Kamis, 23 Januari 2014

SASANA YANG SUDAH DIDIKSA

KEWAJIBAN (SASANA)
SESEORANG YANG SUDAH DIDIKSA
( DI DWIJATI)


Apabila seseorang yang sudah didiksa atau di Dwijati maka ia harus mengikuti beberapa kewajiban antara lain :
a. Kewajiban merubah nama (Amari Aran)
b. Kewajiban merubah tentang berpakaian (Amari Wesa)
c. Kewajiban tentang perubahan perilaku. (Amari Wisaya).

A. Kewajiban Merubah Nama (Amari Aran)
Setelah seorang Diksita (didiksa” atau ”di dwijati” oleh nabenya maka sang guru Nabe akan mengganti nama yang telah disandang ketika mereka masih dalam status Walaka. Dan menggantiya dengan nama baru yang diberi oleh sang guru Nabe dengan suatu upacara yang disebut dengan upacara ”Amari Aran” atau merubah nama. Misalnya calon diksita yang sebelumnya bernama ”Si Dadag” akan diganti namanya dengan nama baru misalnya : Ida Pedanda Anu, Ida Rsi Bhujangga Anu, Ida Sri Begawan Anu, Ida Pandita Mpu Anu, Ida Dukuh Anu, Ida Pandita Anu dan sebagainya. Perubahan nama baru itu disebut  ”Mabhiseka” artinya memiliki nama baru karena ia baru lahir dalam ke dua kalinya (Dwi Jati)

B. Kewajiban Tentang Berpakaian (Amari Wesa)
Seseorang yang sudah  di Dwi Jati atau di Diksa harus merubah cara-cara berpakaianya. Mereka tidak boleh lagi berlaku seperti ketika masih dalam status Walaka, misalnya memakai celana panjang, memakai celana atau baju jeans, menggunakan perhiasan, berpakaian seksi dan lain-lainnya. Seorang yang sudah Didiksa atau Dwi Jati tidak masih berstatus Walaka tetapi ia sudah berubah status menjadi Sulinggih atau Pandita oleh karena itu, seorang Sulinggih wajib menggunakan pakaian kesulinggihan sepeerti :



1. Pakaian Sehari-hari
a. Untuk Sulinggih/Pendeta laki-laki
- Kain putih
- Selimut kuning bertepi putih
- Ikat pinggang putih
- Keluar rumah (griya) harus memakai tongkat
- Boleh memakai jubah (kwaca rajeg)
b. Untuk Sulinggih/Pendeta Istri
- Kain yang dasarnya kuning (boleh berkembang namun warna dasar kuning masih tetap dominan)
- Baju putih
- Selendang kuning
- Ikat pinggang putih

2. Pakaian Untuk Memuja
Seorang Sulinggih memiliki aturan-aturan khusus di dalam melakukan tugas pekerjaan (Ngelokapalasraya) khususnya dalam tatanan berpakaian. Untuk itu seorang Sulinggih ketika sedang memuja (Ngelokapalasraya) maka wajib menggunanakan pakaian memuja seperti :
a. Sampet : Secarik kain yang dilipat pada dadanya
b. Rudrakacatan Genitri: pada kedua buah bahunya
c. Gondala ; anting-anting
d. Guduita; gelang genitri pada pergelangan tangan
e. Kanta Bharana; perhiasan pada lehernya
f. Karna Bharana ;perhiaan pada telinga
g. Amakuta :bermahkota atau meketu (Bhawa)

C. Kewajiban Seorang Sulinggih Dalam Berperilaku (Amari Wisaya)
Seorang Dwijati atau Sulinggih adalah orang yang telah melepaskan keduniawiannya, karena ia telah meninggalkan dunia Walaka dan lahir kembali kedunia Sadhaka. Kelahiran ini ditandai dengan upacara ”Dwi Jati” atau ”Dhiksa” yang artinya untuk yang kedua kalinya dengan kesucian untuk menuju Brahman.
Untuk itu seorang Sulinggih, Wiku, Pandita, atau Dhang Acarya atau juga disebut Sang Dwijati diharuskan tidak memiliki prilaku seperti pada waktu masih Walaka. Sehingga seorang yang sudah medwijati atau menjadi Sulinggih harus merubah perilaku Walaka menjadi perilaku Pandita atau Sulinggih seperti misalnya mentaati beberapa macam pantangan seperti :

