Notor wandira yang notabenanya putra dari Sri Megada Natha ) menjadi putra ketiga beliau dengan nama Kyai Nyoman Tegeh yang kemudian menurunkan kerajaan Badung seperti : Puri Pemecutan ,Puri Kesiman, Puri jambe , Puri Denpasar . Karena ada konflik di intern keluarga maka beliau meninggalkan puri di Tegal dan pindah ke Kapal. Di Kapal sempat membuat mrajan dengan nama "Mrajan Mayun " yang sama dengan nama mrajan sewaktu di Tegal, dan odalannya sama yaitu pada saat "Pagerwesi". Dari sana para putra berpencar mencari tempat. Kini pretisentananya ( keturunannya ) berada di Puri Agung Tegal Tamu, Batubulan, Gianyar dan Jero Gelgel di Mengwitani( Badung), Jro Tegeh di Malkangin Tabanan , Jro Penarungan di Sumerta , Jro Batubelig di Kuta. Dan dalam babad perjalanan Kiyai Tegeh ( Arya Kenceng Tegeh Kori ) tidak pernah membuat istana di Benculuk atau sekarang di sebut Tonja apalagi sampai membangun mrajan Kawitan di Tonja. Di Puri Tegeh Kori beliau berkuasa sampai generasi ke empat.
Adapun putra -putra dari Arya Kenceng Tegeh Kori IV adalah :
(1). Kyai Anglurah Putu Agung Tegeh Kori ( setelah dari Kapal kemudian membangun puri di Tegal Tamu, Gianyar, dengan nama Puri Agung Tegal Tamu ( Tamu dari Tegal ). Beliau berputra : 
a. I Gusti Putu GelGel. Magenah ring ( bertempat tinggal di ) : Jro Gelgel di Mengwitani Badung, Yeh Mengecir Jembrana dan Jro Tegeh di Malkangin Tabanan
b. I Gusti Putu Mayun. Magenah ring Jro Batu Belig ,Batubelig dan Cemagi
c. I Gusti Ketut Mas. Magenah ring Klusa
d. Kyai Anglurah Made Tegeh. Magenah ring Perang Alas( Lukluk Badung), Pacung ( Abian semal ) dan Dencarik ( Buleleng )
e. I Gusti Nyoman Mas. Magenah ring Kutri
f. I Gusti Putu Sulang. Magenah ring Sulang
g. I Gusti Made Tegeh. Magenah ring Mambal, Sibang, Karang Dalem
h. I Gusti Mesataan. Magenah ring Sidemen
i. I Gusti Putu Tegeh. Magenah ring Lambing, Klan, Tuban
j. I Gusti Ketut Maguyangan. Magenah ring Desa Banyu Campah
k. I Gusti Gede Tegeh. Magenah ring Plasa ( Kuta )
l. I Gusti Abyan Timbul. Magenah ring Abian Timbul
m. I Gusti Putu Sumerta. Magenah ring Sumerta
(2). Kyai Anglurah Made Tegeh.
(3). Kyai Ayu Mimba / Kyai Ayu Tegeh ( Beliau yang menikah Ke Kawya Pura /Puri Mengwi ).
(4). Nyai Luh Tegeh.

2. Shri Megadha Natha/Arya Yasan, Raja Tabanan ke II Berputra:
1). Shri Arya Ngurah Langwang
2). Ki Gusti Made Utara/Madyatara, Menurunkan Kelurga Besar Jero Subamia
3). Ki Gusti Nyoman Pascima, Menurunkan Keluarga Besar Jero Pemeregan
4). Ki Gusti Wetaning Pangkung, Menurunkan Para Gusti: 
(1). Lod Rurung
(2). Kesimpar
(3). Serampingan
5). Ki Gusti Nengah Samping Boni, Menurunkan Para Gusti: 
(1). Kiayi Titih
(2). Kiayi Ersani, Menurunkan Kelurga Besar Jero Ersania(Dauh Pangkung Tabanan)
(3). Kiayi Nengah
(4). Kiayi Den Ayung (Putung)
6). Ki Gusti Batan Ancak, Menurunkan Para Gusti: 
(1). Ancak, Pindah ke Desa Nambangan Badung, sebagai pendamping Kiayi Ketut Pucangan (Sirarya Notor Wandira)
(2). Angglikan
7). Ki Gusti Ketut Lebah
8). Kiayi Ketut Pucangan/Sirarya Notor Wandira, Menjadi Raja di Badung, Selanjutnya Menurunkan Raja-Raja dan Pratisentana Arya Kenceng di Badung