a. Patangan Yang Harus Ditaati terhadap Nabe.
Dalam kehidupan sehari-hari para Sulinggih, Wiku atau Diksita patut mengetahui pantangan atau landasan yang dapat menodai atau mengurangi kesucian kesempurnaan bathin seorang Sulinggih. Pantangan atau larangan yang patut dijauhi dengan NABE adalah sebagai berikut;
- Janganlah tidak bhakti terhadap Guru (NABE)
- Jangan mencaci maki Guru (NABE)
- Jangan segan kepada Guru (NABE)
- Jangan tidak tulus, jangan menentang segala perintah  Guru (NABE)
- Jangan menginjak bayangan bayangan Guru (NABE)
- Jangan menduduki tempat duduk Guru (NABE)
- Jangan duduk berhadap-hadapan dengan Guru (NABE)
- Jangan memutus-mutuskan pembicaraan Guru (NABE)
- Jangan berjalan mendahului Guru (NABE)
- Jangan menolak apa yang diucapkan oleh Guru (NABE)
- Jangan menoleh ke sebelah atau ke belakang bila berbicara dengan Guru (Nabe)
- Jangan menyahut dengan ucapan yang tidak menyenangkan Guru (NABE)
- Jangan membantah nasehat Guru walaupun bagaimana marahnya Guru (NABE)

b. Pantangan atau Larangan Perilaku Wiku dalam Kehidupan Sehari-Hari :
- Tidak membunuh
- Tidak berdusta
- Tidak bertengkar
- Tidak menunjukkan kecakapan (memamerkan kepandaian)
- Tidak mencuri atau memperkosa hak milik orang lain bila tidak dapat persetujuan dari kedua pihak.
- Tidak menyakiti, tidak menyiksa, tidak melukai atau mengambil apa pun.
- Tidak berkata-kata yang tidak selayaknya
- Tidak boleh berhasrat jahat terhadap orang lain
- Tidak boleh mengadakan hubungan sex, bila bukan istrinya.
- Tidak boleh mengadakan pertemuan dengan istrinya pada hari-hari terlarang.
- Tidak mengucapkan ucapan-ucapan yang kotor.
- Tidak boleh berkata-kata yang pedas yang menyakiti telinga.
- Tidak boleh berkata-kata sambil mamaki-maki sumpah serapah
- Tidak boleh melakukan jual –beli atau berdagang (Adolawya)
- Tidak boleh terlibat hutang – piutang (Rnarni)
- Tidak boleh segala hal usaha untuk mencari keuntungan
- Tidak boleh mengambil hal milik orang lain dengan memaksa
- Tidak boleh mencopet atau merampok
- Tidak boleh marah atau bersifat pemarah
- Tidak boleh ingkar atau mengabaikan kewajiban
- Tidak mementingkan diri sendiri
- Tidak mengingini sesuatu yang tidak halal
- Tidak berpikir buruk terhadap mahluk lain
- Tidak mengingkari akan karma phala
- Tidak suka mencaci-maki
- Tidak berkata-kata kasar tehadap mahluk lain
- Tidak memfitnah
- Tidak ingkar pada janji atau ucapan-ucapan 
- Tidak berzinah (selingkuh)
- Tidak boleh memberikan tempat pada pencuri
- Tidak boleh memberi makan dan minum kepada pencuri
- Tidak boleh memberi persembunyian kepada pencuri
- Tidak boleh menerima hasil pencurian
- Tidak boleh memberi pertolongan kepada pencuri
- Tidak boleh memberi petunjuk jalan kepada pencuri
- Tidak boleh ikut campur dengan pencuri
- Tidak boleh memerintahkan pencuri
- Tidak boleh berkenalan dengan pencuri
- Tidak boleh bersahabat dengan pencuri

c. Pantangan atau Larangan Yang Lainnya adalah :
- Tidak boleh mengendarai sepeda motor, mobil (pegang setir sendiri )
- Tidak boleh terlibat tindak pidana (Pengadilan)
- Tidak boleh jadi saksi di pengadilan.