3. Shri Arya Ngurah Langwang, Raja Tabanan ke III
Beliau memindahkan Kerajaan beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Puri Agung Tabanan dan semenjak itu pula Arya Ngurah Langwang, saudara-saudaranya (Ki Gusti Made Utara, Ki Gusti Nyoman Pascima dan Ki Gusti Wetaning Pangkung) dan seketurunannya berpura Kawitan di Pura Batur di Puri Singasana Tabanan (Puri Agung Tabanan). Sedangkan bekas lahan Pura Batur di Buahan/Pucangan, diserahkan penggunaannya kepada putra upon-upon Ki Tegehan di Buahan.
Beliau berputra:
1). Ki Gusti Ngurah Tabanan
2). Ki Gusti Lod Carik, Menurunkan Para Gusti Lod Carik
3). Ki Gusti Dangin Pasar, Menurunkan Para Gusti: 
(1). Suna
(2). Munang
(3). Batur
4). Ki Gusti Dangin Margi, Menurunkan Para Gusti: 
(1). Ki Gusti Blambangan
(2). Ki Gusti Jong
(3). Ki Gusti Mangrawos di Kesiut Kawan
(4). Ki Gusti Mangpagla di Timpag

4. Ki Gusti Ngurah Tabanan/Prabhu Winalwan/Betara Mekules, Raja Tabanan ke IV dan ke VI Berputra:
1). Ki Gusti Wayan Pamedekan
2). Ki Gusti Made Pamedekan
3). Ki Gusti Bola Raja Tabanan ke X, Menurunkan Ki Gusti Tembuku
4). Ki Gusti Made, Menurunkan Para Gusti Punahan
5). Ki Gusti Wongaya, Menurunkan Para Gusti Wongaya (Jero Wongaya Tabanan)
6).Ki Gusti Kukuh, Menurunkan Para Gusti Kukuh (Jero Kukuh Denbatas dan Jero Kukuh Delodrurung)
7). Ki Gusti Kajanan, Menurunkan Para Gusti: 1. Kajanan, 2. Ombak dan 3. Pringga
8). Ki Gusti Brengos (SiraArya Branjingan/SiraArya Sakti Abiantimbul, Dgn memperistri Ni Gusti Ayu Batan Ancak (Puri Ancak Tabanan) Menurunkan Para Gusti Abiantimbul Intaran melinggih ring (Jero Gede,Jero Abiantimbul Intaran Sanur, Jero Semawang intaran sanur, Jero Gulingan Intaran Sanur)
Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan
9). Ni Gusti Luh Kukuh
10).Ni Gusti Luh Kukub
11).Ni Gusti Tanjung
12).Ni Gusti Luh Tangkas
13).Ni Gusti Luh Ketut
Stana/Pelinggih Beliau berada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Piodalannya pada Anggarkasih Dukut (Selasa Kliwon Dukut).

5. Ki Gusti Wayahan Pamadekan, Raja Tabanan V Berputra:
1). Ki Gusti Nengah Mal Kangin, Raja Tabanan ke IX
2/3). (Dua) Orang Wanita
4). Raden Tumenggung, Putra yang lahir di Mataram, setelah Ki Gusti Wayahan Pamedekan ditangkap dalam perang dengan Mataram, dan diangkat sebagai mantu oleh Raja Mataram.

6. Ki Gusti Made Pamedekan, Raja Tabanan ke VI Berputra:
1). Sirarya Ngurah Tabanan
2). Ki Gusti Made Dalang, Raja Tabanan ke IX
3). Ni Gusti Luh Tabanan

7. Sirarya Ngurah Tabanan (Betara Nisweng Penida), Raja Tabanan ke VIII
    Berputra:
1). Ni Gusti Luh Kepaon
2). Ni Gusti Ayu Rai
3). Ki Gusti Alit Dawuh