d. Pantangan Dalam hal Makanan, Minuman dan tempat :
Para Wiku atau Diksita untuk kesempurnaan dan kesucian bathin dalam kehidupan sehari-hari, patut menjauhi pantangan atau larangan dalam hal makanan, minuman dan tempat tinggal sebagai berikut :
Pantangan terhadap makanan dan Minuman :
a. Tidak boleh makan daging babi peliharaan (Celengwanwa)
b. Tidak boleh makan daging ayam yang terdapat di Desa (Ayamwanwa)
c. Tidak boleh makan daging anjing, tikus, ular, kucing, harimau (macan), rase (rasi), kera (wre), kera hitam (lutung), tupai (wut), semacam kadal yang suaranya besar (wiyung), kadal (dingdang kadal), dan binatang –binatang yang tidak dikenal serta binatang yang berkuku satu dan binatang berjari lima (Pancaka)
d. Tidak boleh makan daging burung buas yang memakan sesamanya (Krurapaksi) seperti : burung hantu, burung elang (Rajawali), burung yang berwarna hitam (nilapaksi) seperti burung gagak, burung jalak, burung cangkilung, burug yang dapat berbicara manusia seperti burung kakak tua (atat), burung beo (siung).
e. Tidak boleh makan burung bangau (Baka), burung-burung yang waktu mematuk-matukkan paruhnya, burung berkaki jarang, koyasthi, unggas penyelam yang hidup dari pemakan ikan.
f. Seorang wiku tidak boleh  makan binatang-binatang yang kecil-kecil yang hidup di dalam tanah (Bhuhkrimi), belut (kutisa), ulat yang erumah di dalam tanah dan binatang yag kecil-kecil lainnya (Pramikrimi) sebagai lalat atau leler, nyamuk (namuk), pijat-pijat (tinggi), kutu putih (tuma), kutu anjing (limpit)
g. Seorang Diksita atau Wiku tidak boleh memakan daging kuda, unta (konta), keledai (Gardabha), dan daging sapi (Gomangsa)
h. Ikan yang tidak boleh dimakan oleh Wiku adalah ikan yang terlalu besar (iwak atyanta ring gong) dan ikan yang buas (Minarodra)
i. Tidak boleh makan sisa-sisa makanan yang telah dimakan, makanan yang disentuh atau diletakkan dibawah benda-benda yang tidak suci.
j. Makanan yang telah dapat dimakan oleh binatang seperti anjing, ayam, babi tidak boleh dimakan.
k. Makanan yang diragukan kesuciannya juga tidak boleh dimakan.

Tumbuhan – tumbuhan yang tidak boleh dimakan :
Seorang Wiku tidak boleh memakan jenis tumbuh-tumbuhan seperti : bawah putih (bawang bakung), bawang merah, cendawan.

Seorang Wiku tidak boleh minum-minuman seperti :
a. Tidak boleh meminum minuman keras seperti : tuak atau nira dan sejenisnya
b. Tidak boleh minum semua jenis susu dari binatang buas.
c. Seorang Wiku tidak boleh minum susu kental dari sapi yang merupakan sisa setelah sapi itu menyusui.
Tempat yang terlarang Bagi Seorang Wiku Adalah :
a. Tempat atau tanah yang terlarang adalah tempat tanah atau pekarangan yang pernah ditempati Wiku, tidak boleh ditempati, setelah lewat 24 tahun boleh.
b. Seorang wiku tidak boleh tinggal di tanah yang dikerjakan oleh petani biasa.
c. Seorang Wiku tidak boleh mengunjungi rumah orang yang mempunyai pekerjaan hina, misalnya rumah tukang potong (jagal), tempat pelacuran, lebih-lebih makan dirumahnya.
d. Seorang Wiku tidak boleh duduk di tempat perjudian, segala macam permainan bertaruh-taruhan tidak boleh dikunjungi.
e. Seorang Wiku tidak boleh mengadakan perjudian.
Demikianlah jenis-jenis pantangan atau larangan yang patut dijauhi oleh para Diksita atau Wiku

D. Kewajiban Seorang Sulinggih Setiap Hari Dalam Melaksanakan Dharmaning Kawikon
Selain hal-hal seperti diatas, masih ada yang patut dan wajib dilaksanakannya oleh Sang Sulinggih atau Wiku dalam kesehari-hariannya yaitu :
1. Arcana : memuja (ngarcana) Tuhan atau Ida Hyang Widhi dan Bhetara-Bhetari yang dilakukan setiap hari, trutama dalam Suryasewana.
2. Adhyaya : tekun belajar, mendalami Weda, Tatwa, tutur-tutur dan sebagainya
3 Adhyapaka : suka mengajarkan tentang kesucian, kerohanian, keagamaan, kesusastraan, dan bimbingan rohani lainnya.
4. Swadhyaya : rajin belajar sendiri mengulangi pelajaran-pelajaran trutama yang diberikan oleh Nabenya.
5. Dhyana : Merenungkan Brahman (Tuhan atau Hyang Widhi dan hakekat yang dipuja
Demikianlah mengenai tugas dan kewajiban yang harus ditekuni oleh Sang Sulinggih (Sang Wiku), atau Sang Sadhaka dalam melaksanakan dharmanya sebagai Wiku.