8. Ki Gusti Alit Dawuh/Sri Megadha Sakti, Raja Tabanan ke XI Berputra:
1). Putra Sulung (tidak disebutkan namanya)
2). I Gusti Made Dawuh/Ida Cokorda Dawuh Pala berputra: 
(1). I Gusti Lanang
(2). I Gusti Kandel
(3). Ni Gusti Luh Selingsing
(4). Ni Gusti Luh Tatadan Menikah dengan seorang Brahmana di Griya Pasekan
(5). Ni Gusti Luh Sasadan
3). Gusti Ngurah Nyoman Telabah berputra: 
(1). Ki Gusti Blumbang
(2). Ki Gusti Pande
(3). Ni Gusti Luh Nade
4). Kiayi Jegu berputra Ki Gusti Cangeh
5). Kiayi Krasan berputra: 
(1). Ki Gusti Subamia
(2). Ki Gusti Bengkel
(3). Ni Gusti Luh Sembung
(4). Ni Gusti Luh Sempidi
(5). Ni Gusti Luh Wayahan Tegal Tamu
6). Kiayi Oka berputra: 
(1). Ki Gusti Wongaya
(2). Ki Gusti Gede Oka
(3). Ki Gusti Pangkung
(4). Ki Gusti Ketut
(5). Ki Gusti Batan
7). Ni Gusti Ayu Muter
8). Ni Gusti Ayu Subamia beribu dari Jero Subamia, selanjutnya kawin dengan I Gusti Pemecutan Sakti di Badung
9). Ni Gusti Luh Dangin
10). Ni Gusti Luh Abian Tubuh Menikah dengan Ki Gusti Padang, putra dari Ki           Gusti Ngurah Panji Sakti (Raja Buleleng)
11). Ni Gusti Luh Mal Kangin Menikah dengan seorang Brahmana di Griya         Dangin Carik
12). Ni Gusti Luh Puseh
13¬). Ni Gusti Luh Bakas
Pada waktu pemerintahan Ki Gusti Alit Dawuh (Sri Megada Sakti), di Bendana Badung keturunan dari Ki Gusti Batan Ancak yang bernama Ki Gusti Nyoman Kelod tidak memproleh kedudukan di Badung, beliau kembali lagi ke Tabanan untuk kemudian dititahkan oleh raja Sri Megada Sakti bermukim di desa Pandak, sebagai penguasa daerah pantai batas kerajaan.

9. Putra Sulung Sri Megadha Sakti/Ida Cokorda Tabanan/Ratu Lepas       Pemade, Raja Tabanan ke XII Berputra:
1). Ki Gusti Ngurah Sekar
2). Ki Gusti Ngurah Gede/Cokorda I Gusti Ngurah Gede Banjar
Membangun Puri Gede/Agung Kerambitan Selanjutkan menurunkan       Puri/Jero dan Pratisentana Arya Kenceng di Kerambitan.
3). Ki Gusti Sari di Wanasari
4). Ki Gusti Pandak di Pandak Bandung
5). Ki Gusti Pucangan di Buahan
6). Ki Gusti Rejasa di Rejasa
7). Ki Gusti Bongan di Bongan Kauh
8). Ki Gusti Sangihan dan Ki Gusti Den di Banjar Ambengan
9). Ni Gusti Luh Dalam Indung
10). Ni Gusti Luh Perean
11). Ni Gusti Luh Kuwum
12). Ni Gusti Luh Beraban,
Menikah dengan seorang Brahmana dari Griya Selemadeg Tabanan, melahirkan Putra yang kemudian membangun Griya Beraban. Mempunyai tugas khusus mengatur segala upacara/upakara bebantenan di Puri Agung Tabanan.

10. Ki Gusti Ngurah Sekar (Cokorda Sekar), Raja Tabanan ke XIII         Berputra lahir dari Permaisuri dari Jero Subamia:
1). Ki Gusti Ngurah Gede
2). Ki Gusti Ngurah Made Rai, (sebagai Maha Ratu Pemade tinggal di Puri  Kaleran, saat kakaknya Ki Gusti Ngurah Gede jadi Raja Tabanan)
3). Ki Gusti Ngurah Rai (Cokorda Penebel), Raja Tabanan ke XVII berpuri       di Penebel, berputra: 
(1). Ki Gusti Made Tabanan/Ki Gusti Ngurah Ubung Raja Tabanan                    ke XVIII
(2). Ni Sagung Wayahan
(3). Ni Sagung Made
(4). Ni Sagung Ketut
(5). Kiayi Kekeran
(6). Kiayi Made
(7). Kiayi Pangkung
(8). Kiayi Dauh
(9). Seorang Putri yang menikah dengan Kiayi Buruan
(10).Kiayi Kandel berputra Ki Gusti Made Kerambitan, Menurunkan                     Keluarga Besar Jero Kerambitan.
4). Ki Gusti Ngurah Anom, Membangun Puri Mas, berputra: 
(1). Ki Gusti Mas
(2). Ki Gusti Made Sekar
(3). Kiayi Pasekan
(4). Kiayi Pandak
(5). Ni Sagung Alit Tegeh
                  Lahir dari Ibu Penawing:
5). Ni Gusti Luh Kandel
6). Ni Gusti Luh Kebon