PRILAKU WIKU ATAU PANDITA 
YANG DIANGGAP CACAT

Dalam lontar Phurbasomi atau lebih dikenal dengan nama Lontar Catur Yuga dalam lempiran 5 a. Menyebutkan dengan jelas prilaku para Pendeta atau Wiku yang dianggap cacat. Untuk itu kepada para Pendeta atau Wiku seharusnya menghindari tingkah laku tersebut, karena tidak pantas dilakukan oleh seorang Wiku atau Pendeta karena ia sudah menjadi seorang Brahmana. Adapun bunyi Lontar Catur Yuga tersebut antara lain :
”apan makweh phrabhedaning wiku, an ling sanghyang aji, nihan wruha sri aji kaprabhedaning wiku, ngwang wistaraknanta, lwirnya : wiku panjer, wiku candana, wiku pangkon, wiku ambeng, wiku palang pasir, wiku sanghara, wiku sabha wukir, wiku, grahita, yeka asta kawikun, ngaran, yeka wiku ceda kalokeng rat”
Artinya :
”Ada bermacam-macam Wiku atau Pendeta menurut ajaran sastra, hal ini hendaknya diketahui oleh penguasa, sekarang akan kusampaikan yaitu : Wiku Panjer, Wiku Candana, Wiku Pangkon, Wiku Ambeng, Wiku Palang Pasir, Wiku Sanghara, Wiku Sabha Wukir, Wiku Grahita itulah delapan macam Wiku atau Pendeta yang kesemuanya itu disebut Wiku Ceda (Wiku Cacat).”
Adapun delapan Wiku atau Pendeta yang dianggap cacat adalah sebagai berikut :
1. Wiku Panjer
Adalah Wiku yang tekun melakukan kewajiban siang maupun malam untuk mendapatkan dana punia (Guru Yaga), guna mendapatkan harta benda, banyak mempunyai sisya, serta mengumbar hawa nafsu dan tidak selaras dengan istrinya.
2 Wiku Candana
Adalah Wiku atau Pendeta yang berpegang teguh kepada sastra memperhatikan Candi Prasada, berguru atau hormat kepada tempat suci, maksudnya hanya berguru kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

3. Wiku Pangkon
Adalah Wiku atau Pendeta yang tak bersaksi atau berNabe, berguru kepada Sang Hyang Widhi untuk mendapatkan ilmu yang utama atau tinggi.

4. Wiku Ambeng
Adalah Wiku atau Pendeta yang ikut bersama-sama berlayar bersama pedagang atau saudagar, sambil menjual ilmu pengetahuannya.

5. Wiku Palang Pasir
Adalah Wiku atau Pendeta yang mengajarkan kepada orang lain, dengan memikat hati masyarakat (Amancing Upadesa). Dengan demikian untuk mencapai tujuan yakni mendapatkan upah.

6 Wiku Sabha Wukir
Adalah Wiku atau Pendeta yang berbuat kebaikan dengan memberi petunjuk jalan (ngentas) roh orang yang meninggal, karena memerlukan emas, perak, begitu mereka melaksanakan untuk mendapatkan Guru Yaga, demikian juga untuk mendapatkan sandang pangan, bersifat suka-duka.

7. Wiku Sanghara
Adalah wiku atau Pendeta yang mengawini wanita Walaka, melanggar perintah ajaran Guru

8 Wiku Grahita
Adalah Wiku atau Pendeta yang mencari Nabe yang lain atau Wiku yang mempunyai Nabe lebih dari satu orang, lalu tidak mengidahkan Nabe yang pertama.
Kedelapan macam-macam Wiku tersebut dalam Lontar Catur Yuga atau Lontar Purbhasomi disebut dengan Wiku Ceda atau Wiku cacat yang seharusnya dihindari oleh orang-orang yang telah di Dwijati atau Didiksa atau orang yang telah menjadi Pendeta.

WIKU ATAU PANDITA 
YANG DIANGGAP MULIA YANG SESUAI 
DENGAN SASANANING KAWIKON

Dalam lontar Purbhasomi atau Catur Yuga disamping menyebutkan macam-macam Pendeta cacat juga disebutkan adanya empat macam Pendeta yang dianggap mulia. Dalam lontar tersebut disebutkan sebagai berikut :
”lawan hana sang wiku kang yogya kabhaktenin dening rat, ika wiku mangde lana kreta ikang nagara, yan angajar sanghyang aji, patpat prabhedaning wiku, kang sayogya kabhaktenin, lwiranya : wiku grehastha, wiku bhiksuka, wiku wanaprasta, wiku brahmacari.”
Artinya :
Ada lagi macam wiku yang patut dihormati oleh masyarakat, Wiku tersebut menyebabkan negara aman senantiasa jika mengajarkan tentang sastra, ada empat macamnya. Yang patut dihormati yaitu Wiku Grehastha, Wiku Bhiksuka, Wiku Wanaprastha, dan Wiku Brahmacari.
Jadi Pendeta (Sulinggih) atau Wiku yang dianggap mulia adalah Wiku Grehastha, Wiku Bhiksuka, Wiku Wanaprastha, dan Wiku Brahmacari.

1. Wiku Grehastha :
Adalah Wiku yang hidup berkeluarga, beristri dan berputra, tinggal di desa atau dikota, hidup dalam masyarakat, hormat menerima tamu, memuja homa, berbakti kepada Dewa di Kahyangan, teguh melakukan yoga samadhi, memimpin upacara yadnya, agar menerima Guru Yaga, dengan senang hati menolong orang yang menderita kesusahan, selalu berbuat kebaikan, dan tidak ingin mengumpulkan kekayaan.

2. Wiku Bhiksuka :
Adalah Wiku yang senantiasa mendalami ajaran sastra, mahir dalam segala filsafat, hidup megembara, tidak menetap dalam masyarakat, selalu meneguhkan yoga, tidak mempunyai rasa ragu-ragu, siang malam dipandangnya sama, rajin menghadiahkan buku, telah sempurna tentang Dharma, beliau tak beristri.

3. Wiku Wanaprastha :
Adalah Wiku yang senantiasa bertapa di hutan, tak beristri, berbakti kepada Dewa, melakukan yoga samadhi, meningkatkan filsafat kebathinan.

4. Wiku Sukla Brahmacari :
Adalah Wiku yang berpengalaman yang baik dan benar, hidup sederhana, tidak mengganggap diri pandai, tidak pernah merasa takut, tidak terikat akan keduniawian, bebas dari suka duka pergaulan masyarakat, terus –menerus mendalami filsafat, bebas dari kehidupan keduniawian.

 
TIGA MACAM
SULINGGIH (WIKU) DITINJAU DARI 
KUALIFIKASI KEMAMPUANNYA


Disamping seperti hal-hal yang telah dijelaskan diatas maka ada tiga macam Sulinggih (Wiku) bila ditinjau dari kualifikasi kemampuannya. Ketiga macam Wiku atau Sulinggih tersebut adalah :

1. Wiku Acarya
Yaitu Wiku (Sulinggih) yang pranjan (pintar), yang juga disebut Wiku Wibhuh yaitu Wiku yang utama dimasyarakat. Wiku Acarya ini disamping melakukan Lokapalasraya, juga membimbing umat dalam keagamaan dan kerohanian.

2. Wiku Lokapalasraya
Yaitu Wiku (Sulinggih) yang mempunyai kemampuan untuk muput karya saja, perhatian beliau dipusatkan hanya untuk muput saja, sehingga kurang kesempatan untuk mengisi diri. Hal ini dapat dibenarkan karena beliau sudah kewalahan memenuhi permintaan umat untuk mumut karya

3. Wiku Ngeraga :
Yaitu Seorang Wiku (Sulinggih) yang melakukan

1 komentar:

  1. Om swastiastu
    Apakah pasangan suami istri yg sudah di diksa boleh melakukan hubungan seks?
    Dalam hal contoh :
    Seorang pria yg sudah menjadi sulinggih
    Seorang perempuan yg sudah menjadi sulinggih istri
    Mereka merupakan pasangan suami istri yg sudah me diksa
    Apakah boleh mereka melakukan seks?
    Suksma

    BalasHapus