11. Ki Gusti Ngurah Gede (Cokorda Gede Ratu), Raja Tabanan ke XIV,        Berputra:
1). Ki Gusti Nengah Timpag
2). Ki Gusti Sambian
3). Ki Gusti Ketut Celuk

12. Ki Gusti Ngurah Made Rai/Cokorda Made Rai, Raja Tabanan ke XV,        Berputra:
Dari Permaisuri bernama Ni Sagung Alit Tegal, putri dari Cokorda Ki       Gusti Ngurah Gede Banjar Puri Gede Kerambitan melahirkan putra:
1). Ki Gusti Agung Gede
2). Ki Gusti Ngurah Nyoman Panji berputra: 
(1). Ki Gusti Ngurah Agung, Beribuk dari Puri Gede Kerambitan, putri                    dari Cokorda Gede Selingsing
(2). Ki Gusti Ngurah Demung (Ida Betara Madewa di Puri Kaleran)                     Beribuk dari Demung
(3). Ki Gusti Ngurah Celuk, Beribuk dari Celuk dan Membangun Puri                     Kediri
Dari Istri Penawing melahirkan:
3). Ni Sagung Ayu Made
4). Ni Sagung Ayu Ketut
5). Kiayi Nengah Perean, berputra: 
(1). Kiayi Pangkung, berputra: 
A. Ki Gusti Wayahan Kompyang menurunkan Jero Kompyang
B. Ki Gusti Made Oka, Menurunkan Jero Oka
6). Kiayi Buruan Raja Tabanan ke XVI
7). Kiayi Banjar
8). Kiayi Tegeh
9). Kiayi Beng berputra Ki Gusti Wayahan Beng, Jero Beng, Jero Beng Kawan       dan Jero Putu.

13. Ki Gusti Ngurah Agung (Ratu Singasana), Raja Tabanan ke XIX,        berputra:
1). Sirarya Ngurah Tabanan, beribu Ni Sagung Wayan, putri dari Agung Ketut Jero Aseman Kerambitan.
2). Ki Gusti Ngurah Gede Banjar, beribu Ni Sagung Ayu Ngurah, putri dari       Cokorda Made Penarukan, Puri Gede Kerambitan, Membangun Puri Anom       Tabanan, bermukim di Saren Kangin Puri Anom Tabanan
3). Ki Gusti Ngurah Nyoman, Membangun Puri Anom Tabanan, bermukim di       Saren Kawuh (sekarang disebut Saren Tengah) Puri Anom Tabanan
4). Ki Gusti Ngurah Made Penarukan, Membangun Puri Anyar Tabanan
5). Sirarya Ngurah, Diperas oleh Ki Gusti Ngurah Demung (Ki Gusti Ngurah       Made Kaleran)
6). Ki Gusti Ngurah Rai, Diperas oleh Ki Gusti Ngurah Demung, setelah Sirarya     Ngurah Wafat tanpa keturunan.
7). Ni Sagung Ayu Gede
8). Ni Sagung Ayu Rai

14. Sirarya Ngurah Tabanan (Betara Ngeluhur), Raja Tabanan ke XX,        bertahta tahun 1868 – 1903 berputra:
1). Sirarya Ngurah Agung
2). Ki Gusti Ngurah Gede Mas
3). Arya Ngurah Alit Senapahan
4). Ki Gusti Ngurah Rai Perang, membangun Puri Dangin Tabanan, Beribu Ni       Gusti Ayu, keturunan Gusti Delod Rurung
5). Ki Gusi Nyoman Pangkung, Membangun Puri Dangin Tabanan
6). Ki Gusti Ngurah Made Batan, Membangun Puri Dangin Tabanan
7). Ki Gusti Ngurah Gede Marga -> Membangun Puri Denpasar Tabanan
8). I Gusti Ngurah Putu. Membangun Puri Pemecutan Tabanan, berputra:
(1). I Gusti Ngurah Wayan
(2). I Gusti Ngurah Made, berputra: 
A. I Gusti Ngurah Gede
B. I Gusti Ngurah Mayun
(3). Sagung Nyoman
(4). I Gusti Ngurah Ketut
(5). Sagung Rai
(6). Sagung Ketut, Kawin ke Jero Kompyang
9). Sagung Istri Ngurah
10). Ni Sagung Ayu Wah, Memimpin Pebalikan Wongaya, Perang melawan          penjajah Belanda tanggal 27 November 1906.


15. Ki Gusti Ngurah Rai Perang (Cokorda Rai) Raja Tabanan ke XXI Tahun      1903 – 1906 tewas muput raga di Denpasar pada tahun 1906, sesaat setelah      Puputan Badung yang berputra:
Yang ikut masuk ke Puri Singasana/Agung Tabanan:
1). I Gusti Ngurah Gede Pegeg (sebagai putra mahkota), Tewas muput raga di       Denpasar pada tahun 1906 sebelum naik tahta
2). Ni Sagung Ayu Oka, pindah ke Puri Anom Tabanan dan menikah dengan       Kramer, clerk controlir Belanda
3). Ni Sagung Ayu Putu Galuh, pindah ke Puri Anom Tabanan, menikah dengan       Ki Gusti Ngurah Anom, Puri Anom Saren Taman (Saren Kauh Sekarang).
Ki Gusti Ngurah Rai Perang/Ida Cokorda Rai (Raja Tabanan XXI) juga mempunyai putra dari istri yang lainnya dan tetap tinggal di Puri Dangin Tabanan sebagai berikut:
1). I Gusti Ngurah Anom ( Keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan ),       berputra: 
(1). I Gusti Ngurah Ketut
(2). I Gusti Ngurah Alit
(3). I Gusti Ngurah Made
(4). Sagung Oka (Kawin ke Puri Anom)
(5). Sagung Nyoman (Kawin ke Jro Oka di Jegu)
(6). I Gusti Ngurah Gde Wisadnya
(7). I Gusti Ngurah Agung
2). I Gusti Ngurah Putu Konol ( Keturunannya tinggal di Puri Dangin Tabanan di       Jegu), berputra: 
(1). I Gusti Ngurah Oka
(2). I Gusti Ngurah Gde Sasak
(3). Sagung Putri
(4). Sagung Putra (Kawin ke Puri Dangin Tabanan)
(5). Sagung Oka (Kawin ke Puri Pemecutan /Gede /Agung Tabanan)
3). Ni Sagung Made.

16. Ki Gusti Ngurah Ketut (Cokorda Ngurah Ketut), Raja Tabanan ke XXII        dari 29 Juli 1938 - ……. berputra:
1). I Gusti Ngurah Gede, beribu dari Puri Denpasar Tabanan
2). I Gusti Ngurah Alit Putra, beribu Gusti Siluh Biang Resi
3). I Gusti Ngurah Raka, beribu Mekel Merta
4). Sagung Mas, beribu Sagung Istri Oka dari Puri Kediri Tabanan
5). I Gusti Ngurah Agung, beribu Sagung Istri Oka dari Puri Kediri Tabanan

17. I Gusti Ngurah Gede (Cokorda Ngurah Gede), Raja Tabanan ke XXIII       dari Maret 1947 – 1986 berputra:
1). Sagung Putri Sartika
2). I Gusti Ngurah Bagus Hartawan
3). Sagung Putra Sardini
4). I Gusti Ngurah Alit Darmawan
5). Sagung Ayu Ratnamurni
6). Sagung Jegeg Ratnaningsih
7). I Gusti Ngurah Agung Dharmasetiawan
8). Sagung Ratnaningrat
9). I Gusti Ngurah Rupawan
10). I Gusti Ngurah Putra Wartawan
11). I Gusti Ngurah Alit Aryawan 
12). Sagung Putri Ratnawati
13). I Gusti Ngurah Bagus Grastawan
14). I Gusti Ngurah Mayun Mulyawan
15. Sagung Rai Mayawati
16). Sagung Anom Mayadwipa
17). Sagung Oka Mayapada
18). I Gusti Ngurah Raka Heryawan
19). I Gusti Ngurah Bagus Rudi Hermawan
20). I Gusti Ngurah Bagus Indrawan
21). Sagung Jegeg Mayadianti
22). I Gusti Ngurah Adi Suartawan.
18. I Gusti Ngurah Rupawan (Ida Cokorda Anglurah Tabanan), Raja         Tabanan ke XXIV dari 21 Maret 2008, Cokorda Anglurah Tabanan         berputera:
1). Sagung Manik Vera Yuliawati
2). I Gusti Ngurah Agung Joni Wirawan
3). Sagung Inten Nismayani.


























2.2 Adapun Pelinggih-pelinggih dalam Merajan, antara lain:
2.2.1 Jro Gede


Jro Gede ini letaknya di depan gapura dari sanggah. Di Bali Jro Gede merupakan kristalisasi dari sekte Ganaptya atau disebut dengan Dewa Ganesha yang merupakan tempat berstananya Dewa Gana, dimana sekte dari Dewa Ganesha/Jro Gede ini berfungsi sebagai penjaga karang rumah atau sebagai pelindung terhadap makhluk-makhluk yang berusaha untuk mengganggu kita. Selain itu pakaian saput dari Jro Gede ini yang hitam putih (poleng) itu menandakan keseimbangan yang ada di alam semesta ini.

2.2.2 Kemulan Rong Tiga

Kemulan Rong Tiga adalah bangunan yang beruang (rong) tiga sebagai tempat pemujaan yang terdapat pada setiap rumah tangga (keluarga). Menurut seminar kesatuan tafsir tahun 1984, fungsi dari Sanggah Kemulan/Rong Tiga adalah untuk memuja Tri Murti, dimana Dewa Brahma berstana diruang sebelah kanan, Dewa Wisnu berstana diruang sebelah kiri, dan diruang tengah adalah stana dari Dewa Siwa. Menurut Lontar Gong Besi, Usana Dewa dan Tattwa Kepatian yang berstana di Sanggah Kemulan/Rong Tiga adalah Sang Hyang Tri Atma yang diidentikan dengan ayah (purusa) di ruang sebelah kanan, Siwatma yang diidentikan dengan ibu (pradana) di ruang sebelah kiri dan Paramatma, Tuhan yang maha tunggal di ruang tengah. Dalam Lontar Purwa Bumi Kemulan, memberikan penjabaran lebih lanjut tentang dimensi fungsional dari Sanggah Kemulan/Rong Tiga sebagai tempat menstanakan Dewa Pitara (leluhur). Dari sisi susila, menstanakan Dewa Pitara pada Sanggah Kemulan adalah bermaksud untuk mengabadikan roh leluhur yang telah suci untuk selalu dipuja, memohon doa restu dan perlindungan.
 Maksud dari pada pembuatan pelinggih Rong Tiga dalam lingkungan keluarga tiada lain agar kita selalu ingat dan memuja kebesaran Sang Hyang Widhi dalam kaitannya dengan hutang yang disebut Tri Rnam. Yang dimaksud dari Tri Rnam yaitu Tiga Hutang, Tiga Hutang yang dimaksud adalah:
1. Hutang kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai pencipta yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan dengan segala kebutuhan hidup kita.
2. Hutang kepada Leluhur, terutama Ibu dan Bapak yang telah mendidik dan membesarkan kita hingga menjadi dewasa.
3. Hutang kepada para Rsi, yang telah berjasa mengajarkan kita mengenai agama, kebudayaan dan yang lainnya.
Demikianlah maksud dari pembuatan pelinggih Rong Tiga dalam lingkungan keluarga sebagai anggota masyarakat terkecil agar kita selalu ingat kepada Tri Rnam itu, yang merupakan Yadnya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan jika ditinjau dari aspek Etikanya adalah kewajiban (swadharma) dari keturunan atau pretisentana untuk selalu memuja leluhur. Konsep pemujaan leluhur yang dilakukan oleh Umat Hindu di Indonesia khususnya di Bali adalah bersumber dari ajaran Agama Hindu yang lazim disebut dengan Sraddha.

2.2.3 Kemulan Rong Dua/Purusa Pradhana



Rong Dua, sebuah bangunan suci yang beruang dua tempat memuja leluhur dalam wujud Purusa dan Pradana. Tempat ini pula untuk menghaturkan “sodaan”, persembahan berupa banten kepada leluhur. Tempat ini berfungsi untuk memuja leluhur yang telah menurunkan trah/keturunan secara langsung, misalnya kakek, nenek, paman, bibi, buyut yang telah meninggal. Ada sedikit perbedaan fungsi antara Kemulan Rong Dua dengan Kemulan Rong Tiga, dimana Kemulan Rong Dua tempat memuja roh leluhur yang belum mencapai kualitas Dewata, belum diaben. Sedangkan  Kemulan Rong Tiga adalah tempat memuja roh leluhur yang telah mencapai kualitas Dewata, telah disucikan dengan upacara Ngaben dan posisinya secara Niskala beliau sudah setara dengan Bhatara Guru.









2.2.4 Pelinggih Surya/Luwuring Akasa


Pelinggih Surya, sebuah bangunan untuk memuja Sang Hyang Surya Raditya sebagai saksi segala kegiatan manusia khususnya ritual Yadnya. Dalam Lontar Siwagama, gelar Surya Raditya adalah gelar dari Dewa Surya atas anugrah dari Dang Guru (Dewa Siwa) karena bhakti dan kepandaian beliau. Hyang Surya juga diberikan anugrah sebagai Upa Saksi segala kegiatan manusia dan pemberi cahaya, pemusnah segala kegelapan. Dari uraian ini tampak jelas adanya pengaruh Sekte Sora (Surya) dalam pendirian pelinggih Surya.

2.2.5 Sri Sedana/Rambut Sedana
  
Pelinggih ini merupakan stana dari Dewi Sri dengan Bhiseka Sri Sedana atau Limascatu yaitu sakti (kekuatan) dari Dewa Wisnu sebagai pemberi kemakmuran kepada manusia.


2.2.6 Menjangan Saluwang/Pelinggih Majapahit
 
Pelinggih ini merupakan stana dari Mpu Kuturan dengan bhiseka Limaspahit, penyebar dan penyempurna agama Hindu di Bali pada abad ke-10, bentuk pelinggih ini berisi kepala menjangan lengkap dengan tanduknya.

2.2.7 Balai Paruman/Piasan
 
Balai ini merupakan stana dari Bhatara-Bhatari ketika dipersembahkan piodalan atau ayaban jangkep (harum-haruman). Sering juga disebut dengan bale piasan (Pahyasan) karena Pralingga-Pralingga dihiasi ketika dilinggihkan disini.







2.2.8 Penunggun Karang/Lebuh
 

Pelinggih Penunggun Karang/Lebuh berfungsi sebagai tempat untuk memuja yang memiliki pekarangan yang ditempat tinggali dalam tataran niskala. Secara kepercayaan masyarakat Hindu, yang berstana di pelinggih Penunggun Karang/Lebuh adalah Hyang Ibu Pertiwi (Dewi Sri) juga Ratu Nyoman Sakti Pegadangan, raja dari segala Bhuta, dalam mitologi Hindu beliau adalah Ganapati (Dewa Ganesha). Dari aspek yang dipuja pada pelinggih Penunggun Karang/Lebuh dapat di simpulkan bahwa ada pengaruh Sekte Ganapatya karena ada pemujaan kepada Ratu Nyoman Sakti Pegadangan dan pengaruh Sekte Waisnawa karena adanya pemujaan kepada Hyang Ibu Pertiwi (Dewi Sri) yang merupakan sakti dari Dewa Wisnu.

2.2.9 Limas Catu dan Limas Mujung
  
Pelinggih Limas Catu dan Limas Mujung. Dua pelinggih ini umumnya dibangun di sebelah kanan Pelinggih Gedong Pertiwi berjejer menghadap ke barat. Bentuk Pelinggih Limas Catu dan Limas Mujung itu seperti Meru Tumpang Satu, hanya atapnya berbeda-besa. Pelinggih Limas Catu bentuk atapnya ditutup dengan ''paso'' yang dihias indah berukir sampai ke ujungnya sehingga tidak sama dengan paso yang digunakan untuk keperluan dalam rumah tangga. Sedangkan Limas Mujung atapnya dari serat ijuk dibuat lancip mengerucut ke atas seperti berkuncir.
Adanya Pelinggih Limas Catu dan Limas Mujung di sebelah kanan Pelinggih Gedong Pertiwi itu sebagai media pemujaan Tuhan dalam fungsinya sebagai pencipta kesejahteraan material dan spiritual. Dua pelinggih tersebut disebut dengan berbagai istilah oleh umat Hindu di Bali. Ada yang menyebutnya sebagai Pasimpangan Ida Batara di Gunung Lebah. Sedangkan Limas Mujung Pasimpangan Ida Batara di Gunung Agung.
Pura Besakih di Gunung Agung dan Pura Batur di Gunung Batur tergolong Pura Kahyangan Jagat yang didirikan dengan konsepsi Rwa Bhineda. Pura Besakih tergolonngng Pura Purusa dan Pura Batur tegolong Pura Pradana. Pemujaan dengan sarana Pelinggih Limas Catu dan Limas Mujung itu adalah untuk memuja Tuhan sebagai pencipta jiwa dan raga atau Purusa dan Pradana. Manusia tercipta oleh Tuhan dari Purusa dan Pradana. Bertemunya Purusa dan Pradana itulah yang menyebabkan adanya hidup.

2.2.10 Pelinggih Sanggah Jawa
 
Pelinggih ini terdiri dari Dewa Mas Madura, Dewa Mas Subandar dan Ratu Mas Subandar. Ketiga pelinggih ini diberi atap di atasnya dengan maksud para penyungsung merajan mengghormati bahwa mereka adalah penyebar agama Hindu yang berjasa dari pulau Jawa, dengan profesinya sebagai pedagang (Subandar).

2.2.11 Gedong Penyimpenan
 
Gedong penyimpenan merupakan stana atau tempat peristirahatan bagi Ida Bhatara-Bhatari yang berupa Pralingga. Jika ada suatu piodalan maka Ida Bhatara di tedunkan atau di turunkan kemudian di lakukan upacara mekalahias, dan di stanakan di balai piyasan. Setelah upacara piodalan selesai kemudian Ida Bhatara di sineb atau di simpan kembali ke gedong penyimpenan.
2.2.12 Kemulan Rong Satu/Sang Hyang Tunggal
 
Bangunan ini berupa pelinggih dengan atap, dengan rong berjumlah tiga, dua dan satu.  Ada juga yang menggunakan tiang (saka) namun ada juga dengan palinggih kemulan jajar. Ada juga kemulan rong 1 (Sanghyang Tunggal), rong 2 (Ardanareswari), rong 4 (Catur Dewata), rong 5 (Panca Dewata) . Semua pelinggih ini berfungsi untuk menstanakan dewa Siwa sebagai dewa yang tertinggi.


























BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan
Merajan/Pamerajan yaitu berasal dari kata “raja” yang mendapat awalan pe dan me serta akhiran an sehingga menjadi pamerajan yang berarti tempat raja. Raja yang dimaksud adalah Raja-raja, para Arya dan lain-lain yang dianggap berjasa pada zaman dahulu kala dan karena jasanya itu sehingga kedudukannya disamakan dengan Dewa/Bhatara serta dibuatkan pura Khayangan.
Fungsi Sanggah/Pamerajan berdasarkan keyakinan umat Hindu di Bali yaitu, sebagai tempat suci untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan Para Leluhur/Kawitan, sebagai tempat berkumpul sanak keluarga dalam upaya untuk mempererat tali keluarga, dan sebagai tempat kegiatan sosial/pendidikan yang berkaitan dengan ajaran Agama.
Odalan di Sanggah Merajan saya Dadia Alangkajeng Arya Kenceng ini jatuh pada hari Minggu Redite Perang Bakat, atau setiap enam bulan sekali atau 210 hari yang sudah sesuai dengan perhitungan dari pada kalender Bali. Pada saat piodalan banten yang di persembahkan/digunakan adalah banten jangkep yang diletakkan dibale piasan, bantennya mulai dari yang di persembahkan untuk Sang Hyang Widhi Wasa, Roh Suci Leluhur/Pitara, Dewa-Dewi dan Sang Bhuta Kala.











DAFTAR PUSTAKA



Gunawan, I Ketut Pasek. 2012. Siva Siddhanta II. Singaraja: Fakultas Dharma Acarya IHDN Denpasar.
Kadwa, I Gusti Made. 2002. Babad Arya Kenceng “Terjemahan”. Denpasar: Sapratisantana.

3 komentar: